3 rekomendasi Koran Tempo
Bandingkan dengan 9 rekomendasi ITDP.
Evaluasi Pengerjaan Busway
Keluhan pengguna jalan di Jakarta yang terjebak macet akibat pembangiman jalur bus khusus alias busway seharusnya menjadi perhatian serius Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Ini bukan sikap yang cengeng karena kenyamanan mereka terganggu. Keluh-kesah muncul karena memang kemacetan yang terjadi sangat luar biasa.
Bisa dibayangkan, akibat pembangiman koridor baru busway, nyaris seluruh Jakarta dilanda macet. Lalu lintas yang tersumbat terentang dari kawasan Slipi di barat; sepanjang Bypass di bawah jalan tol Cawang-Tanjung Priok di timur; hingga Jalan M.T. Haryono, kawasan Pondok Indah, dan Lebak Bulus di selatan.
Situasi diperparah oleh musim hujan yang sudah datang. Genangan air, jalur jalan yang menyempit, pemakai jalan yang tak berdisiplin, semuanya memperparah kesengsaraan itu.
Agak aneh jika pejabat Jakarta yang bertanggung jawab seolah lepas tangan. Gubernur Fauzi Bowo hanya meminta masyarakat memaklumi. Bahkan Kepala Dinas Perhubungan Jakarta Nurachman berterus terang tak punya solusi mengatasi kemacetan yang terjadi. Artinya, masyarakat pemakai jalan diminta menerima keadaan yang menimbulkan stres dan kerugian setiap hari itu.
Kajian Masyarakat Transportasi Indonesia menyimpulkan, gara-gara kemacetan di Jakarta, kerugian diperkirakan mencapai Rp 8,3 triliun. Ini dihitung dari pemborosan bahan bakar dan biaya operasi kendaraan, kerugian waktu, plus dampak kesehatan akibat polusi.
Sebetulnya kerugian besar seperti itu bisa diminimalisasi bila pemerintah Jakarta lebih rapi dalam melaksanakan pembangunan busway. Misalnya merencanakan pembangiman koridor baru secara bertahap, menunggu satu koridor selesai, lalu dilanjutkan ke koridor lain. Karena dibangun serentak seperti sekarang, kemacetan berlangsung merata.
Cara lain adalah menyiapkan lebih dulu pelebaran jaian sebelum membangun koridor baru. Dengan cara ini, penyempitan jalan akibat pembangunan koridor baru bisa terkompensasi.
Yang terjadi sekarang justru terbalik. Seperti dikatakan Nurachman, pelebaran jalan baru akan dilakukan setelah jalur bus khusus itu selesai dibangun. Jelas saja, kemacetan makin menjadi-jadi.
Bahkan cara sederhana dan murah pun, yaitu sosialisasi ke masyarakat, lalai dilakukan. Publik tak pernah tahu jalur-jalur alternatif mana yang sebaiknya diambil bila sebuah ruas jalan terkena pembangunan busway.
Padahal sosialisasi seperti ini perkara gampang. Cukup beri tahu media dan sebarkan brosur ke pemakai jalan. Bukankah cara seperti ini sudah lazim dilakukan bila jalan protokol tertentu ditutup untuk upacara kenegaraan atau kegiatan besar lain?
Kita tidak ingin mengatakan bahwa pembangunan busway tak perlu dilanjutkan. Busway tetap menjadi sarana transportasi yang penting, dan proyek ini tetap kita sokong. Han'ya, manajemen pengerjaan proyek ini harus segera dievaluasi. Kalau perlu, tunda pembangunan koridor baru sampai ada langkah-langkah yang jelas untuk mencegah dampak kemacetan yang terjadi. (Koran Tempo - Editorial 7 Noveber 2007)
No comments:
Post a Comment