Mulai koridor 4 tidak ada kajian
Busway Menyimpang
Implementasi Pola Transportasi Makro Makin Kabur
Kemacetan parah akibat pembangunan jalur khusus bus (busway) belakangan ini, ternyata terkait erat dengan terjadinya penyimpangan dalam pelaksanaan proyek tersebut. Akibatnya, busway yang sejak awal dirancang mengurangi kemacetan, justru penjadi pemicu kemacetan luar biasa.
"Kondisi ini terjadi karena banyak penyimpangan dari rencana awal serta dari pola asli yang ditiru," kata sumber SP, yang sempat terlibat dalam perencanaan dan pelaksanaan Pola Transportasi Makro (PTM), di Jakarta, Kamis (8/11).
Jika konsep Transmilenio di Bogota, Kolombia, yang diadopsi Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menjadi busway, diteliti lebih dalam, sangat mudah menganalisis mengapa proyek busway di Jakarta justru menjadi penyebab kemacetan. "Sejak pembangunan Koridor I (Blok M-Kota), tanda-tanda ketidakberesan sudah tampak. Kesan tergesa-gesa sangat jelas terlihat dan tidak bisa disembunyikan," ujarnya.
Contohnya, hingga saat ini tidak terlihat tanda-tanda keberadaan bus pengumpan (feeder). Padahal, elemen ini merupakan bagian vital dari sistem Bus Rapid Transit (BRT), atau busway, yang diterapkan dengan mengacu pada konsep Transmilenio itu.
Elemen lain yang terlupakan adalah manajemen lalu lintas. Di Koridor I, manajemen lalu lintas, seperti three in one, diterapkan guna mendukung koridor Blok M-Kota. Namun, untuk Koridor II sampai VII, hal ini sama sekali tidak diperhatikan.
"Belum lagi kalau berbicara soal ketersediaan bus yang sangat minim, yang membuat calon penumpang harus menunggu berjam-jam hingga bus datang. Kondisi ini sangat tidak ideal, karena waktu jeda antarbus yang dirancang Pemprov DKI hanya 1,5 hingga lima menit," ujarnya.
Hingga saat ini, tidak terlihat tanda-tanda keberadaan bus pengumpan (feeder). Padahal, elemen moda yang satu ini merupakan bagian vital dari busway, sebagaimana yang diterapkan dengan baik oleh Transmilenio.
Infrastruktur lain yang terlupakan adalah perlunya fasilitas parkir bagi kendaraan pribadi milik warga dari luar yang hendak bekerja di Jakarta. Fasilitas ini sangat penting supaya kendaraan pribadi dapat tertahan di luar kota, dan warga masuk ke Jakarta dengan menggunakan busway, sehingga tekanan volume kendaraan di dalam kota berkurang.
"Tingkat ketelitian dalam mengimplementasikan Pola Transportasi Makro lewat busway semakin lama kian kabur. Waktu Koridor I akan dimulai, banyak kajian dilakukan. Tetapi ketelitian ini semakin berkurang sampai Koridor III. Setelah itu, mulai dari Koridor IV, kajian-kajian sepertinya tidak ada lagi dan langsung dibangun infrastruktur," katanya.
Melihat kondisi yang ada sekarang, hal lain yang mendesak adalah secepatnya menyelesaikan pekerjaan infrastruktur Koridor VIII-XI dan tidak memaksakan untuk membangun Koridor XII-XV, sebelum perbaikan menyeluruh terhadap sistem busway yang selama ini berjalan.
Dua Faktor
Secara terpisah Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo menjelaskan, ada dua faktor yang mempengaruhi kemacetan di Jakarta, yakni adalah ruas jalan terbatas dan pertumbuhan kendaraan tak sebanding dengan ruas jalan.
"Kita tidak bisa batasi pertumbuhan kendaraan karena itu berada di kewenangan pemerintah pusat. Kalau kita minta pembelian kendaraan dibatasi, itu mempengaruhi pertumbuhan industri otomotif yang jadi salah satu andalan devisa. Sedangkan kalau kita menambah ruas jalan, itu pun butuh waktu yang lama dan ketersediaan lahan di Jakarta tidak memungkinkan. Makanya pilihannya adalah membatasi penggunaan kendaraan pribadi, tetapi itu baru bisa dilakukan kalau kita sudah menyediakan angkutan umum yang layak," ujar Fauzi Bowo.
Gubernur menjelaskan, dalam satu hari ada 17 juta trip atau perjalanan yang terjadi di Jakarta. Dari jumlah tersebut, sekitar 12-13 juta trip dilakukan melalui kendaraan pribadi. Sedangkan sekitar 4 juta hingga 5 juta oleh angkutan umum. Dari jumlah tersebut yang terlayani busway baru sekitar 200-250 trip per hari. [E-7/M-16/J-9]
No comments:
Post a Comment