Pengguna Mobil Enggan Beralih
Naik busway tidak berbeda dengan kendaraan umum lainnya.
JAKARTA -- Keberadaan busway dinilai belum mendorong pemilik kendaraan pribadi untuk naik kendaraan umum. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan Koalisi Warga untuk Transportasi Jakarta (Kawat), masih sedikit pemilik kendaraan pribadi yang beralih ke busway.
''Padahal salah satu tujuan pengadaan busway untuk mengurangi kepadatan lalu lintas,'' kata Koordinator Kawat, Tubagus Haryo Karbyanto, kemarin (16/11). Pemilik kendaraan pribadi enggan menggunakan busway karena faktor kenyamanan. Naik busway tidak berbeda dengan kendaraan umum lainnya. Mereka harus berdiri dan berdesak-desakan dengan penumpang lainnya. Termasuk busway mulai rawan dengan kejahatan pencopetan.
Tak hanya berdesak-desakan, untuk membeli tiket dan menunggu busway mereka harus menunggu lama. Bahkan bisa sampai menunggu antara 10-15 menit. Apalagi pada saat jam-jam sibuk. ''Padahal masalah ini sebenarnya bisa diantisipasi dengan menambah jumlah armada. Sehingga setiap dua menit mereka sudah bisa mendapatkan busway,'' ungkap Karbyanto. Hal lain yang menjadi penyebab, menurut Karbyanto, busway belum terintegrasi dengan baik. Jumlah koridor maupun feeder belum menjangkau seluruh wilayah Jakarta.
Berdasar pantauan Republika atas pengguna busway dari Blok M hingga Harmoni, sebagian besar penumpang yang ditemui mengaku sejak dulu memang sudah menggunakan angkutan umum. Menurut Tantowi, dia memang tidak punya mobil pribadi. ''Dulu, saya biasa naik bus patas AC, tapi sekarang ganti busway. Alasannya karena lebih cepat,'' ungkapnya.
Penumpang lainnya, Asih Sulastri, mengaku dulu terbiasa menggunakan sepeda motor. Karena ada busway membuat jalan semakin macet, sehingga warga yang tinggal di Mampang Prapatan itu, akhirnya beralih ke busway. ''Tapi sebenarnya lebih irit kalau naik motor,'' kata Asih. Biaya transportasinya naik dua kali lipat sejak dia naik busway.
Sementara seorang pemilik kendaraan pribadi, Anggi, mengaku sampai sekarang masih menggunakan mobil pribadinya. Anak anggota DPR ini mengaku awalnya sempat berpikir untuk beralih ke busway kalau hendak berangkat kuliah. ''Aku pernah coba naik busway ternyata desak-desakan seperti di bus umum,'' ujar Anggi. Akhirnya, dia tetap menggunakan mobil pribadi, meski harus berangkat beberapa jam lebih awal.
Di Balai Kota, Gubernur DKI Jakarta, Sutiyoso, mengatakan proyek pembangunan busway koridor VIII hingga X akan terus berjalan. Setelah anggaran disetujui dewan, pembangunan akan segera berjalan.
''Yang jelas sebelum saya turun, sepuluh koridor busway ditambah monorel jalur hijau sudah harus selesai,'' ujarnya. Artinya pada akhir tahun depan warga Jakarta sudah dapat menikmati transportasi publik itu. Sementara itu, salah satu anggota konsorsium pengadaan armada bus bagi busway koridor II dan III, Steady Safe, mengaku tidak menyalahi ketentuan perjanjian pengadaan bus. Alasannya, Steady Safe memang memperoleh giliran pengadaan bus dengan tenggat waktu akhir tahun ini.
Agoes Soegiarto, direktur utama PT Steady Safe Tbk, menjelaskan pengadaan bus dibagi dalam dua tahap. Pertama, dengan batas waktu Juli 2006 untuk 71 unit bus yang harus dipenuhi oleh keempat anggota konsorsium. Yakni, Mayasari Bakti 63 unit, Metromini lima unit, Perusahaan Pengangkutan Djakarta (PPD) dua unit, dan Steady Safe satu unit.
Steady Safe, ujar Agoes, telah memenuhi bus untuk pengadaan tahap pertama. Sisa 55 unit bus lainnya harus dirampungkan pada pengadaan tahap kedua dengan tenggat waktu Desember 2006 oleh anggota konsorsium. Dari 126 unit bus untuk busway koridor II dan III, Steady Safe berkewajiban untuk memenuhi 30 unit. Setelah memenuhi satu unit di tahap pertama, Steady Safe berkewajiban memenuhi 29 unit bus untuk tahap kedua. dwo/ind
Fakta Angka
30 unit bus
Kewajiban Steady Safe untuk pengadaan busway koridor II dan III
No comments:
Post a Comment