18.7.07

Gentleman

Saya tulis kemarin malam, tapi baru sempat posting pagi ini.
Salam (dc)


Herlina? Hervina? Herawati? Saya coba mengingat nama yang tertulis di dadanya satgas itu, tapi tetap saja saya tidak dapat mengingat namanya dengan benar. Yang teringat oleh saya hanyalah tindakannya menyikapi keadaan yang dihadapinya pada pagi tadi.

Karena suatu janji dengan klien yang berkantor di dekat halte Setiabudi, hari ini saya pergi menggunakan TiJe. Pagi tadi sekitar 6.55 halte Pulogadung terasa agak padat. Tidak nampak satupun bus TiJe koridor IV yang siap berangkat.

Ketika datang bus bantuan elang kuning (lagi?), dengan cepat bus segera terisi penuh. Tidak penuh sekali karena banyak calon pengguna yang kemudian turun lagi untuk menunggu bus berikutnya.
Mulai dari halte Pasar Pulogadung, bus sedikit demi sedikit bertambah padat.
Di halte TUGas ada beberapa pengguna yang naik. Kemudian tiga atau empat orang naik dari setiap halte yang disinggahinya. Halte Layur, halte Pelodrome, halte Sunan Giri dst.
Pengguna yang naik dari halte-halte tersebut lebih banyak dibandingkan dengan pengguna yang turun. Akibatnya semakin lama, di dalam bus semakin padat.

Sampai di halte transfer Matraman, TiJe yang saya naiki berhenti di pintu turun halte tersebut. Banyak pengguna yang turun di tempat ini. Dan karena kepadatan pengguna di dalam bus, pengguna yang turun harus bersusah payah untuk mencari jalan keluar dari bus. Cukup lama bus ini berhenti untuk menurunkan pengguna.

Kemudian ketika pintu hendak ditutup dan bus akan maju untuk melayani pengguna yang akan boarding, seorang ibu berkacamata melangkah untuk masuk ke dalam bus. Herlina/Hervina/ Herawati, atau siapapun nama satgas onboard pagi itu, sangat terkejut menghadapi situasi itu. Ia berseru mencegah pramudi untuk tidak meneruskan menutup pintu bus. Dan dengan nada bergetar, ia menegur ibu tersebut supaya tidak masuk melalui pintu itu, tapi menggunakan pintu satunya, pintu boarding. Sejenak ibu tersebut sempat kebingungan, sampai akhirnya seorang satgas halte menjelaskan bahwa ibu tadi terpaksa keluar dari bus untuk memberi jalan kepada pengguna yang akan turun. Ibu tersebut kemudian di persilahkan untuk naik kembali.

Yang menarik perhatian saya dan yang tidak saya lupakan adalah ketika satgas wanita tersebut dengan suara mantap dan tulus, meminta maaf kepada ibu tadi. Walaupun ia seorang wanita, tapi ia sangat gentleman. Ia mau mengakui kekeliruannya dan tidak menimpakan kepada pihak lain. Ia berani memperbaiki dirinya sendiri.

Sesaat sebelum kor IV - kor VII diluncurkan saya sempat posting tentang sikap kita yang cenderung untuk dengan mudahnya menimpakan kesalahan pada orang lain (http://finance.groups.yahoo.com/group/suaratransjakarta/message/10907). Sekarangpun saya merasa suasana serupa terjadi lagi di dalam komunitas kita.

Ketika semakin banyak pengguna TiJe dan banyak terjadi kepadatan di halte maupun di dalam bus, kita menyalahkan operator yang melayani koridor tersebut.
Ketika kepada operator dipertanyakan tentang kekurangan pelayanan busnya, mereka mengalihkan tanggung jawabnya ke BLU yang mengatur operasional lapangan.
Ketika pengaturan yang dilakukan oleh BLU-TJ ini dipertanyakan oleh pengguna, BLU-TJ menyalahkan jumlah subsidi yang dikurangi, sehingga mereka harus berhemat.
Ketika pengurangan subsidi ini dipertanyakan kepada pemda, mereka berlindung dibalik DPRD yang telah telah menyetujuinya.
Ketika kepada DPRD ditanyakan tentang pemotongan subsidi, mereka menyalahkan sistem tarif flat dan tarif yang terlalu murah.
Kalau kemudian DPRD menyetujui kenaikan tarif, mereka bisa beralasan kenaikan itu konsekwensi dari tuntutan pengguna.
Selanjutnya pengguna akan menyalahkan siapa lagi?

Seorang rekan saya, bila kita sedang mengadakan evaluasi untuk perbaikan suatu proses dan menemukan suatu kesalahan, sering bercanda dengan mengatakan: "Pasti bukan saya". Kecenderungan untuk menimpakan kesalahan atau kelemahan pada pihak lain dan tidak mau memperbaiki diri, nampaknya sudah menjadi fenomena yang terjadi di masyarakat kita.
Maka bila pagi ini seorang satgas berani mengakui kesalahannya dan minta maaf, itu merupakan hal yang sangat menyejukkan hati.

Saya berharap setiap pihak yang terkait dalam masyarakat transportasi ini juga belajar untuk tidak menyalahkan pihak lain dahulu sebelum mencoba untuk mengadakan perbaikan yang dapat dilakukan di dalam lingkup tanggungjawabnya masing-masing.
Salam (071707 dc).

david chyn dari suaratransjakarta

No comments: