26.9.07

Busgandeng menebar ancaman

Organda Ancam Mogok Bila Bus Gandeng Tetap Ditahan

beritajakarta.com — Belum dikeluarkannya surat izin pengoperasian 10 unit armada bus gandeng dari pelabuhan Tanjung Priok yang akan digunakan untuk busway koridor V (Kampung Melayu-Ancol) oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai menyebabkan pengoperasian bus gandeng itu menjadi terkatung-katung.

Salah satu penyebabnya karena Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengklasifikan bahwa 10 unit bus gandeng itu termasuk barang mewah sehingga harus dikenakan bea masuk sebesar 40 persen dari harga bus gandeng sebesar Rp2,6 miliar/unit atau sebesar Rp1,1 miliar.

Padahal, menurut Herry, pajak bea masuk yang diberlakukan terhadap 306 unit armada busway koridor II-VII hanya sebesar 5 persen. “10 bus gandeng merek Huang Hai buatan China itu sudah tiba di Pelabuhan Tanjung Priok sejak 27 Juni 2007 dimana 7 bus untuk Mayasari Bakti dan 3 bus untuk Pahala Kencana sebagai konsorsium busway,” kata Ketua DPD Oraganda DKI Jakarta Herry JC Rotty kepada wartawan, Rabu (26/9).

Kondisi tersebut dinilai sangat merugikan program pola transportasi makro (PTM) Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebab busway merupakan angkutan publik yang harus dibebaskan pajak bea masuk.
“Bagi kami kondisi itu juga sangat memberatkan karena anggota konsorsium harus tetap membayar suku bunga bank karena mereka meminjam uang dari bank untuk membeli bus gandeng itu,” ujarnya.

Selain itu, kata Herry, dengan masih ditahannya 10 bus gandeng itu selama 3,5 bulan di Pelabuhan Tanjung Priok itu akan mengakibatkan bus menjadi rusak.
Dan bila Menteri Keuangan tetap bersikukuh bahwa bus gandeng itu tetap dikenakan bea masuk sebesar 40 persen, lanjut Herry, pihaknya akan menginstruksikan seluruh operator busway untuk tidak mengoperasikan armadaya. “Kita akan stop operasi,” tegasnya.

Herry menuturkan, sebenarnya Menteri Perhubungan Yusman Syafii Djamal telah mengirim surat ke Menteri Keuangan pada tanggal 29 Juni 2007 perihal intensif fiskal untuk 10 bus tempel/gandeng untuk busway. “Tapi permintaan itupun tidak diterima,” ucapnya.
Kemudian pada 4 Juni 2007 giliran Menteri Perindunstrian melayangkan surat tentang permintaan keringanan bea masuk bus gandeng busway. Selanjutnya pada 6 September gubernur DKI Jakarta Sutiyoso juga melayangkan surat yang sama kepada Menteri Keuangan. “Namun surat permohonan dari Menteri Perindustrian dan Gubernur Sutiyoso juga tetap tidak dikabulkan,” terangnya.

Secara terpisah Gubernur Sutiyoso merasa kecewa dengan keputusan Menteri Keuangan yang tetap menolak permohonan penghapusan bea masuk bagi 10 unit bus gandeng itu.
“Saya sangat kecewa, seharusnya mereka kan tahu bahwa bus gandeng itu digunakan untuk angkutan umum sehingga seharusnya tidak dikategorikan sebagai barang mewah,” tegas eks Pangdam Jaya ini. | wawan