Tiket Rp.3.864
Rencana Pemprov DKI Jakarta untuk menaikkan tarif TransJ menjadi Rp 5.000 mendapat penolakan dari pengguna TransJ. Penumpang hanya mampu membayar tiket di bawah Rp 5.000 yakni Rp 3.864.
"Tapi rata-rata bersedia bayar sampai Rp 4.216," kata anggota pengurus YLKI Tulus Abadi dalam diskusi kelompok terarah bertajuk 'Merumuskan kembali sistem pentarifan Transjakarta' di Hotel Aston, Jl Senen Raya, Jakarta, Selasa (18/12/2007).
Tulus menjelaskan, survei tersebut dilakukan selama seminggu pada 21-26 November 2007 di 7 koridor busway dengan 1.062 koresponden usia 20-30 tahun.
Kebanyakan pengguna TransJ adalah karyawan swasta dengan penghasilan Rp 500.000-Rp 1.000.000 yang mempunyai latar belakang pendidikan tamat SMU atau sederajat.
"Ini dilakukan pada hari kerja saat jam sibuk termasuk hari Sabtu dan Minggu. Seminggu mereka bisa memakai busway 3-5 kali," ujarnya.
Menurut Tulus, pengguna busway terbanyak berdasarkan survei terdapat pada koridor I dengan persentase 38 persen. Sedangkan koridor II-VII persentasenya semakin menurun.
20 Persen koresponden yang disurvei meski memiliki kendaraan pribadi lebih memilih mengunakan TransJ. 46 persen justru tidak memiliki alat transportasi apa pun.
"Ada peralihan dari mereka yang biasa mengunakan kendaraan pribadi, jadi menggunakan busway sebanyak 33 persen. Jadi cukup banyak. Biasanya mereka beralasan karena kenyamanan dan kebersihan dari busway itu sendiri," imbuhnya.
Tulus mengatakan, sebanyak 55,7 persen warga menyatakan tarif Rp 3.500 telah sesuai dengan pelayanan yang diberikan oleh transportasi ini. Mutu pelayanan pun dianggap baik meski ada beberapa pengalaman negatif.
"Misalnya antre di loket dan lama menunggu bus itu itu sebanyak 74 persen dan terlambat sampai tujuan 27 persen," tandasnya.
Dari pengalaman negatif itu, lanjut Tulus, warga berharap ada perbaikan seperti dalam pengelolaan antrean dan pengaturan headway (selang waktu kedatangan busway).
"Soal ketepatan waktu dan kapasitas bus, itu juga menjadi prioritas mendesak selain jumlah armadanya," cetusnya.
"Tidak hanya itu, perlu adanya tempat untuk memberikan kritikan dan saran dalam bentuk pesan singkat atau SMS," tambah Tulus. ( ziz / nrl ) detikcom
No comments:
Post a Comment