19.11.03

Janji sejak awal 2002

"Busway", Kado Tahun Baru buat Warga Jakarta?

KOMPAS — HARI-hari terakhir ini, ada kesibukan baru di sepanjang Jalan Jenderal Sudirman-Thamrin- Majapahit-Gajah Mada dan Hayam Wuruk. Sejumlah pekerjaan tampaknya terus dikebut. Ada pembangunan halte di jalur pemisah dengan mengorbankan pohon-pohon peneduh, ada pembangunan tangga penyeberangan orang yang ternyata harus membobok beton tangga penyeberangan yang sudah ada, dan juga ada pembangunan separator (pemisah) antara jalur bus khusus itu dengan jalur kendaraan lainnya. Jalanan pun semakin macet.

BERBICARA mengenai pembangunan Jakarta, dalam dua tahun terakhir rasanya kurang lengkap tanpa menyinggung proyek busway. Itu karena masyarakat Ibu Kota sudah terlalu jenuh dengan kemacetan, sementara Pemerintah Provinsi DKI dan jajaran instansi terkait di bawahnya hanya terus mengumbar janji akan memperbaiki sistem angkutan umum dan pola transportasi Jakarta.

Masih ingat dengan busway? Hampir dua tahun lalu, tepatnya awal Januari 2002, Pemprov DKI Jakarta kembali berencana membangun proyek serupa jalur khusus bus dengan jalur Blok M (Jakarta Selatan)-Kota (Jakarta) yang pernah gagal sepuluh tahun lalu.

Sampai hampir memasuki pengujung tahun 2003, pertengahan November, mereka yang melintasi sepanjang 12,9 kilometer tersebut pasti membicarakan busway. Itu lantaran di jalur itu kini sedang digarap para pekerja. Mereka mengerjakan shelter dan sarana penunjang jalur khusus bus, seperti jembatan penyeberangan orang (JPO) serta penambahan tangga JPO (denah terlampir).

Lihat saja. Taman di jalur tengah sepanjang mulai Jalan Panglima Polim-Jalan Sisingamangaraja (Jakarta Selatan) hingga ke Bundaran Air Mancur Pemuda, Senayan (Jakarta Pusat) tampak "berantakan" akibat bongkaran tanah bagian dari pekerjaan pembangunan sarana dan prasarana busway.

Para pekerja di tempat itu mengatakan, ada pelebaran jalan sehingga lebar taman di median jalan mulai dikurangi satu meter dari lebar aslinya. Selanjutnya, sisi kiri dan kanan jalan sepanjang sekitar 1,5 kilometer itu juga dikurangi masing-masing selebar 70 sentimeter.

Tengok juga, beberapa bagian pada taman jalur tengah di Jalan Sudirman hingga Jalan Thamrin tampak tertutup seng. Sebagian besar tanpa ditutup seng polos, hanya satu lokasi dengan seng yang dihiasi gambar. Seng itu menandakan adanya proyek pembangunan unsur penunjang busway.

Tampak sejumlah pohon yang berfungsi sebagai peneduh berdiameter lebih dari 40 sentimeter terancam ditebang. Sementara sebagian lagi berdiameter kurang dari 40 sentimeter sudah tak berbekas lagi tertutup oleh galian untuk fondasi.

Lihat pula, di sekitar Harmoni, Gajah Mada Plaza, Plaza Hayam Wuruk, Hotel Mercure dan di depan Raja Mas hingga Stasiun Kota. Tampak seng- seng menutup sebagian pemandangan taman dan kali.

Sepanjang jalur Panglima Polim-Sudirman hingga Kota, beberapa lokasi shelter sudah tertancap besi baja sebagai fondasi halte dengan sistem knock down, seperti di Pintu I Senayan, Kantor Kepolisian Daerah Metro Jaya, depan Gedung Bank Mandiri, sudah mulai ditancap tiang. Sementara itu, depan Gedung Da Vinchi, Bank Danamon, dan Hotel Mercure, terpancang tiang fondasi yang sudah mulai dilengkapi dengan tangga terbuat dari baja dan sedikit landai. Belum lagi jembatan penyeberangan yang menjadi bagian proyek tersebut dibobok.

Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Rustam Effendy mengatakan, sarana penunjang yang dibangun itu meliputi jembatan penyeberangan orang, penambahan tangga penyeberangan, dan shelter atau halte.

JPO yang telah dibangun akan dirancang kembali agar calon penumpang dapat menuju halte yang terdapat di median jalan. Tangga dirancang khusus dari baja dengan perbandingan 1:9 (tangga JPO yang ada sekarang ini perbandingan 1:2). Sementara itu, shelter akan dibangun di 19 lokasi JPO dari 21 JPO yang direncanakan awal. Tangganya seperti eskalator di pusat perbelanjaan, namun bedanya tidak dijalankan oleh mesin.

"Selama pekerjaan pembangunan tersebut, konstruksi pada titik di median jalan akan ditutup dengan pagar pengaman. Langkah itu dilakukan demi menjaga keselamatan para pekerja," kata Rustam.

Semuanya demi kelancaran akses bagi publik. Benarkah? Di lapangan berbicara lain. Pembangunan itu justru meninggalkan keruwetan tersendiri. Pembangunan shelter dan pemasangan separator (membatasi jalur khusus busway dengan jalur biasa), misalnya justru menambah kemacetan arus lalu lintas di sepanjang jantung Kota Jakarta tersebut. Di sepanjang jalur ini merupakan jalur yang sangat padat dan setiap hari selalu macet menjadi semakin macet. Bayangkan, dengan tiga jalur saja, Jalan Sudirman, Thamrin, dan menuju ke Kota sudah macet, apalagi hanya dua jalur?

Masalah lain muncul dari proyek membobok jembatan penyeberangan orang. Hal ini jelas mempersulit akses warga yang setiap hari menggunakan jasa konstruksi tersebut. Belum lagi penebangan pohon yang telah mengurangi estetika kota di sepanjang jalur itu.

Inikah yang dinamakan mengurangi kemacetan, mempermudah akses, dan mempertahankan estetika kota?

Soal penebangan pohon, jelas bertentangan dengan program Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso yang "Ijo Royo-royo". Artinya mau menghijaukan Jakarta. Ingatkah begitu kebakaran jenggot saat tiga pohon di sekitar kawasan Bank Indonesia ditebang. Untuk kasus ini sampai dibawa ke pengadilan. Bagaimana juga dengan penebangan sebuah pohon beringin berusia tua di halaman Kantor Kedutaan Besar Inggris? Dan penebangan pohon di taman depan Manggala Wana Bhakti untuk pemasangan iklan? Tapi bagaimana dengan pohon untuk busway?

Asisten Pembangunan DKI Jakarta Irzal Z Djamal menilai bahwa estetika itu hanya masalah rasa masing-masing individu. Rasa estetika sulit mencapai kesepakatan bersama. Ia yakin, pembangunan JPO dan shelter mau tidak mau harus mengorbankan sesuatu. Tidak semua protes harus ditanggapi.

Irzal meyakinkan, tak ada pohon yang ditebang, tetapi sebaliknya dicabut dan dikembangkan di tempat pembibitan Dinas Pertamanan DKI. Jika memungkinkan, pohon-pohon itu akan ditanam kembali di sela- sela shelter.

Kepala Dinas Pertamanan DKI Mauritz Napitupulu menjelaskan, penataan taman itu demi kepentingan proyek yang lebih besar, yakni menciptakan sistem transportasi makro di Jakarta. Kata Napitupulu, apa boleh buat, penebangan pohon- pohon itu memang begitu sulit dihindari.

DALAM konsep terakhir -setelah berulang kali mengalami perubahan hingga terakhir mengadopsi konsep dari Bogota, Kolombia-di Terminal Blok M dan Stasiun Kota akan dibangun halte pemberhentian dengan menggunakan JPO terbuat dari besi baja. Hal sama untuk shelter di depan Hotel Mercure, Plaza Hayam Wuruk, Gajah Mada Plaza, Harmoni, Polda, Wijoyo Center, Ratu Plaza dan Al-Azhar.

Selanjutnya, JPO terbuat dari beton untuk shelter di depan Bank Indonesia, Sarinah, Hotel Westin, Dukuh Atas, Setiabudi, Wisma Dharmala (Da Vinchi dan Danamon), BRI, dan BPN. Sementara di depan Rajamas dan Museum Gajah dibangun pelican (seperti zebra cross).

Rustam menjelaskan, dana untuk busway tidak sepenuhnya dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah DKI, tapi sebagian melibatkan sponsor. Berapa nilainya dan siapa yang menjadi sponsor atas proyek di tiga lokasi tersebut, semua informasi tertutup untuk itu. Sebut saja, terminal perhentian di Stasiun Kota, shelter di Sarinah dan BPN melibatkan partisipasi sponsor dari pihak swasta.

Sebagian lagi menggunakan APBD tahun 2003 dan anggaran biaya tambahan yang juga dari kas daerah. Untuk anggaran pembangunan bus khusus terjadi perubahan dari rencana semula sebesar Rp 54 miliar membengkak menjadi Rp 118 miliar.

Dalam APBD 2002 dianggarkan Rp 54 miliar, namun terealisasi hanya Rp 2,4 miliar dari yang diminta Rp 4 miliar. Pada APBD 2003 diusulkan tambahan Rp 86,25 miliar, selanjutnya pada revisi anggaran membengkak menjadi Rp 118 miliar.

Sementara itu, shelter dibagi dalam tiga kelompok berdasarkan anggaran pembangunan. Tipe A pembangunan senilai Rp 1,5 miliar, seperti di Stasiun Kota, depan Rajamas, Museum Gajah, Hotel Westin, dan perhentian Blok M.

Tipe B senilai Rp 500 juta, shelter dibangun di Bank Indonesia, Sarinah, Sogo Plaza Indonesia, Dukuh Atas, Setiabudi, Wisma Dharmala, BRI, Polda, Wijoyo Center, Ratu Plaza dan Al-Azhar. Sementara tipe C senilai di bawah Rp 500 juta dibangun untuk shelter Hotel Mercure, Plaza Hayam Wuruk, Gajah Mada Plaza, dan Harmoni.

PEMPROV DKI optimistis dapat menyelesaikan pembangunan infrastruktur jalur bus khusus dalam waktu tiga bulan, terhitung Oktober hingga akhir Desember. Jangka waktu itu akan digunakan untuk membangun 19 dari 21 shelter (dua sudah telah dibangun), jembatan penyeberangan orang (dua di antaranya dilengkapi lift), dan separator antara jalur bus khusus dan jalur kendaraan pribadi.

Sedikit kecemasan muncul, apakah busway mampu terealisasi pada Desember ini? Merunut ke belakang, tergambar bahwa sedikit keraguan muncul dengan proyek yang penuh "katanya" tersebut. Dikatakan demikian karena proyek busway selalu tertunda.

Soft launching semula dijanjikan bulan Februari tahun lalu tertunda hingga Desember tahun 2002. Masyarakat telah menanti dengan penuh kesabaran, namun hingga Januari 2003 tidak muncul. Kembali Pemprov DKI menjanjikan terealisasi bulan Mei, Juni, Agustus dan Desember 2003.

Akan tetapi, sedikit keraguan muncul lagi, melihat kesiapan sarana dan prasarana sepertinya bakal tertunda hingga Januari 2004. Malah Irzal Z Djamal optimistis angkutan cepat massal yang menggunakan bus khusus itu akan beroperasi mulai Januari 2004.

Desember busway beroperasi? Rasanya sulit dipercaya. Lihat saja di lapangan, shelter- nya hampir belum tampak. Belum lagi separator sebagai pembatas kendaraan biasa dengan bus khusus. Juga belum diketahui bagaimana pengadaan 55 bus untuk busway yang saat ini masih dalam proses tender.

"Kami sudah bosan, katanya (kata pemerintah daerah) Desember. Pasti tidak jadi. Ini sudah mau memasuki pertengahan November, tapi haltenya belum ada. Belum lagi katanya mau pakai separator," kata Yuliani (38), warga Tangerang.

Bukan cuma Yuliani yang mencemaskan bus khusus tidak akan terealisasi. Wisnu (40), penumpang bus Blok M-Tanjung Priok, meyakini proyek busway tidak bisa dinikmati warga pada bulan Desember. "Namanya juga bus wae. Ya, yang ada bus wae bukan busway," celoteh Wisnu yang mempelesetkan busway menjadi bus wae.

Rianti (25), warga Ciledug yang juga mahasiswa di salah satu perguruan tinggi swasta di Jakarta Timur, meragukan Jakarta akan punya bus khusus di akhir tahun 2003. "Mengada- ada. Itu kan hanya proyek pejabat kita. Kalau tidak selesai tahun ini, kan masih ada tahun anggaran baru. Proyeknya bisa diadakan lagi tahun depan dan anggarannya pasti dinaikkan," katanya ketika dalam perjalanan dari Ciledug menuju Kampung Rambutan.

Bukan hanya warga, anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, Ali Imran Husein, meragukannya. Ia mengatakan, proyek busway seharusnya begitu mendesak. Akan tetapi, Dinas Perhubungan yang terkait dengan pengadaan proyek itu tidak serius. Karena itu, Ali meminta keseriusan lebih agar proyek tidak tertunda dan segera dinikmati warga.

Beralasan, kalau Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso sedikit marah, sewaktu inspeksi mendadak terhadap bakal calon shelter di depan Kantor Polda Metro Jaya. Saat itu, Bang Yos menegaskan, Januari busway sudah harus beroperasi. Mungkin ini kado tahun baru bagi warga Jakarta dan sekitarnya.

Rustam kembali berjanji, target penyelesaian sarana pendukung busway akan diusahakan selesai Desember 2003. Apalagi, saat ini, semua yang terkait dengan shelter sistem knock down (siap bongkar pasang) sedang dikerjakan di bengkel. Dengan demikian, shelter langsung tinggal dipasang.

Sejauh ini memang belum ada rencana tuntas mengenai penyediaan angkutan umum yang layak di DKI Jakarta. Mungkinkah maunya Bang Yos, Tahun Baru 2004 warga Jakarta dan sekitarnya memperoleh kado busway?

(pingkan elita dundu/ Stefanus osa triyatna)
more

8.11.03

Bus Way system

The Jakarta Post - A new transportation system called the busway will soon be put in service in Jakarta. The busway is intended to overcome traffic problems in the city. However, in my opinion, this new system will sooner or later become part of the traffic problems.

It seems that the planners have failed to consider some serious problems. For example, the busway will operate in the elite areas such as Jl. Sudirman, Jl. Rasuna Said (Kuningan) and Jl. Medan Merdeka. In fact, Jakarta has broad, integrated and interactive traffic problems.

Another factor not thoroughly considered is that the busway will "steal" one lane on the roads where it operates, where there already are not enough lanes. The busway will use a special lane not specially built but taken from the existing lanes, according to Kompas on Nov. 5.

Therefore it will reduce the already insufficient number of road lanes, and hence the situation will go from bad to worse. What is behind all this busway business?

To make matters worse, some of the trees along the road will be cut down to make space for busway stops.

An alternative solution that is worth considering is building an underground railway system. Also trams could help ease traffic in Jakarta.

Building more asphalt roads won't solve the problem as it will just cause people to buy new cars and we will end up with more vehicles on the roads. A solution to the traffic problems in Jakarta must include all of Jakarta and its surroundings, so as to serve the interest of the majority of the population, instead of exclusively focusing on the elite parts of the city.

SIMSON E. SILALAHI Jakarta
more