13.1.04

Sebagian halte belum siap

Dua Hari Lagi Operasi, Sebagian Shelter Belum Siap
13 Januari 2004

TEMPO Interaktif - Busway tinggal dua hari lagi akan dioperasikan, namun beberapa shelter atau tempat perhentian masih tampak belum siap. Berdasarkan pantauan Tempo News Room ke dua shelter, yakni shelter Harmoni dan shelter Gajah Mada, Selasa (13/01) sore, melihat para pekerja masih tampak menyelesaikan shelter tersebut.

Di shelter Harmoni, para pekerja masih menyelesaikan anak-anak tangga yang langsung menghubungkan calon penumpang busway dengan shelter. Para pekerja yang berada di bawah pengawasan PT Jaya Konstruksindo ini pun terlihat sedang memeriksa pintu-pintu otomatis. "Kami sedang berupaya menyelesaikan pengerjaan shelter ini agar bisa digunakan tepat waktunya," ujar Prastomo, karyawan PT Jaya Konstruksindo yang sore itu sedang mengawasi para pekerja.

Prastomo menjelaskan, di tiap jalur busway dibangun dua shelter. Satu shelter untuk penumpang yang datang dan satu untuk calon penumpang yang akan diberangkatkan. Karena itu ukuran keduanya pun berbeda. "Shelter untuk calon penumpang ukurannya lebih besar karena ada tempat untuk penjualan tiket," ujarnya. Shelter Harmoni sendiri berukuran kurang lebih 12 meter x 4 meter. Sementara shelter untuk kedatangan penumpang 8 meter x 4 meter.

Shelter berbentuk trapesium itu tidak memiliki daun jendela yang dapat dibuka. Ventilasi di shelter dibuat berbentuk kisi-kisi. "Karena kami piker lebih aman bila ventilasi berbentuk kisi-kisi. Kalau bentuk jendela lebih riskan," ujar Prastomo. Plafon shelter disangga oleh tujuh tiang baja. Shelter dilengkapi penerang yang berasal dari 10 kotak lampu yang masing-masing kotaknya berisi 4 buah lampu neon. Lampu-lampu ini hanya dinyalakan saat menjelang sore. "Saklarnya ada di situ," ujarnya sambil menunjuk kotak saklar yang terletak tidak jauh dari pintu otomatis. Tak ada AC di shelter.

Di tiap shelter yang masing-masing berpintu satu itu, lanjut Prastomo, dipasang empat alat sensor. Sensor itu yang membuat pintu shelter akan membuka dan menutup secara otomatis. "Begitu kepala bis menyentuh sensor itu, maka pintu akan langsung terbuka dan penumpang bisa langsung naik. Sebaliknya, begitu badan bis menjauh sensor penutup yang akan bekerja," jelas Prastomo sambil menunjukkan letak kedua sensor itu. Sensor itu sendiri berbentuk kotak kecil berukuran sekitar 10 sentimeter x 5 sentimeter. Dari tulisan di kotak itu, terlihat bahwa alat sensor itu buatan Cina.

Prastomo menjelaskan, semua shelter di jalur Busway Blok M-Kota terbuat dari aluminium dan baja murni. "Perbandingannya sekitar 40 persen aluminium, 60 persen baja murni," ujarnya. Bahan aluminium itu digunakan untuk membangun semua sisi bangunan shelter, termasuk lantainya. Sementara baja murni digunakan untuk membuat tiang-tiang penyangga shelter maupun tiang penyangga plaza penghubung. Kedua shelter dihubungkan dengan plaza penghubung yang panjangnya sekitar 12 meter. Plaza itu sendiri didesain beratap polycarbonate untuk melindungi para penumpang dari terik matahari atau hujan.

Sementara tempat pembelian tiket, yang menurut pengamatan TNR terlalu kecil, tampak sesak karena terdapat sebuah brankas besi yang diletakkan dibelakang kursi petugas loket.

Tidak jauh dari loket pembelian tiket, para calon penumpang harus melewati pintu yang berbentuk palang besi berputar. Pintu itu akan berputar secara otomatis jika penumpang telah memasukkan tiket atau menggesekkan voucher ke alat sensor yang terletak di atas kotak besi tempat palang pintu. "Kalau sudah digesek akan terlihat lampu biru menyala di kotak kaca ini. Baru kemudian pintu akan berputar," ujar Prastomo menjelaskan cara pengoperasian pintu otomatis itu.

Mengenai kenyamanan penumpang saat menunggu kedatangan busway, menurut Prastomo, akan disediakan kursi-kursi semi plastik. "Tapi jarak kedatangan antar bis kan tidak terlalu lama. Rencananya tiap tiga menit bis akan tiba." Selain itu, shelter juga didesain sedemikian rupa untuk memberi kenyamanan bagi penumpang. Plafon shelter, lanjut Prastomo, dilapisi oleh busa. "Busa itu untuk menahan panas sehingga walaupun terbuat dari aluminium penumpang tidak akan kepanasan," katanya.

Selain faktor kenyamanan, Pemda DKI juga memperhatikan factor keamanan penumpang, Karena itu, tiap shelter akan dijaga petugas keamanan. Petugas itu berjaga dalam dua shift. Shift pertama dari pukul 07.00-14.00 WIB. Shift kedua pukul 14.00-18.00 WIB. "Sementara dari pukul 18.00-06.00 WIB namanya tugas piket, Mbak," ujar Acep Suparman, petugas keamanan yang sore itu sedang berjaga bersama kedua orang rekannya, Rusliana dan Ade Anwar.

Menurut Rusliana, rekan Acep, petugas keamanan disiagakan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya tindak kriminal. "Selain di shelter ini, di dalam bis juga ada dua petugas keamanan yang berjaga di depan dan dibelakang," jelas Rusliana.

Namun, ada satu hal yang dilupakan untuk membuat penumpang nyaman. "Di sini tidak ada kamar kecil, Mbak," ujar Acep. Hal itu, selain menyulitkan petugas jaga, tentu akan menyulitkan penumpang. "Saya saja kalau sedang bertugas terpaksa harus mencari kamar kecil di pertokoan sekitar sini," ujar Acep.

Selain itu, berbeda dengan shelter Gajah Mada, shelter di Harmoni ini tampaknya tidak diperuntukkan bagi para penyandang cacat. Sebab, jembatan penyeberangan menuju ke shelter hanya tersedia tangga yang hanya dapat digunakan oleh orang normal. Sementara di shelter Gajah Mada jalur menuju shelter dibuat landai tanpa anak-anak tangga sehingga memungkinkan penyandang cacat untuk memanfaatkan busway. "Saya tidak tahu. Kami hanya membangun shelter ini seperti yang diperintahkan saja," ujar Prastomo saat ditanya mengapa jalur dari jembatan penyeberangan menuju shelter Harmoni tidak dibuat landai. [Siti Masriyah - Tempo News Room]

No comments: