6.7.07

Sistem Busway Masih Perlu Diperbaiki

Republika Online: Sejumlah aktivis, pengamat menilai, perlu perbaikan mekanisme institusional dan operasional untuk mengoptimalkan busway. Angkutan massal ini bisa mengurangi masalah kemacetan di Ibu Kota jika dilakukan perbaikan sistem dan dilindungi payung hukum dalam pelaksanaannya.

"Secara institusional, harus ada kewenangan dan tanggung jawab yang jelas di antara stake holder serta memiliki sistem manajemen standar seperti SOP (standard operating procedure)," ujar Andi Rahmah dari Yayasan Pelangi.

Andi dan sejumlah aktivis lainnya berbicara dalam diskusi mengenai peran busway dalam mengatasi kemacetan Jakarta, yang diselenggarakan Yayasan Pelangi Indonesia di Museum Fatahillah, Jakarta Barat, pada Kamis (5/7).

Secara operasional, sistem angkutan massal sebagai jalur utama harus terintegrasi dengan sistem pengumpan (feeder) terdiri dari jaringan angkutan umum lain, pejalan kaki, maupun pengendara kendaraan pribadi. "Selama ini tak ada sinkronisasi antara busway dengan angkutan umum reguler," kata Rahmah.

Untuk itu, Rahmah mengusulkan perlu dilakukan restrukturisasi rute angkutan umum reguler. "Itu untuk memastikan efisiensi dan efektifitas pengoperasian sistem angkutan umum ini sebagai feeder Busway," kata Rahmah. Selain itu, akses bagi pejalan kaki dan pengguna sepeda perlu diperhatikan keamanan dan kenyamanannya.

Mengenai masalah kemacetan yang disebabkan volume kendaraan yang terus meningkat, Rahmah menyarankan pemerintah segera menetapkan kebijakan pengendalian kepemilikan kendaraan pribadi. "Yaitu dengan mekanisme kepemilikan lahan untuk memastikan kendaraan pribadi tidak diparkir di badan jalan," jelas Rahmah. "Juga menerapkan skema pungutan penggunaan jalan sebagaimana telah direncanakan dalam pola transportasi makro DKI Jakarta."

Nilai kerugian kemacetan di Jakarta, menurut Andi Rahmah, peneliti dari Yayasan Pelangi Indonesia, diperkirakan sebesar 12,8 triliun pada tahun 2003 dan meningkat menjadi 43 triliun pada tahun 2007. "Ini merupakan kombinasi dari kerugian akibat pemborosan bahan bakar, kehilangan waktu produktif dan biaya kesehatan akibat pencemaran udara," jelas Rahmah. Menurut staf pengajar Teknik Planologi Trisakti, Yayat Supriatna, masalah transportasi terutama kemacetan terjadi karena inkonsistensi antara land-use plan (tata guna lahan) dan transport plan (perencanaan transportasi). "Pengembangan land-use lebih pesat dari pengembangan jaringan transportasi," kata Yayat. "Itu karena penentuan penggunaan lahan kota merupakan suatu proses pasar, sehingga penggunaan lahan merupakan hasil persaingan ekonomi di antara berbagai alternatif penggunaan," lanjutnya.

Untuk mengatasi permasalahan transportasi terutama kemacetan, lanjut Yayat, perlu pemikiran ulang mengenai arah kebijakan mendatang. "Apakah land use plan atau plan yang akan jadi lokomotif," jelasnya. Lebih lanjut ia menyarankan prioritas pengembangan sistem angkutan umum baik secara sistem maupun fisik. Busway yang ada saat ini hanya berupa jalur dan bukan sistem terpadu untuk memecahkan masalah kemacetan.

Bubung Burhana, Presiden Direktur PT Jakarta Express Trans (PT JET), sepakat melakukan pembenahan pengoperasian busway. ''Termasuk di dalamnya pengadaan bus untuk memenuhi rasio kebutuhan armada di beberapa koridor tersebut yang akan terpenuhi dalam bulan ini,'' ujarnya. Menurut Bubung pelayanan angkutan umum yang menjadi salah satu bagian dari Pola Transportasi Makro (PTM) Jakarta ini, benar-benar pelayanan dengan standar kelas dunia. ''Pelayanan standar dunia itu jelas mengacu pada pengoperasian bus yang berjadual dan tepat waktu.''

Senada juga diungkapan Aziz Riesmaya Mahfud, Direktur Utama PT Trans Batavia (PT TB) sebagai pengelola koridor II dan III. Pihaknya terus berupaya melakukan sejumlah pembenahan. Selain mempersiapkan pramudi yang handal, penambahan armada juga soal pool kendaraan dan pusat perbengkelan pun menjadi perhatian utama.
( c51/ruz )

No comments: