8.3.08

Busway untuk siapa?

Suharto Abdul Majid SSos MM dan
Dr Francis Tantri SE MM
Dosen Sekolah Tinggi ManajemenTransportasi Trisakti

Pemberitaan mengenai busway yang mencuat akhir-akhir ini adalah soal rencana kenaikan tarif atau mengurangi subsidi.Alasan kenaikan tarif yang diajukan pemerintah adalah klasik.

Sejak program busway pertama kali dioperasikan pada 15 Januari 2004, tarif Rp3.500 hingga saat ini belum pernah mengalami kenaikan, beban operasional semakin tinggi dari bulan ke bulan, sedangkan pendapatan perusahaan tidak mampu menutup biaya operasional. Begitulah cerita yang terjadi pada busway kita. Padahal, cerita sebenarnya memang sejak semula busway"dirancang"merugi, sehingga busway harus disubsidi. Pemerintah didukung DPRD sepakat tentang masalah ini. Kita semua beranggapan bahwa dalam soal busway pemerintah telah berpihak kepada rakyat kebanyakan.

Masyarakat menilai positif dan sangat berharap busway merupakan pilihan yang menguntungkan. Jika melihat sejarah, lahirnya busway adalah karena kondisi angkutan umum dan lalu lintas di DKI Jakarta yang sangat memprihatinkan. Masalah transportasi yang dihadapi Jakarta saat ini adalah pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor yang terus pesat. Saat ini tercatat kendaraan bermotor berjumlah sekitar 4,9 juta,rata-rata meningkat 9,8 % per tahun. Rasio jumlah kendaraan pribadi dibandingkan dengan kendaraan umum adalah 98% berbanding 2%; rasio penggunaan kendaraan pribadi dibandingkan kendaraan umum adalah 4% berbanding 56% dari total 17 juta perjalanan.

Jika masalah transportasi dibiarkan dan tidak ada solusi konkret, maka pada 2014 Jakarta akan dilanda kemacetan total sebagai akibat pertumbuhan kendaraan yang tidak sebanding dengan pertumbuhan jalan. Menghadapi kondisi dan permasalahan tersebut, langkah yang diambil pemerintah sebagai solusi untuk mengatasinya adalah melalui program pengembangan pola transportasi makro (PTM) yang mengintegrasikan empat sistem transportasi umum, yaitu priority bus seperti busway, light rail transit, mass rapid transitdan angkutan sungai, danau, dan penyeberangan, serta penerapan sistem pembatasan lalu lintas (3 in 1).

Dasar hukum PTM ini adalah Perda No 12/2003 dan SK Gubernur DKI Jakarta No 84/2004. Bila dicermati, Sutiyoso sudah sangat berpihak kepada masyarakat umum, bahkan sangat berpihak dan peduli kepada generasi penerus. Untuk pengelolaan busway, disusun skenario subsidi berdasarkan jarak tempuh. Sederhananya, berapa pun jumlah penumpang terangkut, sedikit atau banyak, subsidi tetap diberikan.

Konsep ini sudah tepat dan sebagai bukti paling konkret keberpihakan pemerintah kepada rakyatnya. Prof Eryus (Transpor, 2007) mengatakan bahwa dalam setiap kota besar di negara manapun, angkutan umum dalam kota bersifat public service. Karenanya, banyak negara-negara yang memberi subsidi kepada operator angkutan tersebut, bahkan ada subsidi yang melebihi 60%.

Busway untuk Apa dan untuk Siapa?

Tujuan pembangunan sistem busway adalah untuk meningkatkan jumlah perjalanan penumpang dengan menggunakan transportasi bus yang aman, nyaman, dan cepat; menciptakan sistem transportasi dengan pelayanan terjadwal; meningkatkan pelayanan angkutan umum yang terintegrasi; dan menerapkan sistem collecting pendapatan tiket yang efektif.

Singkatnya, tujuan penyelenggaraan busway adalah untuk mengalihkan penggunaan kendaraan pribadi sehingga masyarakat pemilik kendaraan pribadi mau menggunakan angkutan umum.

Solusi yang Bijak

Menyikapi rencana kenaikan harga tiket busway sebagai tindak lanjut keputusan yang akan diambil DPRD untuk mengurangi besaran subsidi, sebaiknya dipertimbangkan dengan sangat matang. Transportasi sudah menjadi kepentingan "hajat hidup orang banyak".

Biarkan masyarakat menikmati keberadaan busway dengan harga seperti sekarang sampai dengan 15 koridor terbangun semua. Pada saatnya nanti, ketika semua koridor sudah terbangun dan masyarakat sudah terbiasa dengan busway, kenaikan tarif akan menjadi sesuatu yang relatif mudah diterima para pengguna. Selain itu, hal-hal yang perlu segera diperbaiki adalah menyangkut waktu operasi yang sesuai dalam arti waktu tunggu (headway) yang tidak lama.

Waktu tunggu antara 2-5 menit adalah sesuatu yang sangat wajar. Tapi, ketika dalam praktiknya waktu tunggu sering molor menjadi 15 menit bahkan sampai 30 menit tentu menjadi sesuatu yang sangat menyebalkan. Juga, jumlah penumpang, terutama pada jam-jam sibuk, hendaknya tetap dipertahankan sesuai kapasitas terisi, yaitu maksimal 85 orang penumpang (30 duduk, 55 berdiri).

Dalam banyak kasus, sering dijumpai jumlah penumpang lebih dari 85 orang, sehingga saling berjejalan dan berimpitan layaknya dalam bus-bus reguler selama ini. Feeder busway dan penyediaan areal parkir atau penitipan kendaraan pribadi (mobil dan sepeda motor) di terminal atau di lokasi-lokasi tertentu yang berdekatan dengan jalur busway adalah soal lain yang sampai sekarang belum juga terjawab.

Dari penelitian yang penulis dan tim lakukan pada akhir 2006 dengan mengambil sampel sebanyak 450 orang penumpang busway Koridor I (Blok M - Kota), 86% mengatakan harga tiket busway saat ini sudah sesuai kemampuan keuangan mereka dan sisanya sekitar 14% menyatakan harga tiket masih mahal.
Dari segi penghasilan kotor rata-rata per bulan, para penumpang busway berpenghasilan antara Rp2-3 juta (30%), antara Rp1-2 juta (21%).
Para pengguna umumnya berprofesi sebagai karyawan atau pegawai biasa (32%), wiraswasta (14%) dan sekitar 47% belum bekerja (para mahasiswa/pelajar, ibu rumah tangga dan pensiunan).

Hal yang menggembirakan, dalam penelitian tersebut terungkap sekitar 50% responden lebih memilih menggunakan busway dan hanya 18% saja yang memilih menggunakan mobil pribadi ketika diajukan pertanyaan pilihan antara mobil pribadi dan busway. Jawaban ini mencerminkan peluang masyarakat yang memiliki kendaraan pribadi untuk berpindah atau beralih menggunakan busway relatif tinggi.
Dalam penelitian tersebut terungkap tiga alasan utama responden memilih busway, yaitu karena lebih cepat (menghindari macet) sebesar 55%, tarif lebih murah (menghemat BBM) sebesar 14%, dan lebih aman sebesar 12%.

Inilah yang menjadi daya tarik bagi pengguna busway, yaitu faktor kecepatan, faktor harga terjangkau, faktor keamanan. Nah, berkaca dari hasil penelitian tersebut, seyogianya pemerintah mampu mempertahankan ketiga daya tarik ini.
Dari aspek kepuasan konsumen, terungkap secara umum para pengguna busway merasa puas dengan kualitas pelayanan busway selama ini dengan skor rata-rata sebesar 95%. Bahkan, untuk dimensi ketanggapan (responsiveness), pengguna umumnya sangat merasa puas (102 %). Jadi, saat ini pemerintah sebaiknya jangan dulu memutuskan kenaikan tarif.

Alternatif yang paling baik saat ini adalah melakukan efisiensi biaya operasional, penyampaian laporan dan evaluasi yang komprehensif, khususnya dari aspek kinerja keuangan dan meningkatkan pemasukan dari periklanan.
Bila masih belum tercapai juga, langkah paling bijak adalah menambah subsidi.(Koran Sindo Pagi//sjn)

No comments: