31.12.07

Refleksi Transportasi 2007

Pengguna kendaraan bermotor masih enggan beralih ke TransJakarta (TransJ) karena lama ditunggu dan harus berdesakan. TransJ harus merombak sistem operasionalnya.
Demikian salah satu evaluasi akhir tahun sistem transportasi dalam jumpa pers Refleksi Transportasi 2007 di Gedung Ranuza, Jl Timor, Jakarta Pusat, Senin (31/12/2007).

"Dirombak itu bukan diganti manajemennya, tapi sistemnya dirombak total," ujar pengamat transportasi F Trisbiantara.

Menurut Tris, TransJ hanya meniru bentuk fisik Trans Milenio di Bogota, Kolombia. Namun TransJ tidak mengadaptasi sistem manajemen pengoperasiannya. Akibatnya operasional Trans Jakarta menjadi semerawut.
"Masak mengendalikan 400 bus hanya pake handy talkie? Kalau Trans Milenio sudah online. Jadi bisa tepat menambah atau mengurangi jumlah bus yang beroperasi," cetusnya.

Untuk itu, Tris menyarankan TransJ mengundang Trans Milenio untuk menjadi rekanan operasional. Setelah TransJ memahami pola kerjanya, barulah TransJ mengatur secara penuh. (fay/ken) Detikcom
more

Buy The Service. Sebuah solusi.

BUY THE SERVICE SEBUAH SOLUSI GUNA MENINGKATKAN KINERJA ANGKUTAN UMUM DI PERKOTAAN
Sucipto [Perencana Madya PTIS - BPPT]
Prosiding Semiloka Teknologi Simulasi dan Komputasi serta Aplikasi 2006

Ilustrasi perbandingan moda: 80 orang dengan mobil, motor atau bus

Abstrak
Kemacetan dengan segala konsekuensinya adalah masalah umum yang sedang dan akan dihadapi oleh kota – kota besar di Indonesia. Kondisi tersebut terjadi karena tidak adanya keseimbangan/keadilan kebijakan – kebijakan publik yang dikeluarkan pemerintah terhadap kendaraan pribadi dan angkutan umum. Pembangunan jalan layang (fly over), under pass, jalan tol adalah contoh kebijakan yang berpihak kepada angkutan pribadi (private cars). Pada sisi lain kinerja angkutan umum akan terus terdesak/menurun seiring dengan menurunnya kinerja jaringan jalan sebagai akibat dari peningkatan penggunaan kendaraan pribadi. Guna meningkatkan kinerja angkutan umum maka salah satu kebijakan yang harus dilakukan pemerintah adalah “membeli semua perjalanan” atau buy the service dan kemudian merencanakan kembali angkutan umum yang aman, nyaman dan handal, yang dibarengi dengan “mengganggu kenyamanan penggunaan kendaraan pribadi”. Dana pembelian dapat berasal dari Transport fund yang dibentuk pemerintah.

1. PENDAHULUAN
Transportasi tangggung jawab pemerintah terutama berkaitan dengan penyediaan prasarana/infrastruktur dan angkutan umum (public transportation). Sehingga pemerintah adalah satu satunya institusi yang bertanggung jawab terhadap kinerja dari sektor transportasi tersebut. Dengan demikian maka baik buruknya kinerja sektor transportasi sangat tergantung dari konsistensi dan implementasi kebijakan publik yang dikeluarkan pemerintah.

Mencermati kebijakan publik yang dikeluarkan pemerintah yang terkait dengan sistem transportasi perkotaan selama ini maka yang ada adalah keberpihakannya kepada pengguna kendaraan pribadi. Sebagai contoh adalah pembangunan atau peningkatan jalan, pembangunan jalan layang (fly over), pembangunan jalan bawah/under pass dan pembangunan jalan tol. Pembangunan infrastruktur tersebut adalah bentuk dari memanjakan penggunaan kendaraan pribadi.

Sementara itu pada sisi yang lain pemerintah seakan tak pernah mengatur/mengelola angkutan umum selain hanya soal tarif. Akan tetapi disaat kemacetan kota mulai terasa menggangu peranan angkutan umum mulai dipertanyakan. Angkutan umum dituding sebagai biang kesemrawutan lalu lintas, penyebab kemacetan, kinerja pelayanannya jelek dan sebagainya.

Sehingga dimasa datang sudah seharusnya pemerintah sebagai institusi yang berhak mengeluarkan kebijakan yang terkait dengan kepentingan publik maka harus menjaga keadilan. Dengan kebijakan yang adil artinya tidak berpihak maka diharapkan akan terjadi keseimbangan antara penggunaan kendaraan pribadi dengan angkutan umum. Pada saat ini penggunaan kendaraan pribadi di kota-kota besar di indonesia masih lebih banyak dari pada dengan angkutan umum.

2. PERMASALAHAN SISTEM TRANSPORTASI PERKOTAAN

Permasalahan-permasalahan transportasi perkotaan akan meliputi beberapa hal antara lain:

  • • Peak hour crowding on public transport
  • • Off peak inadequacy of public transport
  • • Accidents
  • • Traffic management
  • • Parking difficulties
  • • Enviromental impact
  • • Difficulteis for pedestrians

Dari beberapa permasalahan transportasi perkotaan tersebut maka yang paling dirasakan oleh masyarakat adalah kemacetan dan buruknya pelayanan angkutan umum.
Kemacetan terjadi salah satunya karena tidak seimbangnya antara jumlah kendaraan dengan panjang jalan. Sebagai gambaran, luasan lahan untuk jalan dibandingkan dengan luas wilayah kota-kota di Amerika Serikat rata-rata berkisar 20-26%, sedangkan DKI Jakarta hanya berkisar 4%. Gambar 1. adalah contoh gambaran kemacetan di DKI Jakarta.

Gambar 1. Kecepatan rata-rata kendaraan di DKI Jakarta

Sementara itu permasalahan angkutan umum salah satunya adalah tidak jelasnya hirarki rute/trayek yang dikeluarkan, tidak jelas mana trayek utama (trunk line) dan mana trayek pengumpan (feeder line). Gambar 2. merupakan contoh trayek angkutan umum di DKI Jakarta.
Dari gambar 2 terlihat bahwa tidak jelas hirarki dan terjadi tumpang tindih trayek.

Gambar 2. Rute Angkutan Umum di DKI Jakarta

3. Membeli Perjalanan Dengan Angkutan Umum (buy the service)
Citra angkutan umum kota-kota besar di Indonesia jauh dari kesan baik, tak ada kepastian, tidak nyaman, tidak aman, cara mengemudi ugal ugalan dan sebagainya. Kondisi tersebut disebabkan banyak faktor diantaranya adalah mengejar setoran. Selain hal-hal tersebut faktor eksternal yang menjadikan angkutan umum tidak menarik adalah “kemacetan”. Karena kemacetan maka seluruh perencanaan operasional angkutan umum menjadi tidak bisa berjalan sebagaimana mestinya.

Guna mengembalikan citra angkutan umum yang terus merosot, sehingga dapat menjadi pilihan (bukan keterpaksaan) bagi pelaku perjalanan untuk menggunakan angkutan umum adalah dengan melakukan upaya peningkatan kinerja angkutan umum sehingga menjadi angkutan umum yang aman, nyaman dan handal. Semua itu dapat dilakukan jika pemerintah bersedia membeli semua perjalanan dengan menggunakan angkutan umum.
Sehingga dengan demikian maka pemerintah berkuasa penuh terhadap proses perencanaan operasional angkutan umum, dan ini sejatinya memang tanggung jawab pemerintah.
Sebagai contoh bentuk pembelian perjalanan adalah beroperasinya “busway” di DKI Jakarta.

Proses perencanaan angkutan umum akan meliputi beberapa tahapan yang diawali dengan perhitungan demand angkutan umum dan pemilihan teknologi moda, perencanaan sistem jaringan trayek/rute, menetapkan standar pelayanan, menetapkan standar operasional prosedur (SOP) dan tentu saja satu hal yang tidak bisa dikesampingkan adalah proses perijinan trayek.

3.1. Memilih Teknologi Moda Angkutan Umum
Secara umum moda angkutan perkotaan dikelompokan menjadi tiga yaitu :

  • • Low Capacity Modes : Paratransit
  • • Medium Capacity Mode : Street Transit
  • • High Performance Modes : Semirapid

Transit dan Rapid Transit
Dalam kerangka perencaan sistem transportasi perkotaan khususnya angkutan umum maka pemilihan teknologi moda akan didasarkan pada besaran permintaan. Sehingga berdasarkan kebutuhan perjalanan yang menggunakan angkutan umum dapat ditentukan jenis teknologi yang sesuai. Sebagai salah satu acuan pemilihan teknologi angkutan umum disajikan pada Tabel 1. dan Tabel 2.




3.2. Merencanakan Rute Angkutan Umum
Ada beberapa tipe rute angkutan umum yaitu tipe radial, grid dan mixed. Filosofi dasar penyusunan rute adalah “memaksimalkan daerah layanan dan meminimalkan biaya operasi kendaraan. Berdasarkan filosofi tersebut maka ada beberapa kriteria utama penyusunan trayek yaitu “straight line” dan hindari “overlapping”.

Sementara itu hirarki rute terdiri dari trunk line dan feeder line. Gambar 3. dan Gambar 4. adalah contoh DKI Jakarta dalam menata kembali hirarki trayek angkutan umum.

Gambar 3. Trunk line DKI Jakarta


Gambar 4. Konsep Penataan Feeder Line DKI Jakarta


Tahapan selanjutnya adalah menentukan standar pelayanan yang akan ditawarkan kepada masyarakat, dan tentu saja guna menjamin pelayanan yang diberikan akan terjaga sesuai dengan yang ditawarkan maka harus ada standar operasional prosedur (SOP) yang harus dijalankan oleh operator ”terpilih”.

3.3. Mekanisme Perijinan Atau pemilihan Operator
Setelah pemerintah membeli semua perjalanan dengan angkutan umum (trunk atau feeder line) maka selanjutnya pemerintah dapat memilih operator angkutan umum dengan standar pelayanan yang telah ditetapkan sebelumnya. Memilih operator yang terbaik adalah dengan melakukan lelang. Operator pemenang selanjutnya akan melakukan kontrak kerja dengan pemerintah.
Operator pemenang tersebut setelah pada periode waktu tertentu harus dievaluasi atau dilakukan audit pelayanan, jika hasilnya baik dapat diperpanjang dan sebaliknya. Audit pelayanan dapat dilakukan oleh badan/lembaga independent, yang anggotanya bisa terdiri dari unsur pemerintah, LSM maupun para pakar angkutan umum atau transportasi. Alur pemikiran tersebut disajikan pada Gambar 6.
Gambar 6. Mekanisme Pemilihan Operator


4. Transport Fund
Pertanyaan selanjutnya adalah apakah pemerintah mempunyai cukup dana untuk membeli semua perjalanan dengan menggunakan angkutan umum ?.
Jawabnya tentu saja tidak ada jika hanya berdasarkan kepada anggaran normatif, akan tetapi sebenarnya pembiayaan dapat dilakukan melalui berbagai cara diantaranya adalah dengan membentuk transport fund. Transport fund ini dimaksudkan untuk mengelola semua pendapatan yang berasal dari pengguna jasa transportasi. Dana-dana tersebut dapat berasal dari pajak kendaraan, restribusi parkir, bea balik nama, restribusi terminal dan lain sebagainya.
Disamping itu dana juga dapat diperoleh dari penerapan “road pricing” yaitu pajak penggunaan kendaraan bila memasuki kawasan tertentu.
Dana yang terkumpul tersebut dapat digunakan untuk melakukan perbaikan-perbaikan angkutan umum, sehingga ada subsidi silang.

5. Upaya “mengganggu” Kenyamanan Penggunaan Kendaran Pribadi
Keseimbangan penggunaan angkutan umum dengan kendaraan pribadi harus terus diupayakan diantaranya adalah melalui perbaikan kinerja pelayanan angkutan umum.
Pada saat yang sama juga harus dilakukan kebijakan-kebijakan yang bertujuan untuk membatasi penggunaan angkutan umum atau istilah penulis adalah mengganggu kenyamanan penggunaan kenadaraan pribadi.

DKI Jakarta sebagai daerah yang pertama kali di Indonesia yang menerapkan sistem angkutan baru ”busway” sampai sekarang ini masih terlihat kurang konsisten dalam menciptakan keseimbangan penggunaan angkutan umum dan kendaraan pribadi.
Kondisi ini terlihat dengan adanya rencana pembangunan 6 jalan tol dalam kota :
  • 1. Kemayoran – Kampung Melayu
  • 2. Rawa Buaya – Sunter
  • 3. Kampung Melayu – Tanah Abang
  • 4. Sunter – Pulogebang
  • 5. Pasar Minggu – Casablanca
  • 6. Ulujami – Tanah Abang

Hal tersebut memperlihatkan bahwa melalui busway diharapkan ada perpindahan dari pengguna kendaraan pribadi ke angkutan umum (busway) menjadi semakin sulit terwujudkan, karena pengguna kendaraan pribadi menjadi terfasilitasi dengan adanya pembangunan jalan tol tersebut.
Seharusnya disaat angkutan umum telah dan sedang diperbaiki, maka pada sisi lain harus ditunjang dengan kebijakan untuk mengganggu kenyamanan penggunaan kendaraan pribadi.

Kebijakan-kebijakan tersebut antara lain dengan :
  • • Menentukan jumlah minimal penumpang kendaraan pribadi
  • Road Pricing
  • • Pembatasan umur kendaraan
  • • Pemberlakuan nomor genap dan ganjil pada hari yang berbeda
  • • Tarif parkir progresif
  • • Dll

Pilihan terbaik adalah road pricing, dan tentu saja tidak single tapi mestinya multi kebijakan (seperti parkir progresif) sehingga ada dana terkumpul yang kemudian dimasukkan dalam transport fund untuk perbaikan angkutan umum atau membeli perjalanan dengan angkutan umum.

6. Kesimpulan
Peranan angkutan umum di kota – kota besar di Indonesia harus terus didorong agar terjadi keseimbangan dengan penggunaan kendaraan pribadi.
Jika pemerintah berkehendak untuk melakukan perbaikan kinerja angkutan umum maka hal pertama yang harus dilakukan adalah ”membeli semua perjalanan dengan angkutan umum” atau buy the service melalui transport fund.
Guna mengoptimalkan penggunaan angkutan umum atau terjadi perpindahan dari kendaraan pribadi ke angkutan umum maka harus ada kebijakan – kebijakan yang sifatnya ”mengganggu” kenyamanan penggunaan kendaraan pribadi. [diunduh dari www.komputasi.inn.bppt.go.id]
more

30.12.07

Dewan Transportasi menolak

Rencana Kenaikan Tarif Busway Ditolak
Parlemen tidak akan mengizinkan tarif naik bila belum ada langkah efisiensi biaya operasional busway.

Dewan Transportasi Kota Jakarta menolak rencana kenaikan tarif bus Transjakarta. "Pelayanannya masih di bawah harapan," kata anggota Dewan Transportasi, Harya Setyaka Dillon, dalam konferensi pers di halte busway Balai Kota kemarin.

Sebelumnya, Pemerintah Provinsi Jakarta berencana memberlakukan tarif busway Rp 5.000 pada Januari tahun depan, naik dari tarif selama ini yang Rp 3.500. Kenaikan itu, kata Sekretaris Daerah Ritola Tasmaya, untuk meningkatkan kualitas pelayanan.

Rencana kenaikan tarif ini sebelumnya juga ditolak oleh Komisi D Dewan Perwakilan Rakyat DKI Jakarta. Parlemen tidak akan mengizinkan tarif naik bila belum ada langkah efisiensi biaya operasional busway.

Dalam pemaparan kemarin, Dewan Transportasi Kota mengutip sebuah survei tentang Transjakarta. Survei Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia ini menyimpulkan bahwa 74 persen responden, total 1.062 orang, mengeluhkan lamanya waktu menunggu armada Transjakarta. "Idealnya 2-5 menit per bus," kata Tubagus Haryo, anggota Dewan.

Selain waktu menunggu, standar pelayanan minimum busway hingga kini belum juga lengkap. "Ini termasuk pembahasan kami," katanya. Hasil penjualan tiket yang tidak transparan juga menjadi keberatan Dewan. Berapa persisnya subsidi untuk setiap penumpang belum diketahui. "Mesti diaudit dulu sebelum memutuskan tarif naik atau tidak," kata Tubagus.

Menurut catatan Dewan, pemerintah Jakarta mengusulkan subsidi untuk penumpang busway mencapai Rp 230 miliar untuk anggaran tahun depan. Padahal publik pengguna busway hanya 5 persen dari penduduk Jakarta.

Pada kesempatan yang sama Dewan juga merekomendasikan agar tiket kertas yang berlaku sekarang diganti dengan tiket elektronik (online). Hal ini demi mempermudah proses audit dan pengawasan penjualan. Tiket elektronik juga akan menghemat biaya lantaran bisa berlaku hingga enam bulan. MUHAMMAD NUR ROCHMI - KoranTempo

Laporan Sinar Harapan | Andreas Piatu:

Dewan Transportasi Kota (DTK) Jakarta menyatakan menolak rencana kenaikan tarif busway yang akan diberlakukan 2008. Untuk menaikkan tarif busway harus dikaji secara sungguh-sungguh terutama menyangkut aspek manajemen.
Hal ini dikatakan anggota DTK, Herry C Rotty kepada SH, Jumat (28/12) siang. Dia menyatakan, kenaikan tarif busway tidak bisa dilakukan begitu saja, tapi harus dikaji secara benar-benar mengenai pengelolaannya.

Kenaikan tarif jelas akan menambah beban masyarakat. Karena itu, kepentingan masyarakat, beban maysarakat harus dipertimbangkan dalam rencana menaikkan tarif. ‘’Kenaikan tarif tidak ada hubungan dengan keuntungan operator karena operator dibayar berdasarkan kilometer,’’ kata Rotty.
Sikap penolakan DTK terkait rencana kenaikan tarif busway itu secara resmi akan disampaikan, Sabtu (29/12) siang ini.

Sebelumnya, Sekretaris Daerah (Sekda) Jakarta, Ritola Tasmaya kepada SH mengatakan, bila tarif busway naik dari Rp 3.500 menjadi Rp 5.000 suatu yang masih dalam batas wajar. Kenaikan sebesar itu masih bisa dimengerti mengingat subsidinya besar.
Dalam kondisi sekarang, pilihannya adalah menaikkan tarif atau menambah subsidi. Bila tidak ada kenaikan tarif maka subsidi pasti ditambah. Sebaliknya, kalau tarif naik tentu subsidi berkurang atau tetap tergantung besarnya kenaikan tarif. ‘’Pilihannya menambah subsidi sehingga membengkak atau menaikkan tarif,’’ katanya.

Subsidi Pemda Jakarta sangat besar. Dengan tarif Rp 3.500, Pemda Jakarta menyubsidi sekitar Rp 300 miliar setiap tahun. Jumlah itu akan semakin membengkak karena tambahan koridor busway yang sekaligus berarti ada tambahan bus.
Semakin banyak bus dioperasikan akan semakin besar subsidi karena Pemda Jakarta membayar operator berdasarkan kilometer. Makin banyak kilometer yang ditempuh akan semakin besar beban yang harus dibayar kepada operator.

Sehubungan dengan adanya tambahan koridor yang berarti terjadi pertambahan bus maka Badan Layanan Umum (BLU) TransJakarta sebagai pihak pengelola mengajukan anggaran sebesar Rp 500 miliar untuk tahun 2008. Anggaran sebesar itu mengingat subsidi yang makin besar dengan adanya tambahan bus yang dioperasikan.

Hanya saja usulan BLU TransJakarta hanya mendapat persetujuan sekitar Rp 260 miliar. Alasannya, dari bus yang dioperasikan, tentu ada pemasukan sehingga rencana Rp 500 miliar bisa dipenuhi. Selain itu, dengan makin banyak bus yang dioperasikan, pemasukan pun akan bertambah yang bisa dipakai BLU.

Bila tarif tidak naik dan subsidi tidak ditambah maka dampaknya banyak bus tidak dioperasikan karena tidak ada anggaran cukup untuk membayar kepada operator.
Dampak lebih jauh adalah pelayanan busway kepada masyarakat semakin buruk. Antrean panjang di halte-halte, busway penuh sesak dan tidak ada bedanya dengan angkutan umum lain akan terjadi. [Sinar Harapan}n
more

28.12.07

Malam tahun baru hanya sampai jam 20:00

Menyambut tahun baru 2008, sejak 16:00 31 Desember 2007, kawasan Monas akan tertutup bagi kendaraan bermotor. Wali Kota Jakarta Pusat Muhaya menyatakan bus Transjakarta tetap akan melewati kawasan Monas, namun dibatasi hingga pukul 20.00 saja.

Kepala Suku Dinas Perhubungan Jakarta Pusat, Johny Aruan, mengatakan, pembatasan operasional busway ini bersifat situasional. "Jika kondisi kawasan Monas sudah tidak memungkinkan untuk dilalui, maka bus Transjakarta akan berhenti beroperasi."

Direktur Operasional Trans Batavia, Jabes Sihombing, mengatakan bahwa pihaknya belum memperoleh kepastian. "Hari ini saya akan menanyakannya ke BLU."
more

27.12.07

Operator pun terbayar sudah

Empat konsorsium bus transjakarta busway yakni Jakarta Expres Trans, Trans Batavia , Jakarta Trans Metropolitan, dan Jakarta Mega Trans hari ini menerima bayaran biaya operasional, demikian pernyataan Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Nurachman pada wartawan.

Sebelumnya, dalam surat 26 Desember 2007 no. Bersama/002/2007 kepada Kepala BLU Tranjakarta yang ditandatangani Bubung Burhana (Presiden direktur JET), Azis Rismaya Mahpud (Dirut TransBatavia), Agoes Soegiarto (Dirut JTM), dan Atin Sutisna (Dirut JMT) mengancam akan menghentikan operasional bila BLU tak membayar tagihan sejak Oktober-pertengahan Desember 2007.

Ketua DPD Organda DKI Jakarta Herry JC Rotty mengatakan, pembayaran operasional busway akan dibayar seluruhnya tanpa dipotong PPn. Tapi kalau BLU belum membayar, "besok kita sepakat untuk stop operasi,” ancamnya. “Jumlah tunggakannya sudah hampir Rp 100 miliar, mestinya setiap tanggal 5 dan paling lambat tanggal 10, BLU membayar biaya operasonalnya,” katanya.
more

Busway satu paket dengan pedestrian

Ternyata proyek Busway Jakarta koridor 4-14 mempunyai nama lengkap Bus Rapid Transit and Pedestrian Improvements in Jakarta. Ada enam institusi yang terlibat dalam proyek lima tahun dihitung sejak Desember 2006 ini: Pemprov DKI, ITDP, Instran, Pelangi, UNEP dan GEF.

Yang terakhir disebut itu, Global Environment Facility —sebuah lembaga bentukan UNEP, UNDP dan World Bank untuk membantu mengatasi masalah-masalah lingkungan— menyumbang dana sebesar 6,16 juta dollar dari $194 juta lebih total biaya. United Nations Environment Programme (UNEP) merupakan implementing agency-nya dalam program Climate Change Adaptation, sedangkan ITDP ($104 ribu) dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta ($187,87 juta) sebagai executing agency.

Hingga awal 2012 nanti setiap tahun harus tercapai berbagai sasaran yang telah disepakati. Mari kita kawal bersama agar proyek ini berjalan sesuai jadwal dan tujuannya:

Meningkatkan performansi busway dengan:

  1. mengoptimalkan pemilihan rute koridor 7-14 (tahun 1-koridor 4-7; tahun 2-koridor 8-11; tahun 3-koridor 11-14)
  2. mengestimasi Demand and Design Needs koridor 7-14 (tahun 2-TransJakarta mengontrol pendapatan penjualan tiket; tahun 3- mekanisme pengawasan sistem tiket; tahun 4-tender untuk operator bus dan sistem tiket)
  3. meningkatkan performansi persimpangan (tahun 4-5: persimpangan berpotensi menghambat headway dan mengakibatkan kecelakaan. Sangat sulit mendapat solusi yang tepat untuk kondisi lalulintas Jakarta)
  4. mengoptimalkan operasional busway (tahun 2-5: headway, kecepatan, keuangan, kualitas layanan, pemeliharaan, survey, training, workshop)

Membangun image dan meningkatkan penggunaan pedestrian, transport demand management, non-motorized traffic
  • Meningkatkan public information (tahun 4-sistem informasi rute, website)
  • Merasionalisasi rute-rute non-busway (tahun 5)
  • Mengevaluasi dan menerapkan langkah-langkah Transport Demand Management untuk mengurangi penggunaan kendaraan bermotor (tahun 5-electronic road pricing)
  • Meningkatkan fasilitas pedestrian dan kendaraan tak bermotor (tahun 2-pedestrian area Plaza Fatahillah, Kota; tahun 3-parkir secure untuk sepeda di 4 stasiun; tahun 4-pengembangan Plaza Fatahillah; tahun 5-pedestrian di radius 200m dari setiap stasiun)
Menularkan sistem ke dua kota lain.

Semoga local team punya semangat, stamina dan nurani yang jauh melebihi kesebelasan PSSI.
[sumber GEF, UNEP, ITDP) more

24.12.07

Busway di Google Map

Barangkali karena banyak yang tidak puas dengan informasi peta rute busway versi TransJakarta, bermunculanlah berbagai versi lain baik berupa cetakan, gambar digital hingga versi Google Map.

Di Google Map ada beberapa seperti Busway Koridor VI karya Radical Dreamer, NgeBAy, dan lain-lain. Karena masih terasa kurang lengkap, kami coba mulai menyusun Google Map khusus busway seperti yang tampil di sidebar blog ini. Tentu saja informasinya masih jauh dari lengkap. Setiap placemark secara bertahap akan dilengkapi dengan foto lokasi, tapi akan butuh waktu lama untuk melengkapinya.

Keakuratan informasi juga perlu dipantau oleh anda para pengguna peta ini. Bagi anda yang berminat untuk menyumbang saran, komentar dan foto atau barangkali ingin ikut serta sebagai penyusun/editor salah satu koridor, silahkan hubungi bataviase@gmail.com.

Semoga upaya ini memberi manfaat. Informasi yang ada bebas anda gunakan, hak ciptanya ada pada Sang Pencipta.
more

20.12.07

Armada busway termewah


Foto by: gomud13
more

19.12.07

Merumuskan Kembali Sistem Penarifan Transjakarta

Layanan Transjakarta Buruk, Tolak Kenaikan Tarif

Rencana kenaikan tarif bus jalur khusus transjakarta dari Rp 3.500 menjadi Rp 5.000 mesti ditolak sebab sampai saat ini kinerja pelayanannya masih buruk.

Meski demikian, publik juga harus terus mendukung keberadaan transjakarta. Sebagai salah satu angkutan umum massal murah, transjakarta memang didesain untuk ikut mengatasi keruwetan lalu lintas di Jakarta.

Hal itu merupakan salah satu tekanan dalam fokus grup diskusi bertajuk "Merumuskan Kembali Sistem Penarifan Transjakarta", Selasa (18/12) siang di Jakarta. Diskusi yang dihadiri sekitar 40 orang itu diselenggarakan atas kerja sama Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, Institute for Transportation and Development Policy, dan Institut Transportasi Jakarta.

Potensi kenaikan tarif dimungkinkan, dengan nilai rata-rata kemampuan membayar (ability to pay/ATP) Rp 4.216. Namun, kenaikan tarif belum bisa dilaksanakan karena tingkat ATP masih rendah. Layanan transjakarta juga masih buruk. Rencana kenaikan tarif harus ditolak.

Di tempat berbeda, Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia Bambang Susantono, menanggapi rencana pembangunan enam ruas tol dalam kota, menjelaskan, membangun tol dalam kota tak sekadar membangun jaringan jalan, tetapi juga harus diletakkan sebagai bagian dari pembangunan jaringan transportasi seperti kereta api, bus jalur khusus (busway), subway, dan monorel secara utuh.

Ada kesalahan persepsi tentang rasio jalan di DKI Jakarta yang dianggap rendah. Tidak ada angka ideal luas jalan di satu kota. Contoh kasus di berbagai negara menunjukkan keterkaitan dan hierarki jalanlah yang menentukan kelancaran lalu lintas.

"Jadi, membangun tol di dalam kota harus hati-hati dengan memerhatikan semua jaringan moda transportasi dan logistik di perkotaan," katanya. (CAL)
Jakarta, kompas more

Jakarta sangat tidak peduli

Ketika dunia di sekitar kita berupaya mengurangi emisis CO2 dan para pakar menganjurkan tambahan moda transportasi yang mendukung upaya itu, sangatlah ironis keputusan Jakarta untuk memilih pembangunan jalan tol bertingkat (untuk kendaraan pribadi) dibanding membenahi busway, kereta api (transportasi massal), jaringan jalur sepeda, pedestrian (non-polluted).

Sudah sangat kasat mata bahwa prioritas transportasi Jakarta ada dalam pembenahan sistem, perencanaan dan operasional busway. Dari masalah manajemen, layanan, sukucadang hingga pembayaran BBG yang ditunda-tunda. Dilain sisi, kerjasama dan koordinasi antar instansi (Pemprov DKI, POLDA, Departemen Perbubungan, Dirjen Pajak) begitu buruk seolah masing-masing memiliki visi sendiri yang berbeda dari tujuan negara. Pengaturan lalulintas, pengintegrasian stasiun kereta api dengan halte busway, hingga salahkaprah dalam mengenakan pajak (quote: Pajak adalah .... digunakan sebesarbesarnya untuk membiayai kebutuhan dan tugas-tugas negara demi kehidupan, kesejahteraan dan kemakmuran rakyat....)

Jakarta masih tetap akan menyiksa warganya hingga puluhan tahun ke depan dengan berbagai proyeknya: jalan tol, subway, deep tunnel, monorel.... Agaknya kita butuh orang-orang yang visioner, yang bisa memanfaatkan segala yang dimiliki sebelum memutuskan membuat yang sama sekali baru. Sekurangnya: yang sudah ada bisa dijadikan komponen dari yang baru.

Pakar transportasi asal Nepal dari Institute for Transport Policy Studies Tokyo, Dr. Surya Raj Acharya, di Fukuoka, Jepang, mengatakan "Jakarta sangat terlambat membangun sarana transportasi massal dibanding kota-kota besar lainnya di Asia."

Pada 7-10 Desember 2007 di Fukuoka, Jepang, digelar Asian City Journalist Conference Part II dihadiri 10 jurnalis dari 10 kota di Asia.

"Jalan-jalan di Bogota punya 16 lajur kiri dan kanan. Di Jakarta hanya 6 lajur hingga 9 lajur. Begitu koridor busway dibangun, menimbulkan kemacetan di Jakarta," lanjut Surya Raj Acharya.

Karenanya Pemprov DKI Jakarta harus segera membangun sistem transportasi massal lainnya secara terpadu, yang akan mengatasi kemacetan dan menekan pencemaran udara.
"Kereta api yang melayani kawasan Jakarta-Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi sangat mendesak untuk dibangun," ujarnya.

Toshi Noda, Director of the Regional Office for Asia and the Pacific of the UN Human Settlements Programme mengatakan, sudah saatnya pemerintah kota mengubah cara pandang dalam penggunaan transportasi berkelanjutan (sustainable transportation). Antara lain, menggunakan moda transportasi dengan energi lebih efisien, misalnya menggalakkan berjalan kaki, bersepeda, dan menggunakan transportasi publik ramah lingkungan.

Penting untuk menambah pilihan sarana transportasi publik serta fasilitas bersepeda dan pejalan kaki. Penggunaan bahan bakar ramah lingkungan juga mendesak untuk dilakukan. Tatat kota perlu dirancang agar bersahabat dengan lingkungan dan warga kota bisa saling berinteraksi.

Fukuoka merupakan salah satu kota model terbaik di dunia, konsepnya: pedestrian adalah raja di jalanan. Umumnya kota dibangun jauh sebelum mobil diciptakan. Kota yang dikembangkan dengan mengutamakan kendaraan bermotor akan memiliki banyak masalah: polusi, macet, ketergantungan pada bahanbakar fosil, semakin sempitnya ruang gerak dll yang berujung pada biaya ekonomi tinggi, cara hidup yang tidak sehat dan tentunya global warming pula.... (data: Shanghai Daily, Kompas foto: Bogota, David Kromba)
more

18.12.07

Secara perlunya menolak kenaikan tarif

Lima Jurus Menolak Kenaikan Tarif Busway

Salah satu jualan Fauzi Bowo (Foke) saat kampanye pemilihan kepala daerah Jakarta lalu adalah membenahi sarana transportasi publik, di antaranya mengoptimalkan jalur busway Transjakarta. Bahkan Foke akan membangun subway (kereta bawah tanah) dan monorel, yang hingga kini masih mangkrak. Apa yang digagas Foke layak mendapat political endorsement dari semua pihak, termasuk warga Jakarta.

Tapi, apa lacur, kini faktanya malah berbalik. Foke bukan mempercantik sarana transportasi publik, melainkan "menggergaji" fungsi transportasi publik itu sendiri. Terhadap busway, yang akhir-akhir ini dipersangkakan menjadi biang kemacetan oleh kelas menengah Jakarta, Foke tampak limbung dalam memberikan respons. Wujud kelimbungan itu adalah penghentian rencana pembangunan busway koridor 11 sampai 13 pada awal 2008. Keputusan membolehkan kendaraan pribadi melewati jalur busway juga merupakan blunder yang tidak termaafkan. Di negeri "mbah"-nya busway (Bogota, Kolombia), tidak ada kisah jalur busway boleh dilewati kendaraan pribadi.

Satu lagi kebijakan yang tidak bijak Foke adalah menaikkan tarif busway menjadi Rp 5.000 mulai Januari 2008. Menaikkan tarif jelas merupakan kebijakan kontraproduktif, karena hanya akan mereduksi busway sebagai sarana transportasi publik alternatif. Karena itu, lima jurus berikut ini menjadi argumen konkret menolak kenaikan tarif busway.

Pemenuhan hak konsumen

Dibandingkan dengan kereta rel listrik Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi ataupun bus reguler di Jakarta, dalam beberapa hal, layanan busway terhadap konsumen lebih baik. Tapi, jika disandingkan dengan profil busway di Bogota (Trans-Milenio) atau transportasi publik di kota lain di dunia, potret busway Transjakarta akan jomplang.

Contohnya, tingkat kepadatan penumpang pada saat peak hour bisa lebih jorok daripada KRL Jabodetabek. Fenomena semacam ini tidak terjadi di Trans-Milenio, Bogota, apalagi tingkat kerapatan (headway) antarbus. Waktu yang dijanjikan 3-5 menit oleh Badan Pengelola (BP) TransJakarta jauh panggang dari api. Terbukti, konsumen perlu lebih dari 15 menit untuk menunggu bus Transjakarta lewat. Hasil survei dari Institut Studi Transportasi dan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menyimpulkan lebih dari 60 persen konsumen mengaku belum puas (kecewa) terhadap layanan Transjakarta. Karena kekecewaannya itu, mayoritas pengguna busway menolak keras jika tarif busway dinaikkan.

Biaya operasional

Inilah poin paling sensitif dan krusial. Saat ini, dengan 200 ribu penumpang per hari atau sekitar 65 juta penumpang per tahun, BP TransJakarta meraup pendapatan minimal Rp 700 juta per hari. Memang, jika dibandingkan dengan biaya operasional, BP TransJakarta masih tekor.

Sebab, biaya operasional BP TransJakarta mencapai Rp 1,3 miliar per hari. Artinya, masih minus Rp 623 juta untuk menutup biaya operasional. Namun, jangan silap, nilai selisih yang membuat tekor itu sudah tertutupi oleh subsidi Pemerintah Provinsi Jakarta, yang pada 2007 mencapai Rp 230 miliar.

Dengan demikian, sekalipun tarifnya hanya Rp 3.500 per penumpang--dan plus subsidi--tidak cukup alasan bagi Pemerintah Provinsi Jakarta menaikkan tarif busway. Klaim bahwa kenaikan tarif itu dilakukan untuk menekan subsidi karena makin banyak koridor yang dibangun, juga klaim yang tidak berdasar, merupakan klaim sesat.

Yang terjadi malah sebaliknya. Makin banyak koridor yang dibangun secara ekonomis justru akan menekan biaya operasional karena pendapatan yang diterima BP TransJakarta juga meningkat secara tajam.

Politik subsidi

Secara filosofi, kenaikan tarif busway merupakan pengingkaran terhadap pengelolaan transportasi publik. Di jagat mana pun, yang namanya angkutan massal cepat (mass rapid transit) masih disubsidi. Artinya, secara ekonomis, tarif yang dikenakan kepada konsumen bukanlah tarif keekonomian, yang bisa menutup seluruh biaya operasi.

Angkutan massal cepat di negara maju sekalipun, seperti di Tokyo, London, serta Hong Kong, pemerintah masih memberikan subsidi. Subsidi terhadap angkutan massal cepat adalah logis dan wajar, mengingat biaya operasionalnya memang sangat tinggi dan tidak mungkin ditimpakan 100 persen kepada konsumennya.

Mereka sadar betul, ketika angkutan massal cepatnya berfungsi optimal (berkat subsidi), akan menangguk berbagai keuntungan yang nilainya jauh lebih besar ketimbang nilai subsidi. Penghematan bahan bakar, lancarnya lalu lintas, serta menurunnya polusi adalah contoh nyata keuntungan menggunakan mass rapid transit. Belum lagi bertumbuhnya ekonomi perkotaan yang meningkat secara signifikan.

Konspirasi industri otomotif

Lebih dari itu, secara politis, kenaikan tarif busway seyogianya tidak hanya dilihat dari sisi ekonomi dan layanan konsumen, tapi juga merupakan bentuk konspirasi industri otomotif untuk merontokkan busway.

Busway, yang notabene memakan badan jalan, otomatis akan mengurangi jatah kendaraan pribadi. Efek paling instan termakannya badan jalan adalah kemacetan, apalagi banyak ruas jalan yang dilewati busway mengalami penyempitan (bottle neck).

Secara psikologis, hal ini akan mengubah paradigma pengguna kendaraan pribadi: untuk apa bermacet ria dengan kendaraan pribadi, sudah mahal harga bahan bakarnya, tarif tol dan tarif parkir juga melangit! Ketika paradigma ini sudah mengkristal dan akses busway terintegrasi, termasuk feeder-nya, pengguna kendaraan pribadi akan bermigrasi ke busway.

Perubahan paradigma semacam ini sangat ditakuti oleh industri otomotif. Wajar jika mereka melakukan gerakan total football untuk menggagalkan busway.
Dengan kata lain, ketika tarif busway dinaikkan, sama artinya Foke menjadikan busway tidak menarik lagi sebagai angkutan alternatif, terutama bagi pengguna kendaraan pribadi yang sudah dan ingin bermigrasi ke busway.

Ingat, salah satu tujuan besar busway adalah memindahkan pengguna kendaraan pribadi menjadi pengguna busway. Padahal hasil survei YLKI pada awal 2007 membuktikan, terdapat 21 persen pengguna busway yang berasal dari pengguna kendaraan pribadi.

Sebelum jaringan busway terintegrasi secara utuh dengan transportasi massal cepat lain, seharusnya Pemerintah Provinsi Jakarta tidak berani mengatrol tarif busway. Pemerintah Jakarta pun tidak bisa secara jumawa mengatakan tarif busway masih murah.

Lihatlah fakta bahwa belanja masyarakat warga Jakarta untuk sektor transportasi masih sangat tinggi, rata-rata 30 persen dari total pendapatan per bulannya. [Tulus Abadi, anggota Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia] - Tempo
more

Separayor dan industri otomotif

Kontroversi keberadaan busway mencuat lagi. Kali ini malah datang dari pihak kepolisian. Mereka menilai keberadaan separator busway menjadi salah satu sumber kecelakaan lalu lintas di Jakarta. Aneh memang, kenapa wacana ini mengemuka dari mulut jajaran kepolisian yang menjadi bagian dari musyawarah pimpinan daerah (muspida).

Tiga tahun lalu, dipastikan unsur-unsur muspida: gubernur, polisi dan kodam sudah duduk rembuk satu meja membahas rencana pembenahan kesemrawutan dan kemacetan lalu lintas di jalan Jakarta. Pastinya, polisi juga ambil bagian dalam menentukan kebijakan publik yang kini sudah berjalan.

“Rencana pembangunan busway termasuk dampaknya sudah dibicarakan sejak tahun 2004 dan tidak ada masalah. Kenapa tiba-tiba sekarang polisi mempersoalkan keberadaan separator busway. Polisi terlalu mengada-ada,” kata Ketua Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB) Jakarta Ahmad Safrudin saat dihubungi SH, Kamis (13/12).

Sangat disayangkan apabila pemerintah mengiyakan anjuran pembongkaran separator busway. Tindakan tersebut akan mengacaukan program pemerintah dalam menyelesaikan persoalan kemacetan di Jakarta.
Mengatasi masalah kemacetan di Jakarta tidak mudah. Tidak sekadar mengandalkan transportasi massal yang sudah ada. Sebab, yang ada selama ini tidak mempunyai konsep sebagai angkutan publik, dengan kata lain hanya “kejar setoran” dari ongkos yang ditarik dari penumpang.

Safrudin mengindikasikan ada maksud tertentu di balik protes keras tersebut. “Saya duga ada kerja sama aparat kepolisian dengan industri otomotif. Kemungkinan ini menjadi alasan kuat munculnya penolakan jajaran kepolisian terhadap busway,” ujarnya.

Busway adalah alasan pemerintah membatasi jumlah kendaraan pribadi di Jakarta. Keberadaan busway mengakibatkan ruang gerak pertambahan dan pembangunan otomotif di Jakarta semakin sempit. Pengusaha jelas semakin dirugikan.

Staf Peneliti Pusat Pengkajian dan Pengembangan Perencanaan Wilayah IPB yang sekaligus dosen planologi di Universitas Trisakti Yayat Supriatna mengungkapkan bahwa proyek pembangunan separator busway sama sekali tidak melalui tinjauan amdal dan Rencana Pemantau Lapangan dan Rencana Kelola Lapangan (RPLRKL).

Apabila ada kajian amdal, seharusnya tidak terjadi protes yang dikemukakan seperti yang mencuat saat ini. Sebelum pembangunan dimulai seharusnya diketahui akibat dan dampak penggunaan jalur yang ideal, separator atau red carpet. “Setiap dampak harusnya sudah dilakukan kajian saat ini, sehingga ketika selesai dibangun diketahui apa saja risiko yang terjadi,” ujar Yayat.

Yayat mengakui jika pemerintah membongkar separator-separotor itu, akan menyebabkan kerugian yang tidak sedikit. Untuk mengurangi tingkat kecelakaan, harus ada kerja sama yang baik antara aparat kepolisian dan petugas Dinas Perhubungan. Selama proses pembangunan separator dikerahkan petugas di lapangan agar dapat memantau pelaksanaan busway. “Pengawasannya lemah. Dishubnya turun tangan dong,” kata Yayat.

Di samping itu, yang harus dilakukan adalah pembangunan marka dan rambu-rambu jalan. Dibutuhkan rambu-rambu peringatan dengan huruf besar agar dapat dilihat jelas oleh pengguna jalan, seperti “Hati-hati Kurangi Kecepatan” atau “Hati-hati di Sepanjang Jalan Ini Ada Separator Busway”. Rambu ini harus dipasang dengan jelas dengan palang yang besar.
Separator busway memang dirancang untuk kendaraan ukuran besar seperti bus dengan rata-rata kecepatan tinggi atau out service antara 60 km per jam hingga 80 km per jam.

Yayat mengatakan, yang menjadi penyebab munculnya kecelakaan di sekitar separator adalah mengenai konsep pembangunan yang sampai saat ini belum selesai juga. “Percepat pembangunan busway,” tegasnya.
Safrudin mengemukakan hal serupa. Solusi yang dapat dilakukan sebagai jawaban permasalahan yang dikemukakan kepolisian adalah upaya antisipasi kecelakaan, yaitu menyediakan marka jalan yang jelas kepada pengguna jalan.

Pembangunan separator di beberapa jalur baru, diharapkan cepat diselesaikan sehingga transportasi publik ini dapat dimanfaatkan secepatnya. Pengguna kendaraan pribadi diharapkan segera beralih ke transportasi publik.
Safrudin menyebutkan, tentunya penggunaan busway harus diiringi dengan pelayanan terbaik dengan cara menghentikan semua manipulasi dan pembohongan terhadap publik seperti janji memberikan pelayanan maksimal seperti sistem tiket menggunakan standar Eropa, atau penggunaan SPEK busway. [Sinar Harapan]n
more

BLU menunggak Rp.66M

TransJ akan stop beroperasi jika Badan Layanan Umum (BLU) tidak membayar tunggakan 2 bulan Rp 66 miliar. DPRD DKI Jakarta meminta BLU membayar kewajibannya.

"Itu kan sudah kontrak ya kewajiban harus dibayar. Kenapa kok belum dibayar kan sudah dialokasikan subsidi untuk busway Rp 203 miliar untuk tiket dan disetujui dicairkan Rp 100 miliar, masih cukup untuk bayar," kata Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta Prayogo Hendro Subroto kepada detikcom, Selasa (18/12/2007).

Wakil Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta Muhayar juga berpendapat sama. Dia meminta BLU segera membayar tunggakannya.
"BLU sudah ada anggarannya jadi harusnya bersikap dewasalah," kata Muhayar.
Menurut dia, sistem tiketingnya yang harus dibenahi. "Jadi kalau seperti ini wajar saja terjadi tunggakan," ujarnya.

BLU TransJakarta menunggak bayaran kepada 4 perusahaan penyedia dan pemelihara bus TransJ selama dua bulan senilai Rp 66 miliar. Keempat perusahaan itu adalah PT Jakarta Mega Trans (JMT), Jakarta Trans Metropolitan (JTM), PT Jakarta Express Trans (JET) dan PT Trans Batavia (TB).

Jika bulan ini BLU masih belum membayar, secara otomatis operasi TransJ akan berhenti. ( aan / nrl ) detikcom
more

Tiket Rp.3.864

Rencana Pemprov DKI Jakarta untuk menaikkan tarif TransJ menjadi Rp 5.000 mendapat penolakan dari pengguna TransJ. Penumpang hanya mampu membayar tiket di bawah Rp 5.000 yakni Rp 3.864.
"Tapi rata-rata bersedia bayar sampai Rp 4.216," kata anggota pengurus YLKI Tulus Abadi dalam diskusi kelompok terarah bertajuk 'Merumuskan kembali sistem pentarifan Transjakarta' di Hotel Aston, Jl Senen Raya, Jakarta, Selasa (18/12/2007).

Tulus menjelaskan, survei tersebut dilakukan selama seminggu pada 21-26 November 2007 di 7 koridor busway dengan 1.062 koresponden usia 20-30 tahun.
Kebanyakan pengguna TransJ adalah karyawan swasta dengan penghasilan Rp 500.000-Rp 1.000.000 yang mempunyai latar belakang pendidikan tamat SMU atau sederajat.

"Ini dilakukan pada hari kerja saat jam sibuk termasuk hari Sabtu dan Minggu. Seminggu mereka bisa memakai busway 3-5 kali," ujarnya.

Menurut Tulus, pengguna busway terbanyak berdasarkan survei terdapat pada koridor I dengan persentase 38 persen. Sedangkan koridor II-VII persentasenya semakin menurun.
20 Persen koresponden yang disurvei meski memiliki kendaraan pribadi lebih memilih mengunakan TransJ. 46 persen justru tidak memiliki alat transportasi apa pun.

"Ada peralihan dari mereka yang biasa mengunakan kendaraan pribadi, jadi menggunakan busway sebanyak 33 persen. Jadi cukup banyak. Biasanya mereka beralasan karena kenyamanan dan kebersihan dari busway itu sendiri," imbuhnya.

Tulus mengatakan, sebanyak 55,7 persen warga menyatakan tarif Rp 3.500 telah sesuai dengan pelayanan yang diberikan oleh transportasi ini. Mutu pelayanan pun dianggap baik meski ada beberapa pengalaman negatif.
"Misalnya antre di loket dan lama menunggu bus itu itu sebanyak 74 persen dan terlambat sampai tujuan 27 persen," tandasnya.

Dari pengalaman negatif itu, lanjut Tulus, warga berharap ada perbaikan seperti dalam pengelolaan antrean dan pengaturan headway (selang waktu kedatangan busway).
"Soal ketepatan waktu dan kapasitas bus, itu juga menjadi prioritas mendesak selain jumlah armadanya," cetusnya.
"Tidak hanya itu, perlu adanya tempat untuk memberikan kritikan dan saran dalam bentuk pesan singkat atau SMS," tambah Tulus. ( ziz / nrl ) detikcom
more

17.12.07

Evaluasi pembangunan busway

Puluhan Mahasiswa Tuntut Evaluasi Pembangunan Busway

Puluhan mahasiswa yang menamakan diri Komite Aksi Mahasiswa untuk Reformasi dan Demokrasi (KAMERAD) dan Gerakan Mahasiswa dan Pemuda Nusantara (GEMA), berunjukrasa menentang perluasan koridor busway. Mereka menilai pembangunan busway yang sedang berjalan masih semrawut dan perlu dievaluasi.

"Masyarakat awalnya berharap banyak pada busway yang bisa menjadi angkutan umum yang murah dan nyaman. Tapi belakangan justru kecewa karena penyempitan jalan dan kerusakan jalan justru menyusahkan" kata Haris Pertama, koordinator aksi yang menyampaikan orasinya di depan gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta, siang ini.

Proyek busway, lanjut Haris, yang selalu didengungkan sebagai proyek yang berpihak pada rakyat, justru hanya menguntungkan segelintir orang. Selain menuntut penghentian sementara dan evaluasi pembangunan busway, mereka juga meminta Pemerintah DKI memperbaiki infrastruktur yang rusak akibat pembangunan koridor busway.

"Kami juga minta Pansus (Panitia Khusus--red) DPRD DKI untuk bekerja serius mengawasi pembangunan busway dan tidak menjadi kaki tangan Pemerintah DKI," kata Haris.

Setelah beberapa saat beroperasi di depan gedung dewan, Wakil Ketua Pansus Busway DPRD DKI, Inggard Joshua, menerima 15 orang perwakilan peserta aksi sekitar pukul 14.00 WIB. Hingga saat ini, pertemuan masih berlangsung. - Ahmad Muhajir | Jurnal Nasional
more

14.12.07

Safety first lah

Pentingnya Perencanaan

Para pengguna jalan di Jakarta diminta untuk lebih berhati-hati. Pembangunan jalur khusus bus yang tidak terkelola secara baik mengancam keselamatan kita.

Hanya demi mengejar target untuk selesai 15 Desember, pembangunan jalur khusus bus (busway) dilakukan secara serempak di banyak tempat. Bukan hanya meninggikan jalan, tetapi juga membangun separator.

Sepanjang pembangunan itu direncanakan secara baik, tentunya kita mendukung. Zamannya memang menuntut segala sesuatu dilakukan dengan cepat. Namun, ketika kecepatan dilakukan secara sembarangan, tentunya kita tidak bisa membenarkan. Apalagi kemudian pembangunan itu justru harus memakan korban.

Itulah yang sedang kita lihat hari-hari ini. Pembangunan jalur khusus bus dan separator yang asal-asalan di banyak tempat menjadi ancaman bagi keselamatan. Setiap hari banyak mobil, dan terutama pengendara motor, yang celaka karena menabrak separator atau tergelincir akibat permukaan jalan yang tidak rata.

Bagaimana orang tidak akan celaka kalau tidak ada peringatan yang memadai tentang pembangunan yang sedang dilakukan. Apalagi ketika malam tiba dan hujan, praktis semua itu tidak terlihat. Belum lagi cara pengerjaan proyek yang sepotong-sepotong sehingga menyulitkan orang untuk mengantisipasi karena tiba-tiba saja di jalur yang kosong ada sepenggal separator.

Sekarang tampaknya target 15 Desember pun tidak mungkin akan terkejar. Namun kerusakan sudah terjadi. Banyak warga yang sudah menjadi korban dari pembangunan busway yang sembarangan itu.

Beruntung di negeri ini banyak orang yang tidak melek hukum. Kalau di negara ini warganya melek hukum, pasti Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan bangkrut karena dianggap sengaja mencelakakan orang lain.

Kita tidak bermaksud untuk memanas-manasi warga yang menjadi korban untuk melakukan tuntutan hukum. Yang ingin kita lebih persoalkan adalah pentingnya untuk merumuskan sebuah perencanaan yang baik.

Dalam manajemen dikenal istilah PDCA, Plan, Do, Check, Action. Perencanaan menjadi hal penting yang pertama, karena 50 persen keberhasilan ditentukan di sana. Karena itu orang Jepang, misalnya, dikenal sangat detail dan telaten ketika membuat perencanaan.

Kita sering kali justru menganggap enteng perencanaan. Kita lebih suka jalan dulu dan baru melakukan penyesuaian dalam pelaksanaan. Pengalaman pembangunan busway memberi pelajaran, akibat cara bekerja seperti itu, bukan hanya target waktu yang tidak terpenuhi, tetapi biaya yang harus dibayar jauh lebih mahal.

Coba bayangkan, untuk membangun jalur khusus bus, badan jalan yang ada menjadi terkurangi. Ketika sadar kemacetan yang terjadi, lalu dicoba melebarkan jalan. Dua kegiatan yang dilakukan bersama pada ruas yang sama jelas bukannya menyelesaikan masalah, tetapi justru semakin memacetkan jalan. Padahal, kalaupun jalur khusus bus selesai, kemacetan Jakarta tak mungkin akan terselesaikan, karena tidak mungkin ada satu moda transportasi yang bisa menyelesaikan kemacetan. Belum lagi kalau kita hitung yang mengalami kecelakaan tadi. -
TAJUK RENCANA KOMPAS more

13.12.07

Pansus busway diam-diam terbentuk

Panitia khusus Busway DPRD DKI Jakarta sudah terbentuk dan sudah bekerja. 6 Desember lalu SK Pansus Busway sudah diterima semua anggota fraksi. "Pansus sudah rapat dua kali. Pertama rapat internal tentang pengesahan jadwal kerja pansus selama 30 hari. Kemudian, rapat kerja dengan Bappeda dan Bawasda," ujar Inggard Joshua, wakil ketua Pansus Busway.

Pansus beranggotakan 22 orang, diketuai Ilal Ferhard. Sesuai Tata Tertib DPRD, usia setiap pansus hanya 30 hari.
Dalam raker dengan Bappeda dan Bawasda masih sebatas inventarisasi masalah, unit-unit terkait yang layak dimintai keterangan. Unit perencanaan dari bagian Bappeda, misalnya, perlu dimintai keterangan terkait blue print busway. Karena Bappeda sebagai pelaksana lapangan. Juga Pekerja Umum Jalan, Dishub, Badan Pengelola Transjakarta, dan Bawasda.

Pansus juga mengagendakan rapat dengar pendapat dengan pakar transportasi di samping peninjauan langsung ke lapangan. "untuk melihat perencanaan pembangunan busway sesuai tidak dengan pola perencanaan transportasi makro," ujar Inggard.

Pansus bukan mau menolak busway. Busway sudah bagus, tapi perencanaan dan monitoringnya apa juga sudah bagus. "Jadi kami berusaha mendudukkan busway untuk mengurangi kemacetan. Bukan sekadar memindahkan penumpang dari bus umum ke busway. Justru peran yang lebih besar, busway harus bisa memindahkan penumpang mobil pribadi ke busway," jelasnya.
more

Kurang rinci, kurang jeli

Polri: Bongkar Separator
Gubernur Fauzi Bowo Tegur Pelaksana Proyek

Direktur Lalu Lintas Polri merekomendasikan kepada Dinas Perhubungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk membongkar semua separator atau pemisah jalur. Rekomendasi itu disampaikan berkaitan dengan maraknya kecelakaan akibat separator tersebut.

Kepala Direktorat Lalu Lintas Polri Brigadir Jenderal (Pol) Yudi Sushariyanto, Rabu (12/12), menyatakan kecelakaan akibat separator saban hari ditemui polisi lalu lintas di lapangan. Oleh sebab itu, separator busway (jalur khusus bus) sebaiknya dibongkar dan diganti dengan marka jalan saja atau mata kucing (marka jalan timbul yang bercahaya fosfor). Rekomendasi itu ditujukan terhadap delapan koridor busway.

"Tidak hanya soal separator, harapannya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengkaji lebih menyeluruh soal faktor keamanan sistem busway. Karena ternyata kecelakaan antara bus transjakarta dan pengguna jalan lain juga cukup sering," kata Yudi.

Evaluasi kepolisian menunjukkan, separator busway selain sangat rawan menjadi penyebab kecelakaan, juga menambah keruwetan lalu lintas. Separator busway membuat fleksibilitas arus kendaraan saat macet menjadi terhambat.

Segera perbaiki

Di Balaikota DKI Jakarta, Gubernur Fauzi Bowo menyatakan telah menegur para pengelolanya. Fauzi meminta agar separator dibenahi sehingga tidak lagi mencelakakan warga.

"Separator tidak dibangun untuk mencelakakan warga sehingga perlu dilakukan perbaikan jika sampai mengakibatkan kecelakaan," kata Fauzi.

Wakil Kepala Dinas Pekerjaan Umum DKI Jakarta Budi Widiantoro mengatakan, teguran ditanggapi dengan melakukan evaluasi semua lokasi separator dan dampaknya terhadap timbulnya kecelakaan lalu lintas. Kontraktor dan konsultan perencana juga diundang untuk mengevaluasi kesalahan yang timbul sehingga kecelakaan sering terjadi.

Kesalahan itu mungkin terjadi saat proses pemasangan di lapangan. Selain itu, proses perencanaan pembangunan jalur bus khusus tidak didesain sampai detail sehingga terjadi kesalahan peletakan separator.

"Pemasangan separator seharusnya dikontrol dan diperhitungkan agar tidak memicu terjadinya kecelakaan. Jika dalam evaluasi terdapat kesalahan, konsultan perencana atau kontraktor akan ditegur," kata Budi.

Gugatan kelas

Pengamat kebijakan publik dari Universitas Indonesia, Andrinof Chaniago, menyayangkan tidak jelinya pemerintah dalam melakukan perencanaan pembangunan sehingga memicu terjadinya kecelakaan. Pemerintah seharusnya melakukan uji kelayakan teknis pembangunan sebelum menjalankan proses teknis pembangunan.

"Pembangunan yang dilakukan seharusnya memberi rasa aman bagi masyarakat, baik proses maupun hasilnya. Jika hasil pembangunan ternyata membahayakan masyarakat, pemerintah dapat dianggap melakukan kelalaian yang berdampak pada kesengsaraan masyarakat," katanya.

Menurut Andrinof, semua korban kecelakaan lalu lintas dapat mengajukan gugatan bersama class action kepada pemerintah karena kerugian yang timbul sebagai dampak pembangunan. (sf/ECA/WIN) - Jakarta, Kompas
more

12.12.07

Buka tutup busway dilanjutkan

Gubernur Foke menilai pelaksanaan buka tutup busway atau Operasi Jala Jaya selama sebulan (12 November - 12 Desember) efektif dalam mengatasi kemacetan lalu lintas Ibukota.

Tiga koridor busway, koridor 8, 9 dan 10 (Lebakbulus-Harmoni, Pinangranti-Pluit, dan Cililitan-Tanjungpriok) baru akan beroperasi pada April 2008, sehinga jalur-jalurnya bisa diguakan oleh kendaraan lain.

Karenanya "saya minta Operasi Jala Raya diperpanjang, karena terbukti efektif melancarkan arus lintas di Ibukota," ungkap Fauzi Bowo hari ini saat ditemui wartawan di Balaikota. Operasi Jala Jaya merupakan salah satu cara untuk mengatur buka tutup jalur busway bagi kendaraan umum.

Mengenai separator busway yang sering membuat celaka pengguna jalan, Gubernur telah menegur pihak pengelola: "Separator dibangun bukan untuk mencelakakan, saya kira harus ada langkah untuk memperbaikinya.
Traffic Management Centre Polda Metro Jaya melaporkan hari ini saja terjadi enam kecelakaan akibat separator busway, semua terjadi di lokasi yang sama: di depan Hotel Sultan.
Separator lain yang dianggap membahayakan juga terdapat di depan Mal Artha Gading, Plumpang, Jl S. Parman dan di depan Polres Jakarta Barat.
more

8.12.07

Menanti Putusan Pansus

Penerapan sistem tiketing dengan pola digital untuk pembayaran busway rupanya masih tersandung masalah. Meski teknologi digital yang ditawarkan Bank DKI sudah canggih, namun kalangan DPRD DKI Jakarta menilai kinerja BLU TransJakarta belum optimal.

Yang menjadi sorotan tajam kalangan dewan yakni menyangkut transparansi manajemen. Tuntutan dewan tak berlebihan mengingat subsidi yang dikeluarkan untuk operasional busway menelan dana cukup besar hingga mencapai ratusan miliar rupiah per tahunnya.
''Sudah dari dulu kami meminta agar sistem dilakukan secara transparan. Kita juga mendukung langkah yang ditawarkan Bank DKI dengan e-wallet-nya itu,'' ujar Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, Ilal Ferhard.

Ilal yang disebut-sebut sebagai calon ketua pansus busway ini melanjutkan, pihaknya berharap semua koridor busway menggunakan e-wallet. Sehingga posisi keuangan, jumlah penumpang bisa diketahui secara pasti dan mudah terpantau.
''Kita targetkan pansus mulai bisa bekerja awal Desember ini dan secepatnya diharapkan bisa segera tuntas masalahnya,'' ujar Ilal.

Senada juga disampaikan Sekretaris Komisi D DPRD DKI Jakarta, Fathi Siddiq. Sudah saatnya, kata dia, sistem yang berkaitan dengan keuangan menggunakan pola secara on line. Sehingga pertanggungjawaban keuangan bisa disampaikan secara lebih terbuka kepada masyarakat luas.

Ihwal penerapan e-walet dalam sistem tiketing busway, Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) DKI, Nurachman menyatakan pihaknya siap-siap saja. Hanya saja, saat ditanya belum semua koridor dan halte yang menerapkan model pembayaran secara digital ini, dia menyatakan, masalahnya karena peralatan yang dibutuhkan belum lengkap di halte dimaksud.
Dia sendiri tak merinci secara pasti jenis peralatan apa saja yang belum lengkap. Nurachman malah mempersilakan berbagai pihak jika bersedia melengkapi peralatan tersebut. ''Dari aspek regulasi tak ada masalah, kalau Bank DKI mau ya silakan saja, yang ada baru koridor V, VI, dan VII,'' paparnya. man - Republika
more

7.12.07

Di lapangan beda dengan kebijakan

Buka Tutup Busway Ciptakan Blunder

Kebijakan Pemprov DKI Jakarta mempersilahkan kendaraan umum masuk jalur busway menuai kritik pedas. Pasalnya, dengan model buka tutup jalur busway, bus TransJakarta jadi ikut macet hingga menyebabkan penumpukan calon penumpang di halte.

"Itu tanda gubernurnya nggak tegas," seru Indah Suksmaningsih dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) kepada Indo Pos, kemarin.

Perempuan yang pernah menjadi anggota Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ) periode pertama ini menganggap, kebijakan buka-tutup jalur busway justru menjadi blunder. Masalah ketepatan waktu misalnya, menurut Indah, akibat kebijakan baru ini dampaknya sudah bisa dirasakan dibeberapa koridor busway. "Kebijakan tersebut bukan solusi. Justru menciptakan masalah baru," ungkapnya.

Seperti diberitakan, dalam upaya mengurai kemacetan, Pemprov DKI Jakarta bekerjasama dengan Polda Metro Jaya membolehkan kendaraan umum masuk jalur busway. Keleluasaan ini berlaku hanya di beberapa titik macet terutama di jalur busway yang sedang mengalami perbaikan.

Namun yang terjadi di lapangan justru sebaliknya. Pemberian ruang gerak ini benar-benar dimanfaatkan oleh kebanyakan pemilik kendaraan pribadi dan umum. Selain di jalur busway yang dibolehkan untuk kendaraan umum, banyak kendaraan nekat menerobos.

Seperti pantauan Indo Pos di koridor IV Ragunan-Kampung Melayu misalnya. Bersamaan dengan turunnya hujan lebat kemarin, ratusan kendaraan pribadi nampak memadati jalur busway disepanjang Jalan Mampang Prapatan. Akibatnya, jarak tempuh bus TransJakarta Ragunan-Kampung Melayu yang biasanya kurang dari satu jam, kemarin harus ditempuh hingga dua jam.

Kritik tajam juga dilontarkan pakar transportasi Univeritas Trisakti Fransciscus Trisbiantara. Akademisi yang juga pernah satu ruang kerja bersama Indah di DTKJ ini berpendapat, apapun resikonya jalur busway harus tetap tertutup untuk umum. Di luar sarana-prasarana lain, satu-satunya daya tarik busway menurut Trisbiantara adalah kecepatan tempuhnya. "Kalau dibuka untuk umum terus ngapain bangun busway," kritiknya.

Disinggung soal rencana kenaikan tarif busway dari Rp 3500 menjadi Rp 5000, kedua pakar transportasi ini tegas menolak. Menurut Indah, kemungkinan tarif dinaikkan sebenarnya bisa saja dilakukan, dengan syarat, jumlah headway terlebih dulu ditambah sehingga jarak tempuhnya bisa cukup lima menit saja dari satu pemberhentian ke pemberhentian lainnya.

Terkait perkembangan busway yang lambat, Indah mengaku masih sakit hati dengan institusi Dinas Perhubungan. Pasalnya, dalam berbagai kesempatan menurut Indah, Dishub selalu menggembar-gemborkan bahwa perlu waktu minimal 20 tahun untuk melihat efektifitas kerja busway. "Waktu 20 tahun itu dulu di Bogota. Sekarang Dishub sebenarnya kan cuma nyontek aja, mestinya waktu lima tahun cukup," paparnya.

Fransciscus Trisbiantara menilai, manajemen pengelolaan busway saat ini masih banyak bolongnya. Tanpa memerinci seperti apa rasionalisasinya, Ketua Kajian Transportasi Universitas Trisakti ini menyebut angka cashflow busway saat ini mencapai Rp 0,5 Triliun per tahunnya.

Penyebab utamanya menurut Trisbiantara adalah manajemen pengelolaan yang masih sangat tradisional. Sistem ticketing yang masih menggunakan kertas sebagai alat bukti bayar sangat berpotensi dimanipulasi.

Sistem operasional lainnya, dimana alat pantau utama busway menggunakan radio panggil, menurut Tris, juga sangat ketinggalan. "Saya kira manajemen busway harus dirombak total. Kalau mau maju, setiap bus (armada busway-red) harus punya GPS-nya (global positioning system)," kata pria yang mengaku pernah 11 tahun tinggal di Belanda ini.

Dia menjelaskan, dengan GPS operator busway bisa mengetahui posisi bus sehingga bisa mengatur kecepatannya, sekaligus memantau berapa jumlah penumpangnya. "Dengan menggunakan alat elektronik ini, armada busway di Bogota dengan cepat bisa mengetahui lokasi armadanya," tambahnya. (did)

more

1.12.07

Tarif Rp,.5000

Tarif bus TransJakarta dipastikan naik menjadi Rp 5.000 per penumpang per 1 Januari 2008. Ini karena Pemprov DKI Jakarta tidak menambah subsidi untuk pos operasional bus TransJakarta di RAPBD 2008. Sebaliknya, besaran subsidi justru berkurang sementara jumlah koridor busway bertambah tiga buah.

Pada RAPBD 2008, besaran subsidi operasional bus TransJakarta hanya sebesar Rp 227 miliar (untuk 10 koridor dengan panjang jarak 170 kilometer). Sedang dalam APBD 2007 lalu, jumlah subsidi sebesar Rp 235 miliar untuk tujuh koridor dengan panjang jalur sekitar 99 kilometer.

Menurut Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) DKI, Ritola Tasmaya, seharusnya untuk operasional bus TransJakarta pada 2008 nilai subsidinya mencapai Rp 500 miliar dengan 10 koridor. ''Kenyataannya biaya subsidi dikurangi, sehingga mau tidak mau perlu kenaikan tarif yakni sebesar Rp 5.000. Kenaikan tarif itu didasarkan pada besaran subsidi dan headway (jarak waktu kedatangan bus yakni idealnya 3-5 menit),'' ujar Jumat (30/11).

Dengan kenaikan tarif Rp 5.000, ini sudah menyesuaikan dengan tarif KA Ciliwung Blue Line (KA lingkar dalam kota) yang resmi dioperasikan, kemarin (30/11). ''Standar tarif saat ini di beberapa angkutan umum sekitar Rp 5.000. Bus Patas juga sudah banyak yang menetapkan tarif Rp 5.000. Kesamaan harga tiket antar moda bus TransJakarta dengan moda KA akan sesuai dengan program integrasi moda di Jakarta, sehingga memudahkan penumpang,'' ujar Ritola.

Bila pemerintah tetap bertahan pada tarif saat ini, maka banyak pihak maupun hal yang dikorbankan, seperti hilangnya pelayanan kepada penumpang, terganggunya pemeliharaan sarana dan prasarana, macetnya pembayaran ke pihak ketiga, lambatnya pembayaran gaji untuk pekerja dan terganggunya sistem operasional secara optimal. Pelayanan tidak mungkin berjalan efektif, jika operasional tidak berjalan efektif akibat minimnya anggaran.

Dengan kenaikan tarif menjadi Rp 5.000 per penumpang, pemerintah, kata Ritola, akan mendorong BLU TransJakarta untuk lebih meningkatkan pelayanan bagi penumpang. Seperti percepatan waktu datang bus TransJakarta, ruangan ber-AC, halte bersih dan tetap bebas asap rokok serta tidak kumuh, serta standar-standar pelayanan prima lainnya. Untuk itu, Ritola berharap DPRD dapat segera membahas rencana kenaikan tarif busway. Tidak perlu pembahasan di Panitia Khusus (Pansus) yang dinilainya hanya bersifat politis.

Dihubungi terpisah, Ketua Komisi D DPRD DKI, Sayogo Hendrosubroto, menyatakan dewan belum bisa memastikan apakah menyetujui atau tidak. DPRD saat ini sedang menggodok pansus busway, salah satu materi dibahas adalah kenaikan bus TransJakarta serta pelayanan dan kinerja BLU TransJakarta.

Pansus yang akan memutuskan besaran tarif, kemudian hasilnya akan diajukan ke pimpinan DPRD. ''Setelah hasil keputusan DPRD akan diserahkan ke pemerintah, apakah besaran tarif kenaikan bus TransJakarta sesuai antara rencana yang disampaikan pemprov dengan DPRD,'' tutur Sayogo. n zak - Republika
more