busway, Jakarta, TransJakarta, koridor, halte, JPO, SWPA, HCB, Harmoni, Sarinah, denah, peta, DTK, BLU, BBG, bus, armada, separator, tiket, Jakcard, dishub
29.11.07
Park and Ride?
“Kita akan berkoordinasi untuk menyiapkan lahan parkir di simpul-simpul halte untuk memudahkan pengguna kendaraan pribadi memarkir kendaraannya sebelum beralih ke angkutan busway,” kata Rene Nunumete, Manajer Pengendalian BLU Transjakarta kepada SH, Kamis (29/11).
Saat ini jalur transportasi busway belum mampu mengatasi kemacetan lalu lintas Jakarta dan mengalihkan minat pengguna kendaraan pribadi ke angkutan umum massal. Kendaraan pribadi masih memadati sepanjang jalan protokol Jakarta.
Diperkirakan kondisi ini terjadi karena belum seluruh jalan Jakarta dan daerah penyangga di sekitarnya dibuat busway. Sehingga belum memfasilitasi penumpang-penumpang yang berasal dari kawasan penyangga Jakarta seperti Tangerang, Bogor, Depok maupun Bekasi.
Kendati demikian, ditambahkan Rene, sistem peralihan kendaraan pribadi sudah mengarah ke angkutan massal. Kondisi ini terlihat di areal parkir Ragunan dan Kalideres yang jumlahnya meningkat. Masyarakat pengguna kendaraan pribadi beralih dan memanfaatkan busway setelah me-markir kendaraannya terlebih dahulu.
“Dari catatan kita, jumlah kendaraan yang parkir di areal Ragunan mencapai 400 unit. Memang jumlahnya belum signifikan, tapi sudah menunjukkan indikasi tanda positif pengalihan kendaraan pribadi ke busway,” jelas Rene.
Secara kuantitatif, jumlah penumpang bus Transjakarta setiap tahun mengalami peningkatan. Pada tahun 2005 jumlah pengguna busway sebanyak 20.798.196 orang, tahun 2006 naik menjadi 38.828.039. Sekarang, dalam catatan BLU Transjakarta per bulan Agustus 2007 jumlah penumpang menjadi 38.718.053 orang.
Kepala BLU Transjakarta Drajat Adhyaksa mengakui saat ini penumpang masih berasal dari perpindahan angkutan umum reguler. Angkutan busway belum sepenuhnya me-ngalihkan minat pengguna kendaraan pribadi.
Dikatakannya target perpindahan penumpang dari kendaraan pribadi membutuhkan proses. Belum dapat memprediksi kapan minat masyarakat akan beralih ke busway. Apalagi saat ini belum semua jalan di Jakarta dilalui lintasan busway. (romauli - Sinar Harapan)
27.11.07
Antara Laporan Keuangan dan Tarif
Desakan itu disampaikan Ketua Pusat Pengkajian Jakarta (PPJ), M Taufik kepada SH, Selasa (20/11) siang. Dia menyatakan, bila Dewan tidak tegas maka masyarakat pengguna busway yang akan menjadi korban bila suatu saat sebagian bus tidak dioperasikan karena pemerintah tidak mampu membayar operator hanya karena dana yang dianggarkan dan disetujui DPRD DKI Jakarta terbatas.
“Pemda DKI Jakarta membayar berdasarkan setiap kilometer. Makin banyak bus yang dioperasikan maka semakin banyak pula kilometer yang dilalui dan semakin membengkak pula uang harus dibayar kepada operator,” katanya.
Ia menyatakan, sikap tegas Dewan harus secepatnya karena tahun 2008, subsidi busway diperkirakan Rp 500 miliar bila tarif tetap Rp 3.500. Sikap tegas DPRD Jakarta sangat diperlukan karena saat ini sedang dalam pembahasan anggaran 2008 sehingga Januari 2008 atau ketika 10 koridor busway beroperasi tidak ada masalah lagi dengan subsidi atau kenaikan tarif.
Dewan, lanjut Taufik, bisa saja menggunakan alternatif ketiga sehingga tidak terlalu berat bagi pengguna busway atau tidak terlalu banyak membebani busway. Misalnya, menaikkan tarif sedikit atau lebih tinggi dari Rp 3.500 sehingga tidak terlalu berat bagi rakyat dan subsidi pun tidak banyak.
Kalau pun ada persoalan yang dinilai belum beres, semisal laporan keuangan maka itu bisa dipaksa agar segera dilaporkan. Bila ada dugaan penyimpangan, Dewan bisa meminta Badan Pengawasan Daerah (Bawasda) DKI Jakarta, Badan Pemeriksaan Keuangan atau KPK untuk memeriksa.
Menjadi tidak rasional bila hanya karena laporan keuangan tidak beres lantas persoalan tarif atau subsidi digantung dan tidak diputuskan. Persoalan itu harus bisa dibedakan dengan tetap mengedepankan pelayanan masyarakat sebagai hal utama yang mesti diprioritaskan.
Gubernur Jakarta Fauzi Bowo secara terpisah, Selasa (20/11) mengatakan, subsidi bagi pelayanan umum suatu hal yang biasa. Untuk kepentingan umum tidak gratis. Bahkan, kalau terjadi kenaikan tarif busway pun bukan hal yang luar biasa.
Hanya saja, saat ini sedang dilakukan evaluasi manajemen untuk melihat apakah ada komponen-komponen yang bisa dikurangi sehingga tidak terlalu banyak subsidi ataupun kalau sampai tarif harus dinaikkan tidak terlalu membebani rakyat. (andreas piatu - SinarHarapan)
Perlu evaluasi
Oleh: Andreas Piatu
Busway selalu menjadi sorotan. Busway tidak pernah lepas dari kritikan. Kenyataan memang busway belum berubah. Pelayanan masih memprihatinkan di tengah klaim makin banyak orang memanfaatkan ketika bepergian untuk beraktivitas.
Sorotan bukan hanya karena macet atau desain halte yang kurang pas. Kritikan pun tidak sekadar soal antrean panjang masih saja terjadi. Kenyamanan dan keamanan dalam bus pun belum menjadi jaminan.
Proyek busway perlu dievaluasi total demi ketertiban, kenyamanan, dan keamanan para penggunanya. Agaknya itulah yang akan dilakukan Pemda Jakarta di tahun 2008. Evaluasi begitu penting sehingga tahun 2008 belum ada tambahan koridor.
Tahun 2008 dapat dikatakan sebagai tahun evaluasi busway 10 koridor yang dibangun sangat cepat. Begitu cepat karena hanya dalam beberapa tahun 10 koridor dibangun maka tidak sedikit masalah bermunculan. Kritik dan kecaman tidak bisa dihindari. Presiden pun turun tangan.
Evaluasi bukan dalam arti menghentikan proyek busway. Evaluasi juga tidak berarti menghentikan subsidi yang terus membengkak. Juga, evaluasi proyek busway tidak dalam arti tarif tidak perlu naik.
Mengkaji busway, lebih pada bagaimana busway memberi manfaat bagi rakyat. Bagaimana proyek busway sukses. Sukses dan berhasil bukan program terlaksana dengan baik, pembangunan fisik terealisasi.
Berhasilnya busway harus dilihat bagaimana rasa kepuasan rakyat atas hadirnya busway. Rakyat yang menilai dan bukan pemerintah yang berpendapat mengenai proyek yang dibangun.
Busway harus memberikan pelayanan yang nyaman, aman dan tertib bagi warga Jakarta dan itu yang dirasakan masyarakat.
Manfaat bagi masyarakat, itu yang penting. Bukan banyak koridor terbangun dan bukan sekadar meningkatnya penumpang. Banyak koridor dibangun tidak memberi kenyamanan bagi penumpang, rasanya sia-sia dan itu gagal. Busway harus memberi kenyamanan dan keamanan bagi masyarakat.
Evaluasi feeder, misalnya, suatu yang penting. Kajian mengenai jumlah bus harus dilakukan. Ketepatan waktu dalam melayani rakyat menjadi kewajiban. Kenyamanan dan keamanan penumpang merupakan suatu yang tidak bisa dihindari bahkan sangat mendasar.
Fakta menunjukkan banyak koridor sudah dibangun. Tahun 2008, sudah 10 koridor dioperasikan. Jumlah bus pun akan terus bertambah, subsidi meningkat. Itu suatu konsekuensi membayar operator berdasarkan kilometer.
Koridor bertambah, suatu yang bagus. Bus juga harus bertambah. Subsidi meningkat suatu konsekuensi logis demi pelayanan yang baik. Hanya saja, semuanya menjadi tidak berarti, tak bermakna tatkala pelayanan bus tidak berubah. Bus masih sering terlambat. Kenyamanan dalam bus tidak ada.
Banyak halte secara teknis tidak aman. Jarak antara halte dengan bus yang berhenti terlalu lebar. Akibatnya, bila tidak hati-hati, kaki penumpang terperosok masuk lubang antara halte dengan bus. Masyarakat menjadi korban ketidakberesan pembangunan halte.
Memang, tidak mungkin, dalam waktu singkat, semuanya beres. Bertahap, proses dan itu perlu waktu. Menangani feeder, misalnya, tidak langsung jadi dalam sekejap. Proses panjang. Tambah koridor baru, soal waktu saja.
Paling penting saat ini, bagaimana dengan koridor yang ada bermanfaat bagi rakyat Jakarta. Bagaimana dengan koridor yang ada pelayanan aman dan nyaman dan ketepatan waktu terjamin.
Bila pelayanan nyaman, tidak ada antrean panjang di halte, bus tidak terlambat, rasanya tidak berlebihan bila dikatakan rakyat puas. Rakyat senang karena merasakan dan mengalami. Itu tidak bisa dibohongi dan dipolitisasi. Fakta susah dibohongi.
Bila rakyat puas, rakyat senang, tidak berlebihan bila dikatakan, rakyat tidak peduli dengan subsidi naik, meningkat atau tambah. Meskipun sementara orang mempersoalkan, memprotes seakan menghamburkan uang rakyat.
Masyarakat tidak terlalu mempersoalkan selama pelayanan baik, menyenangkan dan rakyat puas. Rakyat akan marah dan protes bila subsidi meningkat pelayanan rendah, pelayanan buruk, pelayanan busway tidak berubah.
Uang rakyat dianggap hanya untuk memperkaya orang tertentu, pengusaha atau pun operator. Subsidi ditambah hanya memperkaya sementara orang dan kenaikan tarif hanya menambah beban rakyat. Karena rakyat tetap sengsara, pelayanan tidak pernah berubah. Bus terus terlambat, antrean tetap panjang.
Pelayanan yang nyaman dan aman harus nomor satu. Pelayanan yang baik harus dirasakan dan dialami. Tidak bisa bicara tarif naik, subsidi tambah selama pelayanan tidak pernah baik, tidak pernah beres.
Karena itu, tidak berlebihan bila banyak orang protes ketika subsidi mau ditambah atau tarif mau dinaikkan. Dan, tidak bisa membenarkan diri atau rasionalisasi dengan mengatakan, kalau pelayanan baik tarif harus naik, kalau pelayanan nyaman, subsidi ditambah.
Rakyat tidak bisa terus-menerus diberi janji. Rakyat butuh hal konkret. Tidak ada lagi basa-basi dan tak ada lagi janji dan janji. Direktur Lembaga Studi Transportasi,
Darmaningtyas, mengatakan evaluasi dulu BLU TransJakarta. Audit dulu. Karena selama ini sudah banyak dana dikucurkan pelayanan masih rendah.
Tidak hanya Darmaningtyas. Andi Rahma dari Yayasan Pelangi Indonesia pun senada. Jangan dulu bicara soal subsidi ditambah atau tarif dinaikkan. Kaji dan evaluasi dulu kinerja busway. Kalau memang benar auditnya, tidak ada masalah kalau harus naik tarif atau subsidi. n | Sinar Harapan
24.11.07
Jakak pendapat Republika
Jajak Pendapat ini tidak bersifat ilmiah, dan hanya sebagai pendapat pembaca Republika Online terhadap wacana yang berkembang di masyarakat saat ini. Anda bisa memberikan komentar mengenai suatu topik bahasan pada Jajak Pendapat Republika setiap minggu.
Proyek busway memberi kemudahan sebagian warga Jakarta, namun banyak juga yang mengeluhkan dampak kemacetan yang luar biasa. Setujukah Anda jika pembangunan jalur busway semakin diperluas?
Setuju
(61,7 %)
Tidak setuju
(33,9 %)
Tidak peduli
(4,4 %)
Jumlah Pemilih (n) : 883
16 Nopember 2007 - 23 Nopember 2007
KOMENTAR
Sudah waktunya masyarakat luas diberikan fasilitas transportasi yang aman-nyaman seperti busway. Namun dalam pelaksanaannya harus konsisten, jangan kemudian --dengan pembenaran yang dibuat-buat-- mobil pribadi bisa masuk ke jalan khusus busway. Hal tersebut akan membelokkan tujuan awal dibangunnya jalan khusus busway. ( Yustana Arnus,Depok,Indonesia)
Segala sesuatu pada awalnya bisa jadi mendatangkan risiko yang tidak enak. Namun, jika busway sudah luas jangkauannya maka kemacetan itu akan terhindar karena semakin banyak pengguna busway dengan beralihnya pengguna mobil pribadi. Karena pengguna terbesar rakyat bawah, tarifnya harus disesuaikan dengan kondisi rakyat. ( Fajar Hidayatullah,Lirik,Indonesia)
Sangat setuju program busway dilanjutkan. Tapi komitmen Pemprov DKI dan mitra kerjanya untuk mengadakan bus dan mengoperasikannya secara profesional harus dipenuhi, sehingga siklus waktu kedatangan bus per 3-5 menit pada tiap halte dapat ditepati. ( ary armansyah,jakarta selatan,Indonesia)
Saya setuju dengan perluasan jalur busway walau saat perluasan terjadi kemacetan yang luar biasa. Tapi, itu kan cuma sementara. Setelah jalur selesai, semua akan biasa lagi. Untuk mendapatkan sesuatu yang baik kadang kita harus berkorban. Kemacetan sementara itulah yang kita dapatkan ketika kita ingin lalu lintas lancar. ( DEDE SIANUMULYA,CIANJUR,Indonesia)
Tampaknya, kita harus memiliki wawasan yang maju ke depan dalam hal ini, terlepas dari kemacetan luar biasa yang terjadi skr. Kita harus memeriksa, bahkan sebelum proyeknya selesai dikerjakan, apakah busway tersebut akan benar-benar bermanfaat bagi kebanyakan pemakai jalan di wilayah Jakarta. ( Ikramullah,Bandung,Indonesia)
Sangat setuju jalur busway semakin diperluas. Masyarakat membutuhkan transportasi massa yang aman, nyaman, dan terjangkau ke semua lokasi di Jadebotabek. Pada daerah persimpangan sebaiknya dibuat jalur khusus subway atau fly over agar lebih aman. Manajemen pengawasan sangat penting supaya tidak dikorupsi sehingga tidak cepat bangkrut. ( Ahmad Mumtaza,Bogor,Indonesia)
Pembangunan busway harus terus jalan demi kepentingan banyak orang: kalangan menengah ke bawah. Penduduk Pondok Indah (Jakarta) yang sok itu sebaiknya diberi penjelasan. Kalau tidak mau mengerti juga, abaikan saja. Indonesia membutuhkan orang-orang yang peduli kepada banyak orang, bukan orang-orang egois. ( Moh. Asmuni,Mataram,Indonesia)
Ada baiknya, bila pemerintah ingin memberikan pelayanan kepada masyarakat, dilihat dahulu dampak yang ditimbulkan. Ditambah lagi, selama ini busway tidak dapat mengurangi kemacetan. Sebenarnya kita menggunakan busway untuk memudahkan perjalanan dan mempercepat menuju ke tempat yang kita tuju, sehingga mengefisienkan dan menghemat waktu. ( Maria Ulfah,Bogor,Indonesia)
Setuju tapi seharusnya busway itu ada juga yg berangkat dari Depok, Bogor, Tangerang, dan Bekasi karena hampir 60% mobil yang masuk ke Jakarta berasal dari Botabek. Jadi, kalau ada busway di Botabek orang nggak mau lagi naik mobil pribadi ke Jkt dan Jkt nggak akan macet. ( irfan safitra,Bekasi,Indonesia)
Terlanjur basah, berenang sekalian. Saat ini cara mengatasi transportasi yg menguntungkan bagi warga kelas bawah Jakarta yg sudah kelihatan hasilnya dan cukup digandrungi masyarakat adalah lewat proyek busway. Kita lupakan dulu soal kemacetan, karena terlalu dini kita mengharapkan itu teratasi hanya dengan koridor yang ada saat ini. ( Mahiruddin Siregar,Jakata Selatan,Indonesia)
Setuju banget. Busway itu kan salah satu solusi mengatasi kemacetan. Kalau tidak mau macet, cari penyebab macetnya. Pasti penyebabnya jml kendaraan tidak sepadan dengan jalan yang ada. Kalo mau lebih oke, pemerintah DKI harus membatasi jumlah kendaraan di jalan-jalan Jakarta. ( suwarno,,)
Kurang setuju. Saya kalo ke Jakarta aja suka bingung. Di daerah ada banyak proyek pelebaran jalan, kenapa di Jakarta justru penyempitan jalan, bikin tambah macet. Bagaimana bila ada mobil/ambulans yg membawa orang sakit yg membutuhkan pertolongan segera, kalo di mana2 yg dekat dengan rumah sakit macet juga?? ( sukirno,semarang,Indonesia)
Berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian. Bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian. Mungkin pepatah itu dapat mewakili keadaan sekarang tentang busway. Pemakai/pemilik kendaraan pribadi mohon kesadarannya bersabar dan mengikuti kemauan pemprov untuk menggunakan busway sebagai kendaraan alternatif yang murah. ( DARMAWAN,JAKARTA,Indonesia)
Proyek busway memang membuat kemacetan di ibu kota, namun ini sementara dan busway itu sangat bermanfaat untuk masyarakat, khususnya pengguna bis karena di samping bisa lebih cepat, juga relatif lebih murah. Untuk ke satu tujuan cukup membayar 1 kali sedangkan jika menggunakan bis konvesional harus berganti beberapa kali. ( mahdi,jakarta,Indonesia)
Saya tidak setuju. Busway bikin macet. Sebaiknya bisnis/ekonomi dan perusahaan besar dipindah ke kota lain. Biar orang juga pada pindah dari Jakarta. Jakarta udah kebanyakan penduduk dan mobil. Bangun kota kecil di pulau lain dan bikin maju kayak Jakarta. Jangan pada numplek di Jakarta semua. Saya yakin, Jakarta gak bakal macet lagi!! ( Meilina S,jakarta,Indonesia)
20.11.07
Subsidi 500 M
Demikian keterangan yang diperoleh SH dari Badan Perencanaan Daerah (Bapeda) DKI Jakarta, Senin (19/11) siang. Disebutkan, tahun 2007, subsidi busway sekitar Rp 203 miliar. Jumlah ini pun dihitung pada pertengahan tahun 2007 karena saat ini bus-bus untuk koridor IV, V, VI dan VII mulai banyak dioperasikan.
Meningkatnya subsidi busway tahun 2008 sebagai konsekuensi sikap DPRD Jakarta yang hingga kini belum menyetujui usulan kenaikan tarif busway sekitar Rp 5.000 dari Rp 3.500 yang berlaku saat ini, sementara busway terus bertambah. Padahal, eksekutif sudah mengajukan ke Dewan sekitar Juli 2007.
Diperkirakan akan bertambah 125 bus dengan beroperasinya koridor VIII, IX dan X. Kalau tidak ada kenaikan tarif maka pilihannya subsidi naik. Sebaliknya, kalau subsidi tidak mau dinaikkan maka tarif harus naik. Bahkan, bisa dilakukan dengan cara tarif dinaikkan sedikit sehingga beban subsidi tidak banyak.
Wakil Ketua DPRD Jakarta, Maringan Pangaribuan kepada SH, Senin (19/11) mengatakan, Dewan bukan tidak menyetujui kenaikan tarif busway guna mengurangi subsidi. Dewan pun menolak subsidi.
Sampai saat ini, kata Maringan, DPRD Jakarta belum memberi keputusan apakah setuju kenaikan tarif atau setuju menaikkan subsidi karena laporan dari Badan Layanan Umum (BLU) TransJakarta mengenai keuangan termasuk pemasukan operasi busway belum selesai.
Ditanya, bagaimana bila bus tidak dioperasikan sehingga warga pelayanan masyarakat telantar karena Pemda tidak mampu membayar akibat subsidi tidak dinaikkan atau tarif tidak dinaikkan, Maringan malahan mengatakan, Dewan jangan disudutkan dengan masalah itu.
Sekitar Juli 2007, saat itu Gubernur Jakarta Sutiyoso mengajukan usulan ke DPRD DKI Jakarta untuk menaikkan tarif busway. Alasannya, subsidi untuk busway terus meningkat. Bila tarif tidak dinaikkan maka subsidi merupakan suatu keharusan.
Usulan kenaikan tarif ke Dewan sampai sekarang belum dijawab atau diputuskan: apakah setuju kenaikan tarif busway atau tetap memberikan subsidi tanpa harus menaikkan tarif.
Subsidi busway terus membengkak atau naik karena Pemda Jakarta membayar kepada operator yang mengoperasikan bus berdasarkan kilometer. Makin banyak bus yang dioperasikan, jelas makin besar subsidi yang harus dikeluarkan untuk membayar operator.
Semakin banyak bus dioperasikan, semakin banyak kilometer yang dilalui sehingga subsidi makin besar karena subsidi berdasarkan setiap kilometer.
Subsidi kian membengkak di tahun 2008, karena tahun 2008 akan ada tambahan koridor VIII, IX, dan X. Dengan tambahan koridor VIII, IX dan X otomatis bus yang dioperasikan pun bertambah. n | SinarHarapan
Busway bakal melayang
Proyek yang diperkirakan menelan dana Rp 3,752 trilyun tersebut, sebagai alternatif, mengingat jaringan busway yang dibangun Pemda DKI Jakarta saat ini belum mampu mengatasi kemacetan, atau hanya menambah kemacetan.
Direktur Bina Sarana Transportasi Perkotaan (BSTP) Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Departemen Perhubungan (Ditjen Hubdar -Dephub) Elly A.Sinaga kepada wartawan di kantornya, Senin (19/11) mengatakan, sebenarnya peluang Pemda DKI Jakarta membiayai GSB itu sangat besar, mengingat pendapatan yang bersumber dari pajak kendaraan bermotor rata-rata per tahun mencapai Rp 5,1 trilyun.
Namun dari pendapatan tersebut yang digunakan untuk kepentingan transportasi hanya sekitar 30 persen. Perolehan dana yang bersumber dari pajak kendaraan bermotor sebesar itu, harusnya dikembalikan lagi seluruhnya untuk kepentingan transportasi, atau paling tidak 70 persennya.
TETAP DIBANGUN
Sementara itu, kendati ditolak DPRD, Pemda DKI Jakarta tetap akan melanjutkan pembangunan lima koridor busway tahun 2009-2010 . "Ini kan sebua jaringan dan sistem karena itu harus diselesakan," kata Sekdaprop DKI Jakarta H. Ritola Tasmaya, .
Harya Setiaka, satu pengguna busway sekaligus calon anggota dewan transportasi kota (DTK) mendukung adanya busway. Karena busway salah satu transportasi yang bebas macet dan efisien.
"Busway sangat efektif namun perlu ditambah lagi armadanya sehingga tidak terlalu lama menunggunnya," jelasnya.
Ia juga meminta agar pengguna mobil pribadi juga dilarang masuk jalur busway. Sehingga kenyamana pengguna busway tetap stabil."Kami minta
mobil pribadi. (tim PK) (Pos Kota)
dari detikcom:
Belum Sanggup Bangun Jalan Layang Busway
Usul jalan layang khusus busway yang disampaikan Departemen Perhubungan (Dephub) tampaknya tidak serta merta bakal dipenuhi Pemprov DKI Jakarta. Biaya pembangunannya dianggap mahal.
"Biayanya mahal banget. Jika itu harus dibangun, kita belum sanggup," ungkap Wakil Kepala Dinas Pekerjaan Umum Pemprov DKI Jakarta Budi Widiantoro kepada detikcom, Selasa (20/11/2007).
Dephub mengusulkan pembangunan jalan layang busway karena biayanya dianggap lebih murah dibandingkan pembangunan MRT.
Untuk jalan layang busway dengan dua jalur sepanjang 98 kilometer, dana yang dibutuhkan diperkirakan Rp 3,7 triliun. Dephub mengusulkan agar dana itu diambil dari kantong subsidi pemerintah per tahun Rp 1,677 triliun.
Dibandingkan MRT, pembangunan jalan ini dinilai lebih murah. Sebab untuk MRT, sedikitnya dibutuhkan dana Rp 1 triliun untuk setiap 1 kilometer.
Namun perhitungan biaya pembangunan jalan layang yang lebih murah dibandingkan MRT, tidak sepenuhnya disetujui Budi. Menurut Budi, belum tentu dalam pelaksanaannya pembangunan jalan itu hanya mengeluarkan biaya sedikit.
"Tergantung juga, kalau misalnya perlu pembebasan tanah, biayanya bisa jadi lebih besar juga. Jadi kita belum berpikir untuk itu (bangun jalan layang busway)," tegas Budi.
Sementara terkait usulan pansus busway DPRD DKI Jakarta agar pemprov menghentikan sementara pembangunan busway koridor XI-XV, Budi tidak menepis.
Menurutnya, penghentian sementara diperlukan supaya Pemprov bisa melakukan evaluasi.
"Kita prinsipnya akan buat amdal dulu, hanya untuk menganalisa dampak yang akan timbul dan upaya penanggulangannya," kata dia.
Sedangkan untuk koridor VIII yang masih terus diprotes warga Pondok Indah, Budi menegaskan, akan dilanjut terus pembangunannya.
Sebab Pemprov pada prinsipnya tidak menolak keinginan warga untuk audiensi. Dari audiensi dijelaskan, tidak ada isu penebangan pohon sebanyak 560 batang, tapi hanya 160 batang pohon dan itu pun diganti oleh Pemprov.
"Kita tidak tebang begitu saja, kita ganti. Kita tanam dulu, baru kemudian kita tebang pohon yang lama," katanya.
19.11.07
BBG menjadi kendala
Gubernur Jakarta Fauzi Bowo ketika dikonfirmasi SH, Minggu (18/11), usai kunjungan silaturahmi dengan warga Kelurahan Pisangan Timur Kecamatan Pulo Gadung Jakarta Timur, pun mengakui gas menjadi kendala.
Meski demikian, lanjut Foke, demikian panggilan akrab Fauzi Bowo, pihaknya akan berupaya agar pelayanan masyarakat melalui busway tidak terganggu dan menjadi lebih baik. ''Dengan persediaan gas yang ada, akan diupayakan sehingga pelayanan masyarakat tetap berjalan baik,'' ujarnya.
Kepala Dinas Pertambangan Jakarta, Peni Susanti, secara terpisah, Sabtu (17/11), justru melihat tidak ada masalah dengan gas, walaupun proyek busway terus bertambah dengan akan beroperasinya tiga koridor lagi tanpa ada tambahan stasiun pengisian gas (SPG) di sepanjang koridor busway.
Alasannya, Pemda Jakarta akan bekerja sama dengan swasta membangun SPB di pool PPD yang sudah dibeli Pemda Jakarta. Selain itu, pihak Pertama pun akan membangun SPG di Pramuka. Sedangkan Shell akan membangun SPG di Gatot Subroto dan Petronas membangun SPG di Pasar Minggu Jakarta Selatan.
Hanya saja, kapan pembangunan SPG yang baru belum jelas. Begitu pula kapan akan beroperasi, belum ada yang tahu pasti. Sementara koridor VIII, IX dan X direncanakan beroperasi Maret 2008 karena 15 Desember 2007 selesai jalannya langsung disusul dengan halte dan jembatan penyeberangan orang.
Kepala Dinas Perhubungan Jakarta, Nurachman secara terpisah kepada SH, Minggu mengatakan, SPG yang dibangun atas kerja sama dengan pengusaha rencananya di Kramatjati, Kampung Rambutan dan Tanah Merdeka. (andreas piatu- Sinar Harapan)
18.11.07
Saat ini busway paling ideal
Untuk mengatasi kemacetan, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berencana membangun enam ruas jalan tol dalam kota. Namun, sejumlah kalangan menilai pembangunan jalan tol dalam kota itu bertentangan dengan kebijakan pemerintah membatasi penggunaan kendaraan pribadi.
Ketua Dewan Transportasi Kota Jakarta Sutanto Soehodho mengatakan bahwa kemacetan itu akan hilang kalau orang pindah ke busway. Agar orang mau pindah ke busway, Sutanto menyarankan supaya sistem tiket, jumlah bus, dan bus pengumpan busway, misalnya, dibenahi.
Sutanto, 45 tahun, mengatakan bahwa busway belum maksimal dalam mengurangi pengguna kendaraan pribadi karena jumlah kendaraannya masih terbatas, mobil pengumpan (feeder) juga belum banyak. Menurut dia, logikanya keberadaan busway, yang mengambil sebagian badan jalan akan menimbulkan kemacetan. "Tapi kemacetan itu akan hilang kalau orang pindah ke busway, kan?" ujar guru besar bidang transportasi Fakultas Teknik Universitas Indonesia ini.[selengkapnya di Koran Tempo]
Kepada wartawan Tempo, Ngarto Februana, Erwin Dariyanto, dan fotografer Nickmatulhuda, Selasa lalu, Sutanto mengutarakan pemikirannya tentang moda transportasi yang ideal untuk Kota Jakarta. Wawancara berlangsung di Gedung Serbaguna Dinas Pendapatan Daerah, Jalan Abdul Muis, Jakarta Pusat, setelah mantan Wakil Rektor Universitas Indonesia ini memberikan seminar tentang tata ruang wilayah DKI Jakarta. Berikut ini petikannya.
Pemerintah menyetujui rencana pembangunan jalan tol dalam kota. Bukankah ini bertentangan dengan tujuan pengoperasian busway?
Kita harus berangkat dari situasi gambaran bahwa infrastruktur jalan kita itu tumbuh sangat lambat dibanding negara lain. Infrastruktur kita hanya tumbuh 0,01 persen per tahun dan (pertambahan jumlah) kendaraan sudah melampaui 10 persen per tahun. Jadi jelas, solusinya ke depan kita harus membangun angkutan umum lebih banyak lagi. Bahwa kemudian ada pemikiran jalan tol dibangun di dalam kota, itu bagaimana membuat sirkulasi menjadi lebih lancar. Pertama, dia dibangun di atas permukaan tanah atau jalan. Jadi dia me-minimize penggunaan lahan yang ada. Kedua, kalau kita hitung, busway yang disiapkan 15 koridor itu mungkin kapasitas angkutnya kurang dari 20 persen dari keseluruhan perjalanan menggunakan angkutan umum. Artinya, angkutan umum kita sudah sangat padat. Kalau busway pun jadi, terus yang 80 persen sisanya akan diakomodasi oleh angkutan seperti apa?
Maka kami akan membangun MRT (mass rapid transit), monorel, dan sebagainya supaya (pengguna) kendaraan pribadi mau pindah ke angkutan umum. Alasan ketiga, dalam membangun angkutan umum, pemerintah selalu mengalami hambatan biaya, artinya selalu kekurangan dana. Lihat saja, kami membangun MRT saja kekurangan dana, bukan dana dalam negeri; apa iya tidak punya dana?
Apakah pengguna kendaraan pribadi berkurang setelah busway dioperasikan?
Belum optimal. Karena apa? Armadanya masih terbatas, belum ada feeder-nya.
Apa yang harus dilakukan supaya optimal?
Menurut saya, kita stop dulu yang 10 koridor. Bukan stop dalam arti kata berhenti. Kita melakukan pembenahan benar-benar terhadap 10 koridor yang sudah ada. Kita bangun sistem tiketnya, kita bangun feeder service-nya, kita tambah jumlah armadanya, dioperasikan optimal. Kita lihat bagaimana animo masyarakat. Kalau misalnya lebih baik, apa iya masyarakat tidak memilih (busway).
Busway mengurangi kemacetan atau justru menambah kemacetan?
Logikanya begini, tentu saja keberadaan busway yang mengambil sebagian badan jalan yang ada itu akan menimbulkan kemacetan. Tapi kemacetan itu akan hilang kalau orang pindah ke busway, kan?
Mengapa pengguna kendaraan pribadi enggan pindah ke busway? Apakah karena belum tersedianya lahan parkir yang memadai?
Parkir itu tidak diperlukan kalau kita punya feeder service yang bagus. Parkir itu perlu kita adakan di tempat-tempat di pinggiran kota saja. Karena, kalau di dalam kota, akan celaka: orang dari pinggiran kota menuju tengah kota dengan kendaraan pribadinya menuju titik parkir tadi. Tapi, kalau di pinggiran kota, memang dia tidak menggunakan kendaraan pribadi dari awal.
Lebih efektif mana busway atau MRT seperti di Singapura?
Semuanya sangat ditentukan oleh struktur kota, sistem pemerintahannya, dan juga bagaimana pemerintah menentukan solusi pemikiran jangka panjang. Kalau mau dibilang Singapura sukses dengan MRT-nya, Bogota juga sukses dengan busway-nya. Ini menunjukkan apa pun modanya, kalau dilakukan dengan baik dan benar, ternyata berhasil. Cuma, di luar itu, menurut saya, sangat penting peran serta masyarakat, sikap mental, dan juga perilaku masyarakat dalam menghadapi perubahan-perubahan seperti ini. Kalau belum apa-apa masyarakat sudah mencela, menyalahkan, itu kan sikap mental. Belum juga menikmati hasilnya, tapi sudah mencela.
Termasuk perilaku pengguna jalan yang suka serobot sana serobot sini?
Jangan lupa bahwa kemacetan itu tidak hanya disebabkan oleh busway. Kalau kita mau jujur, sudah tertibkah orang yang menggunakan jalur yang bukan busway. Bus berhenti di sembarang tempat, orang menyeberang di sembarang tempat, parkir di badan jalan. Bahkan kita pengendara roda empat berperilaku yang sama, motong jalan di sembarang tempat, tidak sabar, semua menimbulkan berbagai macam dilema, yang ujung-ujungnya kinerja jalan yang ada, yang sudah sangat terbatas, makin rendah karena perilaku kita sendiri.
Adakah cara yang tepat untuk mengubah perilaku masyarakat ini?
Penegakan aturan yang ketat dan pendidikan. Cuma itu. Pendidikan transportasi yang baik sebenarnya bisa dikenalkan sejak di level paling rendah. Anak-anak di taman kanak-kanak, SD, mereka diajak menyeberang di tempatnya, dan melakukan hal-hal yang positif di jalan.
Denda dalam jumlah besar bagi pelanggar, seperti di Singapura, bisakah diterapkan di sini?
Mengapa tidak? Kita jangan hanya mengatakan Singapura bisa lebih baik, tapi berani tidak jiwa kita berperilaku seperti masyarakat Singapura: menyeberang pada tempatnya, tidak membuang sampah sembarangan.
Tentang kebijakan transportasi di Jakarta, apa sudah terintegrasi, termasuk mengikutsertakan semua unsur?
Saya melihat masih ada koordinasi yang kurang di antara instansi pemerintah, bukan hanya di tataran implementasi, di tataran planning pun begitu. Artinya, ke depan kita harus melakukan koordinasi, persamaan persepsi di dalam planning, implementasi, dan juga dalam hal penegakan aturan sesuai dengan apa yang sudah dirancang. Jadi ini tuntunan kegiatan yang harus ada konsistensinya. Jangan sampai kita buat peta yang baik-baik, tapi diimplementasikan dengan cara yang salah.
Berarti selama ini tidak konsisten dalam implementasinya?
Sejujurnya, ada beberapa hal yang implementasinya kurang mengikuti prosedur yang baik. Misalnya, kita bisa melakukan sosialisasi, studi dampak lingkungan, dan kita menunjukkan ini, lo, yang kita dapat, sehingga pengorbanan masyarakat yang sebulan-dua bulan bermacet-macet itu ada kepastian, ke depan kita melihat transportasi yang lebih baik. Kan itu tidak pernah disosialisasi. Masyarakat perlu tahu ujung perjalanan ini mau ke mana.
Selama ini sosialisasinya kurang?
Harus saya katakan, iya. Mohon maaf kalau ini dirasakan kurang oleh pemerintah daerah.
Itu yang menyebabkan terjadi penolakan di Pondok Indah?
Salah satunya, iya. Walaupun tidak ada jaminan penyertaan mereka dalam perencanaan bisa membuat pembangunan koridor busway di Pondok Indah menjadi lebih baik, kan ada tata cara yang harus dilakukan dengan baik.
Saya ingin menyimpulkan bahwa membangun (transportasi) Jakarta ini tidak dengan angkutan umum. Itu salah besar. Kita banyak mengalami hambatan. BBM (bahan bakar minyak) yang semakin langka, pasti akan semakin mahal, infrastruktur yang sangat terbatas, emisi yang begitu besar. Jadi ini semua memaksa kita mencari solusi--dengan keterbatasan tadi--dengan angkutan kolektif, bersama, massal. Apakah itu bentuknya busway, MRT, silakan.
Sistem transportasi apa yang paling ideal untuk Jakarta?
Yang ideal adalah berpikir kita memindahkan manusia dalam jumlah besar dalam satuan waktu yang lebih kecil. Itu sebabnya, ada yang namanya MRT, karena tujuannya kita memindahkan orang yang banyak tadi dalam waktu yang sesingkat-singkatnya, itu yang baik. Meski demikian, bukan berarti MRT tidak ada minusnya. Minusnya, investasinya mahal dan berdampak pada tarif yang lebih mahal--kalau itu bisa gratis, akan menjadi unggulan yang luar biasa.
Apakah pilihan pemerintah DKI menggunakan busway sudah tepat?
Menurut saya, Jakarta memilih busway karena dilihat dari berbagai sisi: investasinya tidak mahal, kapasitasnya lumayan tinggi, bisa dibangun dengan cepat, harganya terjangkau.
Jadi, untuk saat ini, yang ideal bisa dibangun di Jakarta adalah busway?
Menurut saya, iya. Dilihat dari berbagai aspek, kalau kita ngomong kapasitas, memang masih kurang.
Bagaimana dengan pembatasan kendaraan ke dalam kota?
Pembatasan bisa dilakukan manakala sudah ada alternatif lain, ada busway, MRT, dan sebagainya.
Dibandingkan dengan kota-kota besar di Asia, Tokyo misalnya, transportasi Jakarta bagaimana?
Tokyo membangun kota sangat hati-hati, mulai tata kota sampai land use-nya, tata ruang, dan angkutan umum. Saya kira Jepang mulai membangun subway sejak 50-an tahun yang lalu. Jadi sejak saat itu mereka sudah menyiapkan ke depan Tokyo membutuhkan mass rapid transportation dan itu dibangun di bawah tanah. Hasilnya, saya tidak bisa membayangkan Tokyo tanpa subway, karena yang saya lihat, dengan MRT dan subway yang ada pun Tokyo masih macet. Tapi kemacetan tadi masih bisa diterima, karena saya yakin komposisinya lebih besar orang yang menggunakan subway. Kalau saya melihat perbandingan orang menggunakan kendaraan umum dengan kendaraan pribadi lebih dari 50 : 50 persen, malah mungkin mencapai 70 persen banding 30 persen. Itu pun masih macet pada saat-saat tertentu.
Apa peran Dewan Transportasi Kota dalam menata transportasi di Jakarta?
Kami memberikan banyak masukan. Posisi kami adalah konseling. Kami bisa memberi advice, baik diminta maupun tidak. Tapi, dalam pelaksanaannya, advice kami digunakan atau tidak, bukan urusan kami lagi.
Banyak masukan Dewan yang kemudian dipakai oleh pemerintah daerah?
Sebagian digunakan, sebagian tidak.
Misalnya?
Kami banyak dimintai masukan mengenai kenaikan tarif. Untuk proyek busway, kami banyak diminta melakukan monitoring evaluation, kinerja. Busway itu kan harus dievaluasi dengan baik secara independen. Menurut saya, sampai sekarang tidak ada evaluasi busway. Kalau ada, saya bisa melihat jumlah armada busway sesuai tidak dengan rencana. Tapi, kalau dievaluasi dengan baik, memang harus diakui banyak sekali hambatannya. Misalnya, dalam pengadaan armada, tapi impornya tertahan. Kenapa? Itu urusan Departemen Keuangan. Jadi ada sinergi yang kita butuhkan dari semua pihak untuk melancarkan semuanya tadi.
Anda aktif di berbagai organisasi transportasi di luar negeri. Bagaimana mereka melihat transportasi di Jakarta?
Saya punya beberapa teman dari Inggris, Amerika, begitu melihat sepeda motor, mereka berpandangan lain terhadap kita. Karena sudah frustrasi dengan sepeda motor, kita ingin motor itu dihapus. Tapi mereka berpandangan, "Kenapa harus dihapus? Ini solusi bagi orang yang punya mobilitas tinggi." Ada lagi, soal kereta. Naik kereta Jabotabek, kita tahu, dong, isinya kereta Jabotabek: ada tukang sayur, tidak ada pintunya, malam tidak ada lampunya. Saya bilang ini pelayanan yang jelek. Dia menganggap ini pelayanan yang feasible. Kenapa? Karena, hanya dengan membayar Rp 1.500. "Ini pelayanan luar biasa; kok, bisa hidup," dia bilang.
Anda juga menanamkan kesadaran transportasi kepada anak-anak Anda?
O, iya. Kebetulan anak saya lebih banyak menggunakan kendaraan pribadi. Tapi itu saya batasi, ingat BBM, ingat juga banyak masyarakat lain yang tidak menggunakan kendaraan pribadi. Kalau bisa berangkat bersama teman-teman naik angkot, kenapa tidak. Tidak jarang anak saya naik ojek. Paling tidak, saya mengatakan agar mereka naik angkutan umum.
BIODATA
Nama: Sutanto Soehodho
Lahir: Jakarta, 6 Mei 1962
Pendidikan:
1986: Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Indonesia (S-1)
1989: Universitas Tokyo, Jepang (S-2)
1992: Universitas Tokyo, Jepang (S-3)
Karier:
Dosen Fakultas Teknik UI
2003: Guru besar bidang transportasi Fakultas Teknik UI
2002-2007: Wakil Rektor Bidang Akademik UI
Sejak 2004: Ketua Dewan Transportasi Kota Jakarta
Sejak 2007: Ketua Pusat Kajian Transportasi Fakultas Teknik UI
17.11.07
Pansus Busway
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta menyatakan segera membentuk panitia khusus (pansus) untuk mengevaluasi secara menyeluruh pengoperasian dan pembangunan busway di Ibu Kota.
Ketua Komisi D Bidang Pembangunan Sayogo Hendrosubroto mengatakan rapat pimpinan dewan yang dihadiri oleh ketua dan para wakil ketua dan pimpinan komisi pekan lalu sepakat membentuk pansus. "Pembentukan pansus ini didasarkan atas rasa tanggung jawab dewan terhadap permasalahan kemacetan di Jakarta," ujarnya
Menurut dia, perlu ada evaluasi secara menyeluruh, mulai dari proses pembangunan, tiket, tarif, subsidi dan operasional Badan Layanan Umum. Rekomendasi Pansus akan menjadi bahan pertimbangan bagi DPRD DKI Jakarta apakah akan menolak atau melanjutkan pembangunan jalur TransJakarta selanjutnya. Pansus ini melibatkan para ahli transportasi independen.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mempersilahkan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) membentuk panitia khusus. "Tolong pikirkan, ada 44 juta pengguna busway sepanjang tahun 2007," kata Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo, di Balai Kota, akhir pekan lalu. =
Rudy Prasetyo - KoranTempo
~~~~~
''Kita sudah lakukan rapat pimpinan DPRD siang tadi. Hasilnya sepakat untuk membentuk pansus yang akan bekerja selama 20 hari kedepan,'' ujar Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Ilal Ferhard, Rabu (14/11) sore, di gedung DPRD.
Politisi asal Partai Demokrat ini menyatakan, pada prinsipnya dewan sangat mendukung pelaksanaan pembangunan busway. Meski demikian, pelaksanaannya selama ini harus dievaluasi terkait dengan operasional yang dilakukan oleh pihak pengelola maupun dengan penggunaan anggaran APBD. Yang lebih penting lagi, katanya, mengenai dampak kemacetan yang dialami sudah sangat meresahkan masyarakat Jakarta.
''Solusi yang harus dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI untuk mengatasi kemacetan yang diakibatkan pembangunan busway, yakni dengan cara mengatur pengalihan jalur angkutan dan kendaraan pribadi untuk mengurangi kemacetan,'' tutur Ilal. Menurut dia, secara infrastruktur bus TransJakarta memang sedang dalam pembangunan. Namun, dari segi manajemen pengelolaan masih perlu diperbaiki, khususnya terhadap pihak pengelola yakni BLU TransJakarta.
Ketua Fraksi Golkar DPRD DKI Jakarta, Inggard Jhosua, yang dihubungi secara terpisah menyatakan, untuk menyelesaikan masalah kemacetan yang terjdi di Jakarta akibat pembangunan jalur busway, diperlukan sebuah upaya dengan memberikan ruas jalan yang baru bagi bus TransJakarta. ''Istilahnya take one give one, sehingga tidak terjadi penyempitan ruas jalan,'' tegas dia.
Anggota Komisi A (bidang hukum dan pemerintahan) ini juga mengatakan selama ini terdapat kekurangberesan dalam pengelolaan manajemen bus TransJakarta. Pasalnya, subsidi anggaran untuk busway yang dikeluarkan dari APBD relatif besar yakni sebanyak Rp 230 miliar, namun hasil pelayanan bagi penumpang bus TransJakarta belum terlihat, bahkan belum terdapat kontribusi untuk kas pemerintah provinsi.
''Saya dapat informasi bahwa selama ini banyak hasil penjualan tiket bus TransJakarta yang hanya masuk ke kantong pribadi, bukan ke pemerintah provinsi. Makanya kita harus mengkaji ulang untuk mengetahui sejauh mana pengelolaan manajemen busway,'' ujar menegaskan.
Inggard bahkan mencurigai adanya oknum aparat Dinas Perhubungan (Dishub) DKI yang disinyalir bekerja sebagai pejabat di perusahaan pengelola bus TransJakarta. ''Hampir rata-rata gaji mereka besar. Direktur saja sampai empat orang, bahkan diduga ada oknum aparat Dishub yang bekerja di sana. Jelas saja terjadi penggemukan yang menyerap anggaran besar dari APBD,'' ungkap Inggard. zak - Republika
13.11.07
Mixed Traffic
Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Nurachman menegaskan hal ini kepada SH, Senin (12/11) siang, di tengah acara gelar pasukan yang akan diterjunkan di lima wilayah untuk mengendalikan kemacetan. Gelar pasukan di Lapangan Monas itu dipimpin Kapolda Metro Jaya Irjen Adang Firman.
Menurut Nurachman, jalur-jalur bus yang dapat digunakan untuk umum ini tersebar
di koridor I ada satu lokasi,
koridor II ada enam lokasi,
koridor III ada empat lokasi,
koridor IV ada tiga lokasi,
koridor V ada dua lokasi,
koridor VI ada tiga lokasi,
koridor VII ada tiga lokasi,
koridor VIII ada 12 lokasi,
koridor IX ada 16 lokasi dan
koridor X sebanyak lima lokasi
sehingga secara keseluruhan ada 55 lokasi busway dijadikan campuran yang bisa dipakai umum.
''Ini sifatnya sementara, dalam upaya mengendalikan 12 simpul kemacetan serius yang terjadi di wilayah DKI,'' ujar Nurachman.
Sementara itu, Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Drs Adang Firman, dalam apel yang berlangsung di Monas, Senin, yang diikuti aparat kepolisian, Dinas Perhubungan DKI Jakarta dan Dinas Ketenteraman dan Ketertiban (Tramtib) DKI Jakarta mengatakan, lebih dari 5.000 aparat akan diterjunkan di titik-titik kemacetan itu untuk mengendalikan dan mengatur lalu lintas.
Para petugas selain menjaga di titik rawan kemacetan, mengatur lalu lintas, juga bisa mengalihkan dan membolehkan kendaraan lewat jalur-jalur tertentu. Petugas yang diterjunkan di lapangan akan memberikan prioritas pada koridor busway yang sedang dibangun. Mereka akan memberikan informasi, pengaturan dan pasang tanda-tanda lalu lintas.
Laporkan Warga
Pada perkembangan lain, Kepada Dinas Tramtib DKI Jakarta, Haryanto Bajuri, Senin (12/11) malam, melaporkan seorang warga Pondok Indah ke Polres Jakarta Selatan dengan tuduhan perbuatan tidak menyenangkan.
Warga itu ditengarai menghina Haryanto dan Dinas Tramtib setelah perundingan di Pospol Pondok Indah antara pihak Pemda dan sekitar 10 warga membahas busway koridor VIII tak mencapai titik temu.
Ditemui wartawan di Polres Jakarta Selatan, Bajuri mengatakan dirinya tak mengenal orang yang dilaporkannya itu. “Tidak diketahui namanya, tapi saya bisa mengenali orangnya,” ujar Bajuri.
Pantauan SH beberapa jam setelah kejadian berlangsung, para pekerja di bawah pengawasan aparat Tramtib dan kepolisian, kembali meneruskan proyek busway yang beberapa hari lalu sempat dihentikan warga.
Sementara itu, ketika dihubungi melalui telepon genggamnya, kuasa hukum warga Pondok Indah Wilmiar, mengatakan gugatan oleh Kepala Dinas Tramtib hanya sebuah gertakan. Wilmiar mengatakan warga yang memang tak siap dengan kehadiran ratusan petugas Satpol dan Linmas yang datang menggunakan puluhan kendaraan operasional, memilih mengalah.
“Nanti malam kita lihat bagaimana aksi warga. Kami akan kembali memblokade,” katanya. [Sinar Harapan]
10.11.07
Sebagian boleh dilalui kendaraan lain
“Kebijakan mulai diberlakukan Senin selama 30 hari ke depan. Dan setiap minggunya akan dievaluasi,” Namun Fauzi tidak menjelaskan secara rinci lokasi jalur busway yang boleh dilewati kendaraan umum. Kapolres dan wali kota di masing-masing wilayah yang berwenang menentukannya, jleas Gubernur.
Berdasarkan evaluasi Dinas Perhubungan, ada 112 simpul kemacetan lalu lintas di ibukota, baik yang berkaitan dengan pembangunan koridor busway maupun faktor lainnya.
Dicontohkan di kemacetan lalu lintas dari terminal Kampung Melayu hingga Jl Jatinegara Barat dan pertigaan sekolah Santa Maria, kendaraan umum bisa menggunakan jalur busway sepanjang 500 meter yang ada di sana. Namun secara teknisnya akan diatur oleh petugas dari Polantas dan Suku Dinas Perhubungan di wilayah tersebut.
“Intinya di setiap simpul kemacetan, wali kota dan Kapolres yang akan menentukan cara apa yang mesti ditempuh untuk mengatasi kemacetan. Berbeda-beda tergantung situasi di lapangan,” ujar Gubernur.
Fauzi juga tetap akan memberlakukan jalur bersama (mixed traffic) pada jalur yang sempit seperti di depan Kantor Wali kota Jakarta Utara.
Kapolda Metro Jaya Adang Firman mengatakan akan menyiapkan 700 personel di setiap wilayah kotamadya untuk mengatur arus lalu lintas di setiap simpul kemacetan. Dinas Perhubungan DKI Jakarta menyiapkan 50 personel di setiap wilayah kotamadya untuk membantu polisi.
Sedangkan Dinas Tramtib dan Linmas DKI Jakarta menyiagakan 1000 personel untuk membantu pengaturan lalu lintas sesuai permintaan wali kota di masing-masing wilayah.
Sebelumnya, sejak 22 Oktober 2007 Pemprov DKI Jakarta memperbolehkan masyarakat menggunakan jalur busway di Koridor 8 (Lebakbulus-Harmoni), 9 (Pinangranti-Pluit), dan 10 (Cililitan-Tanjungpriok) yang belum dioperasikan.
9.11.07
Jalan ditutup dua hari
Untuk mempercepat pembangunan busway koridor Cililitan-TanjungPriok, Dinas Perhubungan akan menutup ruas jalan Ahmad Yani selama dua hari, 10 dan 11 November 2007.
Penutupan dimulai Sabtu 22:00 hingga Minggu 24:00 di persimpangan Jalan Ahmad Yani-Utan Kayu dan Jalan Ahmad Yani-Haji Ten.
Arus lalulintas dari arah barat (Utan Kayu) dialihkan memutar di persimpangan Jalan Pramuka. Dari arah Timur (Rawamangun) harus memutar di depan lapangan golf atau kantor Direktorat Jenderal Bea Cukai.
Sedangkan dari arah Jl. Rawasari bisa memutar di putaran Pulomas, dari Jl. Haji Ten memutar di persimpangan Jalan Pramuka.
Proyek Busway sementara dihentikan.
Ketua DPRD Jakarta, Ade Surapriyatna menegaskan, tahun 2008 proyek busway disetop sementara. Kesempatan itu akan digunakan Pemda untuk mengevaluasi secara menyeluruh 10 koridor yang ada sekaligus menata agar busway benar-benar memberi pelayanan yang nyaman dan aman.
Penegasan itu disampaikan Ade kepada SH, Selasa (6/11) siang. Ia mengatakan, selama kurun waktu itu, Pemda harus mengevaluasi proyek busway yang ada sambil memperbaiki yang perlu dilakukan.
“Kalau ada yang harus diperbaiki atau dibenahi tidak berarti tidak konsisten. Bisa saja ada yang kurang pas dan perlu diperbaiki. Demi kepentingan rakyat tidak perlu ragu untuk memperbaiki,'' kata Ade.
Selama setahun ini, juga digunakan untuk mengefektifkan koridor yang ada, menata angkutan umum maupun menyediakan feeder busway. Dengan evaluasi secara menyeluruh akan memberi dampak yang baik sehingga pembangunan busway pada tahun berikutnya, 2009 menjadi lebih baik.
Busway tidak ditolak karena itu penting untuk rakyat. Hanya saja, harus dilaksanakan dengan perencanaan yang baik sehingga tidak menimbulkan dampak kerugian yang besar bagi rakyat Jakarta. ”Tahun 2008, tidak ada alokasi anggaran untuk busway karena perlu disetop sementara,” tambahnya.
Hal senada dilontarkan Direktur Institut Studi Transportasi, Darmaningtyas. Menurutnya, tahun 2008, proyek busway dihentikan dulu. Dalam waktu setahun dipergunakan untuk mengevaluasi, sosialisasi proyek busway yang akan dilaksanakan tahun 2009 termasuk pula harus menyiapkan analisis mengenai dampak lingkungan (amdal).
Namun demikian, dia mengatakan, untuk koridor 8, 9 dan 10 yang sedang dibangun harus tetap diteruskan dan tidak boleh dihentikan, apalagi dibatalkan. Bila dihentikan akan berdampak sangat buruk. Tahun 2009 pun kalau dibangun proyek busway, tidak perlu harus serentak untuk beberapa koridor. Pembangunan bisa dilakukan bertahap sehingga kemacetan tidak berdampak luas.
Sementara itu, Gubernur Jakarta Fauzi Bowo, usai rapat evaluasi proyek busway yang melibatkan Dewan Transportasi Kota dan pihak International For Transport Development Program (IDTP), Selasa sore, mengatakan, pihaknya tidak akan buru-buru menambah koridor busway.
Untuk melanjutkan atau menambah koridor busway, pihaknya akan melakukan evaluasi secara menyeluruh koridor yang ada sebelum dilanjutkan atau ditambah koridor berikutnya. ''Saya tidak akan buru-buru tambah koridor,'' kata Fauzi.
Sementara itu, dari rapat evaluasi, ada sembilan rekomendasi yang disampaikan dalam upaya membangun transportasi yang baik bagi rakyat Jakarta khususnya busway. Rekomendasi yang disampaikan tidak lepas dari pembangunan busway yang begitu cepat dalam waktu singkat sehingga banyak hal yang harus disempurnakan. [SINAR HARAPAN | Andreas Piatu]
7.11.07
3 rekomendasi Koran Tempo
Evaluasi Pengerjaan Busway
Keluhan pengguna jalan di Jakarta yang terjebak macet akibat pembangiman jalur bus khusus alias busway seharusnya menjadi perhatian serius Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Ini bukan sikap yang cengeng karena kenyamanan mereka terganggu. Keluh-kesah muncul karena memang kemacetan yang terjadi sangat luar biasa.
Bisa dibayangkan, akibat pembangiman koridor baru busway, nyaris seluruh Jakarta dilanda macet. Lalu lintas yang tersumbat terentang dari kawasan Slipi di barat; sepanjang Bypass di bawah jalan tol Cawang-Tanjung Priok di timur; hingga Jalan M.T. Haryono, kawasan Pondok Indah, dan Lebak Bulus di selatan.
Situasi diperparah oleh musim hujan yang sudah datang. Genangan air, jalur jalan yang menyempit, pemakai jalan yang tak berdisiplin, semuanya memperparah kesengsaraan itu.
Agak aneh jika pejabat Jakarta yang bertanggung jawab seolah lepas tangan. Gubernur Fauzi Bowo hanya meminta masyarakat memaklumi. Bahkan Kepala Dinas Perhubungan Jakarta Nurachman berterus terang tak punya solusi mengatasi kemacetan yang terjadi. Artinya, masyarakat pemakai jalan diminta menerima keadaan yang menimbulkan stres dan kerugian setiap hari itu.
Kajian Masyarakat Transportasi Indonesia menyimpulkan, gara-gara kemacetan di Jakarta, kerugian diperkirakan mencapai Rp 8,3 triliun. Ini dihitung dari pemborosan bahan bakar dan biaya operasi kendaraan, kerugian waktu, plus dampak kesehatan akibat polusi.
Sebetulnya kerugian besar seperti itu bisa diminimalisasi bila pemerintah Jakarta lebih rapi dalam melaksanakan pembangunan busway. Misalnya merencanakan pembangiman koridor baru secara bertahap, menunggu satu koridor selesai, lalu dilanjutkan ke koridor lain. Karena dibangun serentak seperti sekarang, kemacetan berlangsung merata.
Cara lain adalah menyiapkan lebih dulu pelebaran jaian sebelum membangun koridor baru. Dengan cara ini, penyempitan jalan akibat pembangunan koridor baru bisa terkompensasi.
Yang terjadi sekarang justru terbalik. Seperti dikatakan Nurachman, pelebaran jalan baru akan dilakukan setelah jalur bus khusus itu selesai dibangun. Jelas saja, kemacetan makin menjadi-jadi.
Bahkan cara sederhana dan murah pun, yaitu sosialisasi ke masyarakat, lalai dilakukan. Publik tak pernah tahu jalur-jalur alternatif mana yang sebaiknya diambil bila sebuah ruas jalan terkena pembangunan busway.
Padahal sosialisasi seperti ini perkara gampang. Cukup beri tahu media dan sebarkan brosur ke pemakai jalan. Bukankah cara seperti ini sudah lazim dilakukan bila jalan protokol tertentu ditutup untuk upacara kenegaraan atau kegiatan besar lain?
Kita tidak ingin mengatakan bahwa pembangunan busway tak perlu dilanjutkan. Busway tetap menjadi sarana transportasi yang penting, dan proyek ini tetap kita sokong. Han'ya, manajemen pengerjaan proyek ini harus segera dievaluasi. Kalau perlu, tunda pembangunan koridor baru sampai ada langkah-langkah yang jelas untuk mencegah dampak kemacetan yang terjadi. (Koran Tempo - Editorial 7 Noveber 2007)
9 Rekomendasi untuk Gubernur
Jangan-jangan konsultan ini memang tidak memikirkan efek samping pembangunan jalur yang dilaksanakan secara serentak.
Director Institut for Transportation Development & Policy (ITDP) Budi Kuncoro, membacakan 9 rekomendasi kepada Gubernur Fauzi Bowo sebagai berikut:
1. peningkatan kapasitas dan produktivitas busway,
2. meningkatkan pelayanan BLU Trans Jakarta,
3. meningkatkan daya jelajah bus,
4. menekan biaya pengeluaran perkilometernya,
5. meningkatkan nilai bisnis BLU Trans Jakarta,
6. memperbaiki sistem tiket,
7. mengevaluasi harga tiket,
8. mengatur operasional busway,
9. ekspansi jaringan koridor busway.
Gubernur berjanji segera menindaklanjuti dan akan mengadakan rapat evaluasi setiap minggunya.
1.11.07
Baru!! Dewan Transportasi Kota
Ada 13 anggota plus dua ex officio dari POLRI dan Dinas Perhubungan. Ketua DTK yang lama, Sutanto Suhodo, kembali terpilih sebagai anggota dari unsur Perguruan Tinggi.
Kira-kira apa yang bisa diharapkan dari mereka ya?
Jika suatu permasalahan kompleks ditangani secara sambil lalu, sebagai sambilan, sementara tugas utama masing-masing belum tentu bisa diselesaikan...
Waktunya saja habis di jalan untuk memelihara kesabaran dan menikmati macet berjam-jam...
Daftar nama selengkapnya.