24.8.07

Tarik ulur tarif

Tarik Ulur Tarif Busway

Darmaningtyas

Transjakarta dengan segala minus malumnya telah menjadi angkutan umum massal alternatif bagi warga Jakarta untuk dapat sampai ke tujuan secara lebih cepat dan nyaman. Maka, meskipun layanan transjakarta sampai sekarang masih buruk, tetap menjadi angkutan umum primadona bagi warga Jakarta yang ingin sampai ke tujuan lebih cepat.

Sekarang tidak kurang dari 200.000 penumpang per hari dapat diangkut oleh bus transjakarta. Jumlah penumpang transjakarta dapat ditingkatkan bersamaan dengan bertambahnya jumlah koridor, bertambahnya jumlah armada, serta kebijakan tarif yang kompetitif.

Dapat saja terjadi, jumlah koridor dan armada bertambah, tapi jumlah penumpangnya secara relatif menurun, yaitu pada saat tarif transjakarta tidak kompetitif lagi sehingga masyarakat lebih memilih naik kendaraan pribadi, terutama sepeda motor karena dinilai lebih efisien dan efektif.

Mengingat masalah tarif transjakarta ini merupakan hal yang sensitif dan akan sangat berpengaruh terhadap kinerja transjakarta secara keseluruhan, maka penentuan kenaikannya harus hati-hati. Jangan sampai hanya karena pertimbangan ekonomis, akhirnya aspek lain (pengurangan emisi, kemacetan, kesemrawutan, dan lain-lain) menjadi terabaikan. Yang jelas, harus dipahami oleh semua pihak bahwa tujuan dari pembangunan bus rapid transit (BRT)—di Jakarta dalam bentuk transjakarta (busway)—dimaksudkan untuk mendorong optimalisasi penggunaan angkutan umum massal sehingga dapat mengurangi tingkat kemacetan.

Keberhasilan pembangunan BRT adalah ketika keberadaan BRT tersebut mampu menarik pengguna kendaraan pribadi, terutama mobil, untuk pindah ke BRT sehingga ruang jalan yang ada dapat dikembangkan untuk optimalisasi angkutan umum massal lainnya serta pembangunan jalur kendaraan tidak bermotor.

Jadi, sistem BRT tidak hanya berhenti pada bangun busway, tapi juga harus sampai pada sistem pendukungnya, termasuk angkutan pengumpan (feeder transport). Transjakarta sekarang baru mampu memindahkan pengguna bus sebelumnya pada jalur yang sama, tapi belum mampu menarik pengguna mobil pribadi untuk pindah ke busway. Hal itu disebabkan transjakarta belum memberikan kenyamanan yang berarti bagi penumpang.

Pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh Badan Layanan Umum (BLU) Transjakarta, selaku pengelola transjakarta, adalah mempertahankan penumpang yang ada agar tidak beralih ke kendaraan pribadi (terutama motor) dan menarik pengguna mobil pribadi agar mau beralih ke transjakarta.

Upaya yang pertama dapat dilakukan dengan cara mempertahankan tarif busway agar tetap kompetitif jika dibandingkan dengan naik motor. Sementara upaya kedua dapat dilakukan dengan peningkatan pelayanan agar masa tunggu di halte tidak terlalu lama, tidak berjubel di dalam bus, dan tingkat keamanannya meningkat.

Upaya mempertahankan tarif agar tetap kompetitif dapat dilakukan dengan menciptakan efisiensi dan optimalisasi operasional transjakarta itu sendiri serta mempertahankan subsidi yang ada. Bagi masyarakat, subsidi untuk BLU Transjakarta tidak masalah karena itu bagian dari pelayanan umum.

Di semua kota di dunia yang namanya layanan umum disubsidi agar tetap survive. Masyarakat tak akan protes jika Pemda DKI Jakarta memberikan subsidi kepada BLU Transjakarta asalkan tarif busway tetap terjangkau dan pelayanannya bagus. Masyarakat akan protes ketika subsidi besar dan atau tarif tinggi, tapi pelayanannya buruk.

Jadi, ukuran keberhasilan pembangunan BRT di Jakarta sebetulnya terlihat dari seberapa besar animo masyarakat untuk menggunakan moda transportasi tersebut sebagai sarana mobilitas mereka.

Darmaningtyas Ketua Bidang Advokasi Masyarakat Transportasi Indonesia

No comments: