14.7.07

Tarif Baru Busway Diputuskan Pekan Depan

Selama tiga tahun berjalan, dewan tidak pernah mendapat laporan detil mengenai pemasukan dan pengeluaran busway.

Republika | JAKARTA -- Gubernur DKI Jakarta, Sutiyoso akan memutuskan kenaikan tarif busway Senin besok (16/7). Tarif sebesar Rp 3.500 dianggap sudah tidak memadai dengan kondisi busway yang hendak beroperasi di 10 koridor tahun depan.

"Kalau tarif tidak dinaikkan, kita harus menanggung subsidi yang sangat besar," ujar Sutiyoso, Jumat (13/7). Untuk tahun anggaran 2007, Pemprov mengeluarkan anggaran Rp 210 miliar bagi subsidi busway di tujuh koridor. Padahal anggaran yang sebenarnya dibutuhkan untuk menyubsidi adalah Rp 386,8 miliar.

Kekurangan subsidi lantas dipenuhi dengan cara efisiensi. Caranya dengan tidak mengoperasikan 95 persen armada busway. Akibatnya, beberapa bulan terakhir masyarakat merasakan jarak kedatangan antarbus yang lebih dari standar awal yaitu 3,5 menit. Penumpukan penumpang di halte lalu menjadi tidak terhindari.

Tarif Rp 3.500 merupakan besaran yang ditentukan sejak busway pertama kali diluncurkan pada awal 2004. Hingga saat ini, tarif tersebut tidak mengalami kenaikan.

Sekdaprov DKI Jakarta, Ritola Tasmaya, mengatakan kenaikan tarif busway nanti sudah termasuk memperhitungkan tiga koridor baru yang akan berjalan tahun depan. Yaitu koridor VIII (Lebak Bulus-Harmoni), IX (Pinang Ranti-Pluit), dan Koridor X (Cililitan-Tanjung Priok). "Tarif baru akan ditetapkan masih secara flat," ujarnya.

Pemilihan sistem tarif rata atau flat rate tersebut diadopsi dari pola transportasi yang umumnya diterapkan negara berkembang. Di Bogota, tempat Jakarta meniru pola pengadaan busway tarif yang diberlakukan flat. Alasan Bogota, seperti negara berkembang pada umumnya, masyarakat berpenghasilan rendah tinggal di daerah pinggiran kota. Sehingga subsidi akan paling banyak diberikan pada pengguna dengan jarak jauh yang tinggal tidak di tengah pusat kesibukan kota.

Sementara sistem zonasi dianggap tidak tepat untuk Jakarta karena kurang berpihak pada masyarakat menengah ke bawah. "Di negara maju seperti Amerika, zonasi tepat diterapkan karena warga menengah justru tinggal di tengah kota," tuturnya.

Mengenai alternatif pendapatan seperti iklan untuk mengurangi beban subsidi, Ritola mengatakan pemerintah justru hendak menghilangkan busway dari segala unsur iklan. Pemprov pada prinsipnya menginginkan halte serta bus yang bersih dan bebas dari iklan. Apabila pendapatan dari iklan minimal tidak mencapai 20 persen nilai subsidi, Pemprov mungkin tidak akan mengkomersialkan busway dengan iklan. "Kalau tidak signifikan buat apa?"
Mulai tahun ini Pemprov juga mewajibkan BLU TransJakarta menjalani proses audit. "Agar transparan dan akuntabilitas," katanya.

Namun, rencana kenaikan tarif busway di mata anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta, Arkeno belum tepat. Dia mengatakan, sebelum menaikkan tarif, pengelola atau BLU TransJakarta harus memberikan paparan secara rinci terlebih dulu mengenai kinerjanya. "Dulu besar subsidi yang diminta Pemprov Rp 280 miliar disetujui Rp 210 miliar dengan catatan BLU harus melakukan efisiensi," ujarnya.

Kendati sudah berjalan tiga tahun, dewan tidak pernah mendapat laporan detil mengenai pemasukan dan pengeluaran busway. Laporan mengenai pemasukan seperti dari iklan tidak pernah diterima. Tidak cuma dilaporkan, Arkeno meminta audit keuangan BLU TransJakarta dilakukan secara menyeluruh. "Tapi biarkan dulu lah masyarakat menikmati busway dengan Rp 3.500. Supaya pola transportasi ini terbiasa pada masyarakat," tuturnya. Politisi PKS ini mengkhawatirkan kenaikan busway justru mengakibatkan masyarakat memilih transportasi lain yang harganya setara tarif baru.

Sebelumnya, Dirut PT Trans Batavia, Azis Rismaya Mahfud yang menjadi operator busway koridor II dan III mengatakan, pihaknya terus merugi karena BLU TransJakarta tidak mengoperasikan seluruh armadanya. Parahnya lagi, pembayaran biaya pelayanan dari BLU TransJakarta kepada operator hanya sebesar 80 persen. "Dengan kondisi tersebut, kita terpaksa membayar gaji karyawan hanya 50 persen. Ini sudah berlangsung sejak Februari 2007," ujar Azis.[ind/man]

No comments: