2.1.08

Ada pagar di DPRD

Ketua DPRD DKI Jakarta Ade Surapriatna menyatakan tidak setuju dengan pembuatan pagar untuk memisahkan jalur bus transJakarta. "Saya nggak setuju, kalo dipagerin itu kan menunjukkan rakyat Indonesia tidak bisa diatur. Negara lain bisa, kenapa kita tidak?" kata Ade di DPRD DKI Jakarta, Rabu (2/1) sore.

Menurut Ade, Pemerintah seharusnya meningkatkan aparat pengawas jalur bus transJakarta, serta membuat peraturan, jika ada busway maka kendaraan di depannya harus memberi kesempatan bagi busway untuk melintas."Vooridjer aja bisa, kemarin Gubernur buktinya bisa tuh keluar dari macet. Artinya bisa kan?" katanya.

Ade menambahkan, perlunya ketegasan dari pihak polisi lalulintas dalam memberikan sanksi kepada kendaraan yang tidak mengalah dan memberi kesempatan kepada busway. "Kalau ada yang bandel, langsung aja STNK-nya dicabut," kata Ade. (M03-07) Kompas

Lain lagi dengan Ketua Komisi D di seberang pagar:

Segera Bereskan Pagar Busway

Tingginya angka kecelakaan di jalur busway menjadi sorotan kalangan dewan. Mereka mendesak Dinas Perhubungan DKI segera merealisasikan pemagaran jalur busway dari koridor II hingga koridor VII. Pasalnya, di sepanjang jalur tersebut rawan kecelakaan akibat warga menyeberang sembarangan.

Ketua Komisi D DPRD DKI Sayogo Hendrosubroto menyatakan, rencana Pemprov DKI memasang pagar pembatas di enam koridor tersebut perlu segera direalisasikan. Sebab, kecelakaan hingga saat ini masih terus berlangsung. Namun, kata dia, selain memasang pagar pembatas, juga perlu penanaman kesadaran berperilaku dan disiplin warga saat menyeberang. "Saya pikir sia-sia kalau ada pagar, warga tetap memaksa menerobos lewat pagar itu," ujar politikus PDIP ini.

Sehingga, Pemprov harus memberikan efek jera bagi pelanggar. Misalnya dengan menegur atau menghukum dengan disuruh push up. "Pokoknya yang membuat pelanggar tidak mengulangi perbuatannya," ucapnya. Sayogo menilai, sanksi moral lebih bagus ketimbang sanksi denda atau kurungan, yang justru itu terlalu berlebihan.

Dia menambahkan, selain membangun pagar pembatas, hendaknya perlu dibangun juga JPO (jembatan penyeberangan orang) yang jaraknya tidak berjauhan untuk memudahkan masyarakat. Sebab, sebagian warga enggan menggunakan JPO karena jaraknya jauh. Sehingga, warga lebih memilih jalan pintas meski membahayakan nyawanya sendiri.

Untuk meminimalisasi angka kecelakaan, Pemprov DKI memang akan memasang pagar pembatas di tujuh koridor busway, kecuali koridor I (Blok M-Kota) pada 2008. Pagar dibangun sepanjang lintasan koridor dan ditempatkan di atas trotoar. Pagar tersebut berfungsi mengurangi kecelakaan yang disebabkan banyak warga menyeberang sembarangan dan kerap tertabrak bus TransJakarta. Saat ini, beberapa koridor sudah dipasang pagar. Seperti sepanjang Jalan Otista Raya arah Cawang atau Kampung Melayu. Begitu juga di sepanjang jalur setelah Pasarraya Manggarai arah Jalan Sultan Agung. Pemagaran juga dilakukan dari Jatinegara hingga Senen. Namun untuk beberapa lokasi lainnya, pemagaran baru akan dilaksanakan 2008 mendatang.

Kepala Dinas Perhubunmgan DKI Nurachman menyatakan, pagar pembatas sengaja dibuat untuk menumbuhkan kesadaran penyeberang jalan agar menggunakan JPO. "Selama ini, mereka nekat nyebrang, padahal sudah ada JPO dan marka dilarang nyebrang," terangnya. Nurachman yakin, pembuatan pagar pembatas mampu menurunkan tingkat kecelakaan bagi penyeberang di jalur busway. Dia mengilustrasikan, kalau dalam sehari terjadi kecelakaan mencapai lima orang, dengan diberi pagar bisa menurunkan kecelakaan antara dua hingga tiga orang. Saat ini, koridor yang sudah dipasang pagar setinggi 2,5 meter di antaranya koridor 3 (Kalideres-Harmoni) persisnya di Jalan Raya Daan Mogot.

Manajer Operasional BLU Transjakarta Rene Nunumete menyambut positif pembangunan pagar di koridor 2-7. Menurutnya, tingkat kecelakaan akibat tertabrak bus Transjakarta mayoritas memang karena kelalaian penyeberang jalan. "Dalam sebulan, bisa lima hingga sepuluh warga terserempet bus TransJakarta. Bahkan di antaranya meninggal dunia," ungkapnya.

Meski sudah dibangun pagar, lanjut dia, sebanyak dua hingga tiga petugas tetap ditempatkan di persimpangan atau perputaran jalan karena titik tersebut juga rawan kecelakaan. Misalnya mobil dan sepeda motor tertabrak bus TransJakarta. "Agar kecelakaan akibat tertabrak busway tidak terus menerus terjadi. Minimal bisa dikurangi atau bahkan dihentikan sama sekali," harapnya. (aak) Jawapos

No comments: