Busway dan waterway Surabaya
Surabaya Segera Miliki Busway dan Bus Air
KOMPAS, Rabu--Dinas Perhubungan (Dishub) Jawa Timur merencanakan kota metropolitan Surabaya akan segera memiliki "busway" pada 2008 dan bus air yang melintasi Kalimas pada 2009.
"Bagi Surabaya, transportasi massal itu suatu keniscayaan, karena panjang jalan tidak bertambah, tapi jumlah kendaraan sudah naik 9,7 persen per-tahun," kata Kepala Dishub Jatim DR Hari Sugiri di Surabaya, Selasa.
Ia mengemukakan hal itu dalam seminar "Analisis Dampak Lingkungan Lalu Lintas Di Kota Surabaya Sebagai Parameter Pembangunan Transportasi di Jawa Timur" untuk memperingati Lustrum V Universitas Bhayangkara (Ubhara) Surabaya.
Menurut Ketua I Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) itu, laju kendaraan secara rata-rata di Surabaya sudah mencapai 19 kilometer/jam, yang berarti sudah sangat macet.
"Hal itu juga terlihat dari isi mobil yang umumnya satu mobil berisi 1,1 orang. Padahal 60 orang itu tidak perlu 60 kendaraan, tapi cukup dengan satu bus untuk 60 orang," katanya.
Selain itu, kepadatan arus lalu lintas menyebabkan lingkungan tercemar, kecelakaan lalu lintas meningkat, penggunaan BBM menjadi boros, tarif angkutan kota naik terus, dan disiplin berlalu lintas cenderung menurun.
"Karena itu, moda transportasi massal harus ada di Surabaya, sehingga kami berencana akan menerapkan ’busway’ pada 2008, bus air pada 2009, dan menambah KA komuter yang saat ini masih KA komuter Susi (Surabaya-Sidoarjo) dan Sulam (Surabaya-Lamongan)," katanya.
Ia mengemukakan, "busway" yang akan dimulai 2008 dari terminal bus Purabaya ke Tanjung Perak itu, membutuhkan dana Rp210 miliar untuk pembangunan depo, halte, koridor, dan pengadaan bus.
"Biaya sebesar itu mendapat dukungan dari pemerintah pusat Rp78 miliar dan sisanya dibagi Pemprov Jatim dan Pemkot Surabaya melalui APBD setempat," katanya mengungkapkan.
Selain itu, lanjutnya, pihaknya juga menerima usulan dari konsultan perkeretaapian Perancis (SNCF) untuk merekayasa ulang rel kereta api dari Lamongan, Kandangan, Pasar Turi, Kota Surabaya, Sidotopo, Gubeng, Wonokromo, Waru (bandara Juanda), Sidoarjo, Tarik, hingga Mojokerto.
"Tapi, biayanya cukup mahal, yakni Rp7,14 triliun, sehingga kami melakukan rekayasa lain terlebih dulu yakni "busway", bus air, KA komuter, dan sebagainya," katanya.
Senada dengan itu, Kasubbid Administrasi dan Supervisi Ditlantas Polda Jatim, AKBP Nurhadi Y SIK MSi selaku pembicara lain menyatakan, kemacetan tertinggi di Surabaya terjadi di Jalan Ahmad Yani.
"Kami pernah melakukan survei pada rentang waktu pukul 09.00-10.00 WIB di depan supermarket Alfa tercatat 50.000 kendaraan melintas dalam waktu hanya 5-10 menit," katanya mengungkapkan.
"Karena itu, kami melakukan berbagai rekayasa mulai dari kanalisasi, "safety riding", dan sebagainya," katanya menegaskan.
Sumber: Antara - Penulis: jodhi
No comments:
Post a Comment