29.4.07

Denah made in Germany



Ini karya seorang Jerman. Infonya bisa dibaca di Wikipedia dan di Bataviase Nouvelles
more

28.4.07

Polisi Tabrak Warga di Jalur Busway

TEMPO Interaktif, Jakarta: Brigadir Dua Syarifudin, 22 tahun, anggota kepolisian Polda Metro Jaya menabrak Zulkodir, 35 tahun tahun warga Pesakih, di jalur busway depan halte Busway Pesakih, Kalideres, Jakarta Barat, Sabtu pagi.

Saat itu, warga Cikupa Tangerang itu sedang dalam perjalanan menuju Polda Metro Jaya. Di lokasi kejadian, polisi yang menunggang motor Yamaha B 6152 NTI menyenggol motor Zulkodir. "Keduanya terjatuh," kata Parma, saksi mata.

Warga yang melihat kejadian itu berusaha memberikan pertolongan. Tapi Zulkodir mengeluarkan pisau dibalik jaketnya.

Akibat kecelakaan itu, keduanya dirawat di Rumah Sakit Ibu dan Anak Hermina, Kalideres. Polsek Kalideres tengah mengusut motif Zulkodir membawa senjata tajam.

Aguslia Hidayah
more

26.4.07

Jakarta Masih Kurang SPB GAS

TEMPO Interaktif, Jakarta:Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas di Jakarta masih banyak kurang. Demikian disampaikan Manajer Operasional PT Transjakarta, Rene Nunumete, kepada Tempo, Kamis (26/4). Rene mencontohkan pom gas di Jalan Perintis Kemerdekaan, Jakarta Timur yang menjadi penyuplai bahan bakar bus transjakarta koridor II dan III.

Menurut Rene, sekali pengisian bus membutuhkan 180 bar dengan waktu 10 menit. Itu dalam kondisi tekanan gas sedang bagus. Tapi kalau turun bisa sampai 30 menit sekali isi. Permasalahan waktu memang kerap muncul karena lebih sering turun tekanan. Padahal satu armada busway membutuhkan dua kali pengisian gas dalam sehari.

Stasiun gas di Perintis melayani sekitar 80 bus per hari. Selain melayani koridor II dan III, koridor lain kerap mengisi di sana. Selain di Perintis, stasiun gas juga ada antara lain di Rawa Buaya dan di Jalan Daan Mogot, Pesing, Jakarta Barat.

Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso usai mendengar pemaparan Dinas Perhubungan tentang SPBG mengatakan perjanjian kerja sama pendirian SPBG perlu diperbaiki. "Supaya win-win solution, tidak ada yang dirugikan termasuk kita," kata dia.

Menurut Sutiyoso, perjanjian antara pemerintah provinsi DKI Jakarta sebagai penyedia lahan dan Petrogas sebagai pemilik stasiun masih banyak kekurangan. "Tapi itu wajar karena SPBG kan sesuatu yang baru," ujarnya.

Sebelumnya, Kepala Dinas Pertambangan Peni Susanti mengatakan pemerintah provinsi DKI Jakarta membuka lahan miliknya untuk digunakan investor sebagai stasiun gas. Ketiga lahan itu di Tanah Merdeka, Jakarta Utara dan Kramat Jati dan Pulo Gadung, Jakarta Timur.

Reza Maulana
more

Penalosa tentang TransJakarta

Mantan Wali Kota Bogota,Kolombia Enrique Penalosa menyatakan busway di Jakarta masih perlu pembenahan. Ini penting agar moda transportasi massal itu menjadi idaman masyarakat.

"Saya menilai busway di Jakarta sudah baik. Namun, ada beberapa hal yang diperbaiki di antaranya busway harus bisa mengangkut banyak orang, lebih cepat, dan terintegrasi dengan kendaraan nonbusway,” bebernya seusai bertemu dengan Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso di Balai Kota, kemarin.

Dia mengakui, jaringan busway memang sudah terbangun hingga mampu mempersingkat jarak tempuh dari satu lokasi ke lokasi yang lain. Sayang, belum mampu menampung penumpang dalam jumlah banyak, sehingga penumpang dipaksa menunggu lama di halte busway atau beralih ke angkutan umum.

"Untuk itu, pengadaan dan penambahan mutlak dilakukan guna melayani kepentingan umum,” ungkapnya. Persoalan lainnya, seusai berkeliling Jakarta dengan busway, dia menilai kedatangan busway dari satu halte ke halte selanjutnya masih lambat. Artinya, busway selalu melebihi batas waktu tunggu yang ditentukan yakni sekitar 5–10 menit.

”Saya melihat ada antrean, ini berarti mereka menunggu lebih dari 10 menit. Nantinya, busway diharapkan meluncur lebih cepat,” ucapnya.

Wakil Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Udar Pristono menyadari busway memang belum menampung penumpang dalam jumlah banyak. Maka itu, salah satu koridor yakni koridor V (Kampung Melayu–Ancol) akan menggunakan bus Transjakarta gandeng. ”Rencananya, pada Juni 2007 bus gandeng rakitan dari China datang ke Pelabuhan Tanjung Priok,”katanya.

Dia menjelaskan, kapasitas tempat duduk bus gandeng dengan merek Cumins Wanghai tersebut antara 160–170 orang. Jumlah keseluruhan bus gandeng yang akan beroperasi mencapai 30 unit. "Jika sukses akan dilanjutkan penggunaan bus gandeng pada koridor I (Blok M–Kota)," ucapnya. Bus gandeng akan meningkatkan daya angkut penumpang sekitar 200 orang per sekali jalan.Keandalan bus ini terletak pada teknologi poros tengahnya yang mampu membuat bus tersebut bermanuver layaknya bus single cabin. Sementara kesulitannya terdapat pada pintu bus yang berada di bagian kiri.

Sedangkan bus Transjakarta yang kini beroperasi,memiliki pintu di kedua sisinya menyesuaikan dengan pintu halte busway. Pakar Transportasi Darmaningtyas mendukung sistem manajemen busway dibenahi secara menyeluruh. ”Siapa pun berhak naik busway, sebab lebih efisien dan efektif untuk menghindari macet serta mempermudah jarak tempuh,”katanya.

Bahkan,dia meminta Dishub dan Badan Layanan Umum (BLU) Transjakarta segera melengkapi penyediaan armada busway yang saat ini masih kurang di koridor I–VII.Minimnya armada membuat penumpang menjadi korban menunggu lama di halte. ”Selain itu, pendukung lain seperti marka jalan, separator, dan halte, juga harus dibenahi supaya busway bisa beroperasi dengan nyaman. Tak hanya itu,pengemudi yang masuk jalur busway harus ditindak tegas.”(Koran Sindo)

more

25.4.07

Jakarta needs more busways

City needs more busways, says the mayor who started it all
Adisti Sukma Sawitri, The Jakarta Post, Jakarta | Wednesday, April 25, 2007

The Colombian mayor who revolutionized Bogota's public transportation system has said that Jakarta's administration should focus on expanding the bus rapid transit (BRT) network instead of developing a subway or monorail.

Former Bogota mayor Enrique Peñalosa, who championed the BRT in his city, told a transportation seminar here that it would be cheaper for Jakarta to expand its busway system.

"A subway would cost three times its contract value, yet it would only cover several lines, (but) with the same amount of money you could reach all parts of the city with the (busway) network," he said during a seminar on BRT best practices.

The administration has signed a soft loan contract for the subway with the Japan Bank for International Cooperation worth $800 million, which Peñalosa said could end up costing it $2.4 billion in repayments, while a BRT covering the entire city would cost only $5 million.

"Imagine how many schools and health facilities we could create if we transfer the subway capital into schools and health facilities," said Peñalosa, who is regarded as a public transportation expert after his success in managing the BRT and bicycle ways in Bogota.

The Jakarta administration has been attempting for some years to realize an integrated mass rapid transit (MRT) system that would include the busway, subway and monorail networks.
While the subway and monorail are still waiting for domestic and international financial support, the administration has established seven busway lanes, most of which run in Central and South Jakarta.

While four new busway lanes have opened since the start of this year, people have complained that the buses are too crowded and that there are long waits at stations.
The administration is yet to complete the targeted number of buses for the corridors, which are meant to be able to carry around 300,000 people every day.
That number is already too high as city-owned operator PT TransJakarta only has 159 buses, half the number it needs to transport the daily number of passengers.

This is also why the Jakarta Transportation Board, the special body overseeing the city's transportation policy, recently refused the administration's request to raise busway fares.

"We asked Transjakarta (the BRT operator) to give us a prudent result of the company's financial and service audit, but they did not give us a satisfying result," said board head Soetanto Soehodho.

He said that numbers in the reports kept changing and sometimes did not match the results of the board's field investigation, proving that TransJakarta still lacked good management.

Jakarta Governor Sutiyoso, however, still takes great pride in the busway service.

A keynote speaker at the same seminar as Peñalosa, Sutiyoso talked for 15 minutes on his struggles to implement the BRT as well as his ongoing efforts to create an MRT.
Arriving late and delivering his speech in the middle of Peñalosa's session, he emphasized his commitment to realizing good public transportation in the city.

"I would like to slap (the faces of his subordinates and financiers) if they don't realize the system for Jakartans," he said, although a few months ago he ordered his staffers to create more fast lanes on Jl. Sudirman and Jl. M.H. Thamrin in order to avoid traffic jams for private car owners.

Aside from the soft loan from the Japanese bank for the subway, a consortium of Middle Eastern banks and local banks have expressed their commitment to covering the monorail project, although the loans are still going through the administration process.
more

24.4.07

Busway Koridor IV

Januari yang lalu saya mencoba Busway koridor IV untuk pergi dan pulang kantor. Kesimpulan saat itu, cukup manusiawi (baca: hemat) untuk pergi di pagi hari, mengerikan di sore hari. Saat ini saya hampir selalu naik busway untuk berangkat ke kantor, sampai kehilangan HP segala ;)

more more

15.4.07

Masuk Jalur Busway, Mobil Warga Asing Ditahan

TEMPO Interaktif, Jakarta: Polisi menahan sebuah mobil Honda City dengan nomor polisi B 8461 YW yang dikemudikan Morell Emmanuel, 38 tahun, warga negara Dowala, Afrika. Sebab mobil itu melaju di jalur busway dari arah Cempaka Putih menuju Senen, Jakarta Pusat, Minggu (15/4) siang.

Morell sempat berusaha kabur saat dikejar petugas. Aksinya terhenti setelah dihalangi oleh bajaj. Kepala Unit Intelkam Polsek Senen Jakarta Pusat Inspektur Dua Suwandi menceritakan pelaku menolak untuk dibawa ke kantor polisi dan tidak bisa menunjukkan surat kepemilikan mobil. "Kami akan mengecek fisik mobil untuk mencari informasi lain," katanya kepada wartawan.

MUSTAFA MOSES
more

11.4.07

Joggling

Dari suaratransjakarta, diposting oleh david chyn

Setelah melalui kesibukan selama seminggu penuh, saya menyempatkan diri untuk melepaskan kepenatan dengan duduk di depan televisi. Tanpa punya pilihan acara khusus, saya coba memindai setiap stasiun yang ada.
Sejenak saya berhenti pada suatu tayangan tentang akrobat. Tampak seorang pemain sedang bermain joglling. Dengan tangan kanannya ia melemparkan pin bowling nomer satu ke atas. Dan sebelum ia menangkapnya kembali dengan tangan kirinya, ia sempat memindahkan pin bowling nomer dua yang ada di tangan kirinya ke tangan kanannya.
Pin bowling nomer dua inipun kemudian dilemparkan ke atas untuk ditangkap lagi dengan tangan kirinya. Tampak kedua pin bowling tersebut berputar melayang dari tangan kanan
ke atas, ke tangan kiri, ke tangan kanan kemudian melambung ke atas lagi dan terus berulang.
Permainan bertambah seru ketika pemain tersebut tidak hanya menggunakan dua pin bowling saja, tapi setiap saat ditambah satu lagi sampai akhirnya menjadi enam atau tujuh atau delapan.

Saya tidak konsentrasi menghitungnya lagi karena pikiran saya berpindah pada masalah antri dan kepadatan di halte (transfer) TiJe.
Mengapa kita harus antri di halte? Karena kita datang pada waktu yang tidak tepat (saat bus TiJe tidak tersedia).
Mengapa terjadi penumpukan pengguna di halte (terutama halte transfer)? Karena pengguna dari koridor yang hendak transfer dan turun di halte tersebut lebih banyak daripada kapasitas angkut bus koridor terusannya. Inbound ke halte lebih banyak daripada outbound nya.

Kalau ada rekan miliser yang mengusulkan penambahan jumlah armada suatu koridor untuk mengurangi kepadatan di halte, menurut saya, itu hanya akan efektif hanya pada halte awal (terminal keberangkatan) dan halte antara saja. Sebaliknya pada halte transfer (DukuAtas2, Halimun, Senen, Kampung Melayu etc.), seperti yang dikeluhkan rekan miliser tersebut, penambahan armada, sekali lagi menurut saya, tidak selalu berarti akan mengurangi kepadatan halte tersebut.

Ada kemungkinan penambahan armada, malah dapat menyebabkan kepadatan yang lebih parah di halte tersebut. Bayangkan kalau armada suatu koridor yang menurunkan penumpang transfer bertambah banyak, dan ada keterlambatan sedikit saja dari armada koridor terusannya, halte transfer tersebut dalam sekejab akan dijubeli pengguna.

Jadi untuk menghindari antrian dan penumpukan pengguna di suatu halte tranfer, menurut saya, kuncinya adalah koordinasi dan ketepatan sinkronisasi. Seperti pemain akrobat yang hanya dengan dua tangannya dapat memainkan enam, tujuh atau delapan pin bowling sekaligus. Pin di tangan kanannya harus segera dipindahkan.

Di suatu halte transfer, pada saat yang sama (atau paling lama selisih beberapa detik sesuai dengan kapasitas halte transfer tersebut) harus ada bus-bus dari koridor yang berlainan yang berhenti di halte tersebut yang masing-masing siap menerima/mengangkut pengguna yang transfer.

Di dalam kenyataan masalahnya menjadi tidak sederhana, karena jumlah pengguna antar koridor tidak berimbang (karena karakteristik jalurnya, karena letak halte transfer yang bukan terminal, faktor waktu etc.) dan hambatan jalur yang sulit diprediksi. Juga karena sifat interkoneksitas antar koridor. Ketidakseimbangan suatu segment dalam satu koridor atau koridor itu sendiri, dapat mempengaruhi koridor lain. (http://finance.groups.yahoo.com/group/suaratransjakarta/message/10278)
Apalagi tidak adanya data OD yang akurat dari tiap segmentnya.

Bulan April sampai Juni 2007 ini, dijanjikan akan ada penambahan armada TiJe dalam jumlah yang cukup significant. Ini berpotensial untuk menciptakan kepadatan di halte-halte tranfer bila koordinasi dan ketepatan sinkronisasi antar koridor tidak tercapai.
Untuk mengatasinya, saya mengusulkan agar penambahan armada dilakukan secara gradual sambil memperhatikan keseimbangan antar koridor dengan indikator kepadatan halte transfer. Jangan karena armada sudah tersedia, kemudian dilakaukan penambahan armada di suatu koridor tanpa memperhatikan kemampuan koridor lain.

Semoga tradisi baru bertransportasi dengan nyaman segera terwujud di Jakarta kita ini.
Salam. (041207 dc)

Putra memberi tanggapannya, 12 April 2007:

Dalam konsep angkutan umum, termasuk BRT atau lebih dikenal busway disini, ada dua macam model pelayanannya:

1. TRUNK - FEEDER
2. KONVOI

Transjakarta secara umum mengadopsi model no 1. TRUNK - FEEDER, artinya jaringan suatu koridor utama akan saling mengumpan koridor lainnya dan juga diumpan oleh suatu angkutan feeder (ranting) yang lebih kecil, sehingga terjadi perpindahan penumpang (transfer) karena tidak ada jalur yang saling paralel. Contoh, penumpang BLOK M yg ingin ke KALIDERES harus transfer di HARMONI, penumpang RAGUNAN yg ingin ke Sudirman harus transfer di HALIMUN dan DUKUH ATAS.

Sedangkan model no 2. KONVOI, bisa melihat contoh dari pelayanan KRL Jabotabek dan bus reguler. KRL Depok dan KRL Pakuan tujuannya sama2 ke Stasiun Kota dengan menggunakan jalur KA yang sama (lintas Bogor-Manggarai-Kota), tetapi yg membedakan origin destination-nya, yang satu berawal dari St. Depok Lama, dan satu lagi dari St. Bogor.
Metromini 74 jurusan BLOK M - REMPOA dan bus 71 BLOK M - Bintaro rutenya 70% paralel, tetapi tujuan akhirnya berbeda.

Masing2 model punya keunggulan dan kekurangan. Kalo dari penumpang lebih nyaman dengan model konvoi, karena model konvoi mengakomodasikan variasi tujuan yg lebih banyak, sehingga penumpang tidak perlu repot berpindah2 bus. Tetapi hal ini kurang menguntungkan dari segi operasional, karena pangsa penumpang sudah dipecah/didistribusikan sehingga kapasitas bus menjadi tidak efisien (kelebihan tempat duduk) pada satu ruas yang bercabang, hal ini memunculkan biaya yg tidak perlu.
Selama model TRUNK - FEEDER mengakomodasikan tempat transfer yang nyaman dan proses yang cepat, penumpang tidak akan terlalu mempermasalahkannya.

Kalau mau transjakarta lebih optimal, efektif, dan efisien, model pelayanannya harus mengkombinasikan 2 model tsb tergantung dari karakteristik koridornya. Seperti koridor 6 RAGUNAN - HALIMUN yang mempunyai demand tinggi untuk menuju koridor 1. Supaya efisien, harusnya koridor 6 di-extend hingga koridor 1 DUKUH ATAS dengan sharing sebagian jalur koridor 4.

Dalam usulan ITDP terdahulu, karena mengukur banyak demand penumpang dari BLOK M yang ke KALIDERES dan PULOGADUNG, diusulkan dibuat jalur secara konvoi (beriringan) BLOK M - KALIDERES, dan BLOK M - PULOGADUNG yang sharing jalur yang sama dengan jalur BLOK M - KOTA. Jadi penumpang yang ke KALIDERES maupun PULOGADUNG tidak perlu lagi pindah bus. Hal ini bertujuan memaksimalkan kapasitas bus pada suatu ruas dalam koridor.

David menanggapinya kembali, 13 April 2007:

Pak Putra,
Menurut saya saat ini TiJe hanya melayani trunk/back bone saja, tidak temasuk feeder nya.
Topology yang dipakai saat bukan star lagi yang semuanya bermuara di HCB. Tetapi dengan adanya kor IV s/d kor VII, sudah berubah menjadi grid/jemaring yaitu kombinasi ring dan star.
Ini menyebabkan interdependensi antar koridor menjadi sangat tinggi dan pengaturan trafik semakin rumit.
Inilah yang menuntut pengelola untuk mengkoordinasikannya dengan lebih baik lagi.
Salam (dc)

Sedangkan Adhitya mengomentari posting awal David , 12 April 2007:

Untuk mas David:
Ide anda bener sekali dan ini sistem ini memang diterapkan di banyak negara maju. yang paling benar dari analisa mas adalah bahwa kalo nambah armada jusru halte transfer makin sesak. Kelemahannya adalah bahwa infrastruktur dan mentalitas kita masih belum cukup untuk membuat sistem ini berjalan.

Kita gak mungkin tepat waktu selama:
1. polisi masih membolehkan mobil masuk jalur busway.
2. Separator jalur busway hilang di beberapa titik. seperti di jembatan kuningan-menteng.
3. jalur busway melintasi jalur yanghierarkinya lebih penting. contoh: melintas jalur KA. Kereta api jelas lebih atas hierarkinya dan menunggu mereka lewat bisa mendelay waktu.

Jadi sejauh ini yang terbaik masih hanya menambah armada tapi dengan koordinasi. maksudnya gini:
- armada yg sekarang sudah penuh duluan di halte transit sehingga tidak memberi ruang masuk untuk penumpang di halte-halte berikutnya.
- ini bisa dipecahkan dengan: kalo bus di depannya udah angkut penumpang di halte transit secara signifikan, maka bus berikutnya langsung lewat aja, gak usah berhenti. prioritasnya adalah mengambil penumpang dari halte-halte non-transit. Kalo dia sampai di halte transit, hanya turunkan penumpang saja. bus ketiga baru konsen lagi memuat sepenuhnya halte transit. begitu seterusnya.

Salah satu masalah terbesar bagi kami-kami yang menunggu di halte non-transit adalah itu: dari halte transitnya aja udah penuh.
rgds.
Mempublikasikan Kiriman

Agriadi mengajukan pendapatnya, 13 April 2007:

Kalo saya kok lebih sreg dgn headway busnya ya.. Selama headway bus terjaga dgn baik dan teratur, mnrt saya penumpukan tidak berlebih baik di halte transfer ataupun halte biasa.
Coba kalo liat TB jalan, mereka sering jalan beriringan (nempel) dgn bus depan atau belakangnya.

Misal kalo ada bus langsung misal Blok M - KaliDeres, apa nantinya ga kisruh di halte pemberangkatan? Penumpangnya aja desek2an buru2 mau masuk bus. Ntar bisa ketuker mau naik jurusan Blok M - Pulogadung.

Sedangkan Asepsap menawarkan solusi lain, 13 April 2007:

Menurut saya jumlah armada boleh jadi mengurangi waktu tunggu. Tapi saya mikir2 apakah ada cara yg lebih murah dan gampang untuk mengurangi waktu tunggu penumpang di halte transit yg penuh.

Anggaplah solusi sekarang menggunakan 10 artinya bus pertama ngangkut, bus berikutnya gak ngangkut alias lewat aja, bus berikutnya kembali ke pola awal (ngangkut lagi) dst 101010...
Pola lain adalah 120, bus pertama dan kedua nganggkut, ketiga lewat aja gak ngangkut, bus berikutnya kembali ke pola awal dst 120120120....
pola 100 yg mana bus pertama ngangkut, bus kedua dan ketiga gak ngangkut alias lewat aja, bus berikutnya kembali ke pola awal (mulai ngangkut lagi), dst

di halte/bus stop lainnya angka 0 artinya tidak mengangkut tapi menurunkan penumpang bisa2 saja

menurut saya, tergantung jam sibuk, juga tergantung wilayah.. harus diputuskan pola mana yg akan digunakan. Mungkin di tiap halte ada seorang 'satpam' yg bisa menganalisa dan memutuskan pola mana yg akan digunakan. Seharusnya ini bisa diputuskan oleh satu sistem komputer terpusat yg bisa memonitor status antrian, tapi ceritanya kan cari solusi yg murah dan gampang tanpa menambah armada jg.

Putra menjelaskan maksudnya, 14 April 2007:

Konsep KONVOI itu maksudnya juga membedakan fasilitas pemberhentiannya, kalau misalnya ada jurusan BLOK M - KOTA, BLOK M - KALIDERES, dan BLOK M - PULOGADUNG, jadi nanti disepanjang jalur Blok M hingga Harmoni (awal percabangan jalur) semua bentuk haltenya terdapat 3 pintu dengan jurusan yang berbeda, bentuknya seperti halte HCB tapi dengan skala yang lebih kecil.

Dengan model KONVOI ini kapasitas suatu koridor bisa ditingkatkan menjadi 15.000 penumpang/arah/jam, hampir 3 kali lipat kapasitas transjakarta sekarang yang berkisar 5.000 penumpang/arah/jam. Saya gak ngusulin sih, karena kalau transjakarta mau menerapkan model ini, ada banyak banget hal yang mesti dibenahi, terutama dari sarana haltenya yang perlu diperbaiki supaya menjadi lebih panjang, jalur busnya, armadanya, dan pengaturan LL-nya.

Kalo untuk penumpukan, seperti kata Pak Yanto memang utamanya yang karena yang sekarang hanya armadanya belum lengkap saja. Kebutuhannya masih jauh dari cukup. Pengadaan bus koridor 8-10 kapan ya? Masak harus telat lagi kayak koridor sekarang?

Konsep itu sebenarnya sudah diterapkan di koridor 1, bus kosong tidak selalu dilepas dari BLOK M atau KOTA saja, saat jam sibuk ada bus yang langsung meluncur ke Bundaran Senayan untuk mengangkut penumpang ke arah Kota, atau diluncur dari Tosari untuk ngangkut penumpang ke arah Blok M.

Yang menjadi masalah hanya selama ini kuota bus untuk seluruh koridor tije masih di bawah keharusan. Selama belum tercukupi, tidak ada hal lain yang bisa membantu mengurangi penumpukan penumpang di tiap halte.
more

10.4.07

Pria Tanpa Identitas Tertabrak Busway

TEMPO Interaktif, Jakarta: Seorang pria tanpa identitas tewas tertabrak busway Selasa (10/4) siang, sekitar pukul 12.45 WIB, di Jalan Raya Jatinegara Barat, Jakarta Timur.

Ketika itu korban tengah menyeberang jalan. Saat bersamaan sebuah bus way bernomor polisi B 7533 XI melintas di sana. Menurut Kepala Unit Kecelakaan Lalu Lintas Polres Metro Jakarta Timur, Ajun Komisaris Polisi Sugeng busway melintas kencang saat melintas di lokasi.

Diperkirakan pria berbaju biru itu berumur sekitar 25 tahun. Dari saku celananya ditemukan satu buah dompet yang berisi daftar nomor telepon wilayah Riau. Jenazah nya dibawa ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta Pusat.

Cheta Nilawaty| Sofyan
more

9.4.07

Jalur Busway Koridor VI Masih Terganggu

TEMPO Interaktif, Jakarta:Bukan hanya jalur kereta api yang terganggu akibat pohon tumbang, jalur lintas busway koridor VI Ragunan-Kuningan-Halimun juga masih terganggu hingga saat ini.

Kepala Humas TransJakarta Rene Nunumete mengatakan hambatan itu karena menjuntainya kabel listrik milik PT Kereta Api yang terputus karena tertimpa pohon di jalur busway. "Sehingga awak kami harus berhati-hati melewatinya," katanya kepada Tempo di Jakarta Senin (9/4).

Dia menjelaskan pohon-pohon yang tumbang sudah berhasil dipotong dan disingkirkan. Sedangkan kabel yang menjuntai masih diperbaiki oleh pihak PT KAI.

Sebagai solusi, jika jalan di Latuharhari tidak padat, maka busway tidak perlu masuk di jalurnya di areal listrik yang menjuntai, dan selanjutnya masuk kembali di jalur busway setelah melewati halangan itu. "Sopir yang lebih paham hal itu," ujarnya.

Akibat terganggunya jalur busway tersebut, menurut Rene, dipastikan terjadi keterlambatan jadwal bus. Sehingga kemungkinan besar terjadi penumpukan penumpang di halte-halte busway koridor VI ini. "Mungkin siang sudah normal kembali," katanya.

Zaky Almubarok Indrawan
more

Busgandeng Busway

Sebanyak 17 bus gandeng untuk busway koridor 5 (Ancol - Kampung Melayu) dijadwalkan tiba Juni 2007 mendatang.
Menurut informasi, kapasitas bus gandeng ini mampu mengangkut 160 penumpang; tigakali lipat dari bus TJ sekarang yang berkapasitas 55 penumpang.
Gambar ini adalah pelatihan pramudi busgandengnya Metropolitan Area Express (MAX) system, di Las Vegas, sama sekali ga ada kaitan dengan jenis busgandeng yang dipilih oleh Tije. Gambar ini dipilih sekedar informasi bagaimana pelaksanaannya di negara lain.
Kalau diteliti fotonya: di sana tidak perlu pembatas jalan, "hati-hati melangkah"nya tidak mengkhawatirkan, ada mikrofon untuk pramudi, ada informasi "Driver Training" di tempat informasi rute.
Info lainnya
more

8.4.07

Busway Surabaya

Anggaran Busway Direvisi Jadi Rp 130 Miliar, Ditarget Mulai 2008

INDOPOS - Impian pemkot untuk merealisasikan proyek bus rapid transit (BRT) atau yang lebih dikenal dengan busway kembali dikonkretkan. Ditargetkan, pada 2008 proyek tersebut sudah bisa dimulai.

Hal itu merupakan hasil pembicaraan pemkot dengan Dirjen Perhubungan Darat Dephub belum lama ini. "Masalah dana juga sudah kami hitung, termasuk dari mana sumber dananya," jelas Kepala Dishub Surabaya Bambang Suprihadi kepada Jawa Pos kemarin.

Rencana semula, pemerintah mengestimasikan proyek BRT menelan dana sekitar Rp 240 miliar. Tapi, setelah dihitung ulang, angkanya berkurang, sehingga tinggal Rp 130 miliar. Pengurangan tersebut dilakukan setelah beberapa pos dipangkas.

"Misalnya, anggaran untuk depo bus. DAMRI sudah memiliki depo itu, tidak perlu bikin yang baru," ungkap pejabat asli Kudus tersebut.

Selain itu, pendanaan konstruksi juga direvisi. Rencananya, masalah tersebut ditanggung bersama oleh pemerintah pusat, pemprov, dan pemkot. "Persentasenya masih belum dibicarakan lebih lanjut. Tapi, yang jelas ditanggung bersama," katanya.

Bambang menambahkan, Wali Kota Bambang D.H. menargetkan, pada 2008, pengerjaan konstruksi BRT sudah bisa dimulai. Dengan demikian, setidaknya pada 2009-2010 BRT sudah bisa terwujud.

Saat ini, BRT sudah masuk tahap pra-DED (detail engineering design). "Jika tahap tersebut tuntas, langsung masuk tahap DED dan pekerjaan konstruksi," jelasnya.

Pra-DED merupakan tindak lanjut hasil feasibility study (FS/studi kelayakan, Red) yang menyebutkan bahwa busway layak dioperasikan di Surabaya. Ada beberapa hal yang dikaji dalam tahap pra-DED. Di antaranya, posisi jalur busway di tiap jalan yang dilewati, survei geometris jalan, serta penataan shelter-shelter.

Menurut Kepala Bidang Lalu Lintas Dishub Agus Haris, berdasar kajian yang dilakukan, kawasan Jalan A. Yani sudah tidak bermasalah. "Tinggal menata jalur di sekitar Bundaran Waru. Selebihnya sudah oke," tegasnya.

Seperti direncanakan, desain jalur busway tahap pertama (utara-selatan) telah dibuat. Rencananya, jalur itu melewati Bundaran Waru hingga Jembatan Merah. Jalur busway tahap pertama sepanjang 18 km dengan 27 halte, masing-masing halte berjarak 600 meter hingga 1.100 meter.

Agus mengaku bahwa proyek tersebut bisa memicu polemik. Misalnya, ketika memulai pekerjaan konstruksi, arus lalu lintas bisa terganggu. Namun, polemik tersebut akan berakhir ketika manfaatnya mulai dirasakan masyarakat. "Di Jakarta dulu juga begitu. Banyak protes. Tapi, setelah beroperasi, manfaat busway sudah dirasakan. Terbukti lebih efektif dan efisien," ungkapnya. (ris)
more

5.4.07

Bekas Ketua Panitia Anggaran Busway Dituntut Tiga Tahun Penjara

TEMPO Interaktif, Jakarta: Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi Wiharis menuntut bekas Ketua Panitia Pengadaan Busway, Silvyra Ananda dengan hukuman tiga tahun penjara dan denda Rp 50 Juta subsider tiga bulan kurungan.

Tuntutan Jaksa yang dikemukakan di persidangan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Kamis (5/4) ini, menilai bahwa terdakwa melakukan tindak korupsi sesuai dengan dakwaan kedua yakni melanggar Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang tindak pidana korupsi yang diubah menjadi Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang tindak pidana korupsi Jo Pasal 55 Jo Pasal 64 KUHP. ''Seluruh unsur tindak pidana di dakwaan kedua terpenuhi oleh terdakwa,'' ujar Wiharis.

Dalam tuntutannya, jaksa menilai bahwa terdakwa sebagai ketua panitia pengadaan busway 2003-2004 secara fakta hukum bertindak tidak sesuai dengan ketentuan pengadaan barang. ''Terdakwa tidak melakukan prakualifikasi tender dan melakukan penunjukkan langsung dalam pengadaan Busway,'' ujar Wiharis. Sehingga terjadi ketidakwajaran harga yang menimbulkan kerugian negara senilai Rp10,6 miliar.

Menanggapi tuntutan hukum dari Jaksa, Silvyra menyerahkan pembelaannya kepada penasehat hukumnya. Sementara kuasa hukumnya, Sastra Rasa mengemukakan bahwa sebenarnya kliennya tidak bersalah. ''Silvyra hanya menjalankan perintah Gubernur DKI Jakarta saja,'' ujarnya.



Sandy Indra Pratama
more

4.4.07

Rekanan Busway Divonis Lima Tahun

TEMPO Interaktif, Jakarta: Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi memvonis rekanan pengadaan armada busway, Direktur Utama PT. Armada Usaha Bersama, Budi Susanto lima tahun penjara, denda Rp 200 juta subsidair 6 bulan kurungan. "Terdakwa juga harus membayar uang pengganti senilai Rp 2,1 miliar atau menjalani pidana selama satu tahun," Hakim Ketua, Moerdiono saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tipikor, hari ini

Vonis tersebut sama dengan tuntutan jaksa dalam sidang sebelumnya. Dalam sidang kali ini, terdakwa Budi Susanto dianggap bersalah pada dakwaan primair, yakni Pasal 2 ayat 1 Jo Pasal 18 Undang-undang nomor 31 1999 yang diubah menjadi UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Jo Pasal 64 KUHP.

Menurut Hakim, Budi terbukti melakukan tindak pidana korupsi yang memenuhi beberapa unsurnya, yakni melakukan perbuatan hukum, merugikan keuangan negara, memperkaya diri sendiri atau orang lain.

"Dalam proses pengadaan busway, terdakwa tidak tunduk pada Keputusan Presiden No 18 Tahun 2000 dan Keppres No 80 Tahun 2003 tentang pengadaan barang," ujar Moerdiono.

Seluruh tindakan pengadaan barang, kata dia, dilakukan sebelum penunjukkan rekanan resmi oleh pemerintah DKI Jakarta. Sehingga, azas kesamaan dalam tender sudah dilanggar oleh terdakwa. ''Akibat perbuatan terdakwa, negara dirugikan senilai Rp 10,6 Miliar dalam pengadaan armada busway pada tahun 2003-2004,'' ujar Moerdiono.

Selain itu, dalam pertimbangannya, hakim mengungkapkan bahwa PT AUB sendiri mendapatkan kewajiban untuk melakukan penggantian kerugian negara sebesar Rp 9,6 miliar.

Menanggapi putusan itu, Budi menyatakan banding. Muhammad Assegaf mengatakan putusan hakim tidak klop. Artinya, kata dia, tuntutan jaksa sebelumnya menyatakan bahwa terdakwa menyalahi dakwaan subsidair. "Namun putusannya disebutkan menyalahi dakwaan primair," ujarnya.


Sandy Indra Pratama
more

Kritik terhadap TJ

Dari suaratransjakarta diposting oleh Adhitya mulya:

Beberapa terakhir ini member milis udah membaca beberapa kritikan saya thd kita, sesama pengguna TJ. memang benar seperti yang salah satu dari kita bilang bahwa customer adalah raja. Tapi kalo raja gak mau liat kondisi, itu namanya raja pandir. Saya simply nyoba ngajak temen-temen utk sedikit lebih bijak karena kelemahan utama dari TJ adalah sistem dan desain produknya. tapi yang pertama kena imbas dari keluhan kita adalah pegawai-pegawai TJ-nya. bagi saya, itu gak adil karena pegawai hanya mengikuti instruksi dan bergerak di batasan-batasan yang sistem TJ berikan.

Kritik saya thd TJ

1. (primer) Armadanya kurang.
Ini orang bego juga tau. Tapi kunci penyelesaian *semua *keluhan konsumen justru terletak di armada. Kalo armada cukup, maka:
- waiting time di halte berkurang
- kepadatan dalam bus berkurang
- Supir gak perlu ngebut utk jemput penumpang, karena supir lain pasti sudah jemput.

Kemarin ada diskusi offline dengan seorang teman. Dia mengabarkan bahwa sebenernya ada 80 unit TJ siap pakai. tapi TJ-nya masih dalam proses rekrut dan beberapa unit itu belum punya ijin operasi.
2. (primer) Rute transit yang dijalankan tidak manusiawi
Ambil halte transit dukuh atas 2 dan halimun. Keduanya dijadikan halte transit namun seseorang yang sangat 'jenius' dari TJ memutuskan untuk membuat kedua halte itu sempit. jelas banget bahwa siapa pun (mau bule kek mau orang indonesia kek) yang mendesain halte transit sesempit itu, gak mikir dan gak ngitung proyeksi jumlah pengguna pas bikin. yang ada adalah waiting time selama 1-2 jam untuk 1 oran bisa masuk ke koridor yang dia inginkan.

3. (primer) jangan tergesa-gesa meluncurkan produk rute
Jika memang masih kurang tenaga kerja, jangan tergesa-gesa daripada ngoyo luncurin tapi servicenya mengundang banyak kritik seperti yang terjadi setelah peluncuran 4-6. Mohon ini dijadikan pertimbangan untuk peluncuran koridor 7 8 9 (dan katanya ada 10 ya?)

4. (primer) Antara peluncuran produk rute dan pemisahan jalur busway, jangan terlalu lama
Dari pengamatan banyak orang, sepertinya kor 4-6 sudah selesai dipisahkan jalur buswaynya, armada dan tenaga kerja belum siap. Yang ada jalanan macet, tapi busway tidak terpakai. Sekarang saya tanya apakah ini yang membuat kor 4-6 diluncurkan dengan ala kadarnya? karena hasilnya cukup mengecewakan bagi pelanggan. Jujur aja, penyelarasan timeline antara proses rekrut, pengadaan unit bus, perijinan dan pembangunan jalur busway itu cuman butuh project management yang baik. gak butuh orang yang kerja di NASA untuk mikir bahwa itu penting. yang penting, dipikirin.

5. (primer) Desain produk yang tidak tepat guna
Di ilmu dasar teknik transportasi ada yang namanya bangkitan dan tarikan (referensi: permodelan transpotasi - Ofyar Z Tamin). bangkutan adalah area di mana titik awal penumpang berada dan tarikan adalah destinasi yang mereka tuju.

Koridor 1 didesain untuk menghubungkan kota-blok m. dalam skala kecil kita lihat selalu penuh. tapi kalo kita lihat demografi dan penyebaran penduduk Jakarta, rute ini gak ada gunanya. Ngapain sih menghubungkan sentra bisnis dengan sentra bisnis? keduanya kan tarikan. Jutaan orang kerja di kota tapi jutaan orang juga kerja di blok m juga. Sedangkan ada jutaan orang yang kerja di sentra bisnis dan bermukim di sentra perumahan (depok, ragunan, pasar jumat, bekasi). yang ada, orang yang kerja di sudirman dan tinggal di pasar jumat, gak make busway. dan akhirnya idealisme TJ untuk memberikan solusi transportasi tidak tercapai.

Koridor 6: menghubungkan halimun+kuningan dengan ragunan, buncit, pejaten dan sebagian ps. minggu). Nah, rute ini jauh lebih tepat guna karena menghubungkan sentra bisnis dan sentra pemukinan. bangkitannya kuat (3 pemukiman) tarikannya kuat (2 sentra bisnis).
Tolong kalo mau bikin rute mbok ya konsultasi dulu sama orang yang beneran ngerti transportasi. Gak usah teburu-buru.

6. (primer) Kualitas tenaga kerja
Tidak ada yang senang digampar satgas. Meski kita juga sepertinya buta kalo melihat satgas digampar penumpang. Stres yang terjadi pada satgas dan supir diturunkan dari frustrasinya penumpang yang diturunkan dari kurangnya armada. tapi terlepas dari kurangnya armada, mestinya pemukulan tidak pernah ada. Biar bagaimana pun itu salah. Saya setuju bahwa supir S1, tapi kenapa kalau satgas hanya SMEA? Kenapa gak D3 atau S1 juga? Toh jika mereka gak mau, masih banyak orang yang bersedia bekerja kan.

7. (sekunder) Infrastruktur di tiap kordior beda-beda
Di koridor 1, pake card
Di koridor 6, pake karcis
Emangnya belum punya cukup dana untuk penyelarasan ya?

8. (sekunder) ventilasi di tiap halte
Tiap halte memang ada ventilasi. tapi kurang. Kondisi di mana hampir semuanya kaca juga meningkatkan suhu dalam ruangan karena sinar matahari memanaskan udara di dalam tapi udara di dalam tidak bisa keluar.
Kalo pake kipas angin, pasti listriknya mahal. Apalagi AC. Jadi mungkin kritik ini gak menuju ke kita minta AC. Tapi setidaknya beberapa dari kaca itu dibuka aja. kalo takut ada orang stress dan loncat, yang dijeruji.
lagi-lagi gak perlu sarjana S3 untuk mikir bahwa ini adalah hal penting. Saya lihat beberapa halte kacanya pecah, saya justri senang. Setidaknya udara masuk.

9. (sekunder) batasan kecepatan mengemudi
Ini adalah kritik yang menrupakan perpanjangan dari masalah kurangnya armada. Sebaiknya kecepatan dikurangkan sejalan dengan makin banyaknya unit.
Saya sering mendapati gini:
Ketika penumpang dalam bus, mereka teriak: "Pelan-pelan dong!"
Giliran mereka di dalam halte, mereka teriak: "Aduh cepetan dong!"
Keduanya valid tapi tergantung sama banyaknya unit. Ini sebabnya saya taro di prioritas sekunder karena penumpang pun terkadang permintaannya double standard.

10. (sekunder) Fasilitas Pendukung
TJ bisa menarik pemasukan tambahan jika menyediakan WC dan kulkas yang menjual minuman dingin. Jual yang simple-simple aja agar tidak terlalu banyak sampah. Ekses yang mesti dikontrol mungkin adalah penumpang bertendensi membawa minuman itu ke dalam bus dan minum di dalam bus yang mana, menurut instruksi di dalam bus, dilarang makan/minum.

Nah, baik temen-temen pengguna dan pihak TJ bisa melihat bahwa banyak dari kritikan di atas sebenernya *NON-manusia*. tapi manusia lah yang berkonflik karenanya. Tolong ini dibenahi segera karena banyak di antaranya sangat vital.

Rgds.

Ditanggapi oleh dhikoen ady, 5 April 2007:

Saya tertarik melihat komentar dari sdr.Adhitya Mulya, emang benar yang saudara katakan bahwa semuanya masih ada kekurangannya, tp yang jlas saya sebagai penumpang
yang tiap hari naik busway (P. gadung-Dkh atas) patut bersyukur krn jakarta udah memiliki transportasi massal yang cukup bagus.

Dan oleh Deddy Arief, 10 April 2007:

Salut utk kritiknya mas Adhitya yang bagus sekali, hanya ada sedikit catatan kecil saya utk point 5 sbb.

CMIIW, setahu saya "committed project" Subway Lebak Bulus - Dukuh Atas katanya akan selesai terbangun di tahun 2014-2015.
Kalau koridor Busway I diperpanjang dari Blok M sampai Lebak Bulus guna menjangkau area pemukiman, maka selain akan mengikut-sertakan upaya pembebasan tanah untuk pelebaran jalan yang signifikan dan membutuhkan waktu ber-tahun2 karena terbatasnya kondisi fisik jalan Fatmawati, namun hal ini juga akan mengakibatkan terjadinya duplikasi terhadap rencana Subway dan tentu akan berujung kepada kelebihan kapasitas angkut (over capacity) yang sangat signifikan pada segmen koridor yang tidak terlalu padat ini jika kedua system tersebut dioperasikan secara bersama2.

Menurut hemat saya, dalam konteks azas manfaat berkelanjutan (sustainable benefits), apabila busway pada segmen koridor ini nantinya harus dibongkar sementara baru beroperasi seumur jagung, maka akan mengakibatkan terjadinya pemborosan sumber daya yang sangat signifikan, sehingga tentu akan lebih tepat guna apabila resouces pemerintah yang terbatas dapat dialokasikan pada koridor lain guna menjangkau seluruh pelosok Jakarta yang luas ini.

Puluhan studi yang melibatkan "pakar transport kelas dunia", termasuk JMATS '72, JUTP '86, TNPR '92, JSTSMP '99, BDP '00, PTM '03 telah menetapkan Blok M-Kota sebagai koridor mass transit.
Sebagian mereka berpendapat bahwa utk efisiensi sistem, seperti yang disampaikan juga oleh Pak Dave, "Main Haul Corridor" tidak harus mencapai area pemukiman yang pada umumnya tersebar luas diseantero kota, sepanjang feeder service point-nya telah tersedia dengan baik. Terminal Blok M memenuhi syarat ini, karena puluhan rute bus dari berbagai area pemukiman berujung pada terminal ini.
Salam - DA

more

Jakarta Mass Rapid Transit Plan


Rancangan untuk 2009, entah kapan plan ini dibuat.
more