30.10.07

Angkutan massal siapkah?

Pemprov DKI Ditantang Batasi Kendaraan Pribadi

Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta harus segera merealisasikan rencana pembatasan penggunaan kendaraan pribadi untuk mengurangi kemacetan di Jakarta. Kemacetan di ibu kota negara ini makin parah akibat alokasi jalur jalan untuk busway.
Desakan ini disuarakan Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Bambang Sulastono. Sedangkan Ketua DPRD DKI Jakarta HM Ade Surapriatna mendesak Gubernur DKI Fauzi Bowo agar menghentikan sementara dan mengevaluasi pembangunan jalur busway koridor VIII, IX dan X, karena menimbulkan keresahan dan diprotes ribuan orang yang mengaku rugi besar akibat kemacetan lalu lintas.

Masyarakat menjadi korban kemacetan. Tak hanya mengakibatkan boros bahan bakar minyak (BBM) dan merusak suku cadang kendaraan, tetapi juga kehilangan banyak waktu, dan stres. "Secara makro, kerugian akibat kemacetan itu besar sekali. Saya minta kepada Gubernur agar stop dulu, dievaluasi menyeluruh, melibatkan pakar transportasi dan ahli perencana pembangunan. Ini mendesak dilakukan untuk menghindari kerugian lebih besar," ujar Ade Surapriatna.

Bambang menambahkan, "Pembatasan penggunaan kendaraan pribadi merupakan pilihan yang harus diambil Pemprov DKI. Meski demikian, pembatasan itu baru dapat dilaksanakan setelah penyediaan angkutan massal memenuhi unsur aman, nyaman dan murah," kata Bambang Sulastono kepada Suara Karya, Senin (29/10) malam.

Pembatasan penggunaan kendaraan pribadi, kata Bambang, bisa dilakukan dengan menerapkan sistem electronic road pricing (ERP) atau kendaraan dibebani pungutan saat melewati ruas jalan tertentu.

Sistem ini mengadopsi kebijakan yang telah ditempuh Pemerintah Singapura, yang terbukti efektif membatasi penggunaan kendaraan pribadi. Selain itu, Singapura berhasil mengatasi kemacetan, karena sistem angkutan massal tertata baik.

"Kalau sistem ini diterapkan di Jakarta, bisa saja. Tapi, apakah angkutan massal kita sudah siap?" ujar Bambang. Pembatasan penggunaan kendaraan pribadi juga bisa dilakukan dengan melarang kendaraan tua beroperasi. Atau pembatasan berdasarkan nomor kendaraan ganjil genap.

Tapi, sistem ganjil genap rawan penyalahgunaan. Pasalnya, sistem ini mudah direkayasa dan merangsang orang memiliki lebih dari satu kendaraan. "Di Manila, sistem ini gagal karena banyak pemilik kendaraan yang memalsukan nomor polisi. Orang kaya malah menambah mobil," ucap Bambang.

Menurut dia, kemacetan parah Jakarta akhir-akhir ini disebabkan tiga hal. Pertama, pembangunan infrastruktur busway kurang terkoordinasi, dengan akibat kapasistas jalan berkurang.
Kedua, pemprov kurang mengantisipasi dampak busway atau pemberlakuan sejumlah koridor tidak disimulasikan. Ketiga, pertumbuhan jumlah ken-daraan sangat cepat.
Berbagai faktor penyebab ini, kata Bambang, belum pernah diselesaikan oleh regulator. Kalau hal ini dibiarkan atau tidak diantisipasi, Jakarta akan mengalami kemacetan total pada 2014.

Saat ini, luas jalan di Jakarta sekitar 43 juta meter persegi. Pada 2014, pertumbuhan luas jalan diperkirakan menjadi 45 juta meter persegi, atau sama dengan luas kebutuhan ruang tiga juta mobil. "Jika benar itu terjadi, Jakarta bisa lumpuh," katanya. (Sadono/Budi Seno/Yon Parjiyono - Suara Karya)

No comments: