Merumuskan Kembali Sistem Penarifan Transjakarta
Layanan Transjakarta Buruk, Tolak Kenaikan Tarif
Rencana kenaikan tarif bus jalur khusus transjakarta dari Rp 3.500 menjadi Rp 5.000 mesti ditolak sebab sampai saat ini kinerja pelayanannya masih buruk.
Meski demikian, publik juga harus terus mendukung keberadaan transjakarta. Sebagai salah satu angkutan umum massal murah, transjakarta memang didesain untuk ikut mengatasi keruwetan lalu lintas di Jakarta.
Hal itu merupakan salah satu tekanan dalam fokus grup diskusi bertajuk "Merumuskan Kembali Sistem Penarifan Transjakarta", Selasa (18/12) siang di Jakarta. Diskusi yang dihadiri sekitar 40 orang itu diselenggarakan atas kerja sama Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, Institute for Transportation and Development Policy, dan Institut Transportasi Jakarta.
Potensi kenaikan tarif dimungkinkan, dengan nilai rata-rata kemampuan membayar (ability to pay/ATP) Rp 4.216. Namun, kenaikan tarif belum bisa dilaksanakan karena tingkat ATP masih rendah. Layanan transjakarta juga masih buruk. Rencana kenaikan tarif harus ditolak.
Di tempat berbeda, Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia Bambang Susantono, menanggapi rencana pembangunan enam ruas tol dalam kota, menjelaskan, membangun tol dalam kota tak sekadar membangun jaringan jalan, tetapi juga harus diletakkan sebagai bagian dari pembangunan jaringan transportasi seperti kereta api, bus jalur khusus (busway), subway, dan monorel secara utuh.
Ada kesalahan persepsi tentang rasio jalan di DKI Jakarta yang dianggap rendah. Tidak ada angka ideal luas jalan di satu kota. Contoh kasus di berbagai negara menunjukkan keterkaitan dan hierarki jalanlah yang menentukan kelancaran lalu lintas.
"Jadi, membangun tol di dalam kota harus hati-hati dengan memerhatikan semua jaringan moda transportasi dan logistik di perkotaan," katanya. (CAL) Jakarta, kompas
No comments:
Post a Comment