19.10.07

Polah pola transportasi makro Jakarta 3

saya berpendapat bahwa Pusat-Pusat Perbelanjaan umum(tidak spesifik) sekarang tidak begitu kuat sebagai daya tarik.
Sudah terlalu banyak yang ada di sekitar kita, sehingga tidak perlu pergi jauh-jauh lagi sehingga lebih cenderung lokal.
Tentang topik posting, saya memilih menggunakan kata "polah" (bukan "ulah") sekedar untuk memperlihatkan kedekatannya dengan geliat PTM-J. Dan polah ini, menurut saya sebagai orang awam, terasa kurang kuat gregetnya.

Implementable dan realistic sering yang menjadi dasar bargaining, terasa lebih berpengaruh bagi suatu dasar perencanaan untuk suatu pelaksanaan daripada visi itu sendiri. Benar bahwa kita harus melangkah dengan langkah nyata. Benar bahwa langkah kita harus mengarah ke tujuan yang jelas. Tapi setiap langkah/tahapan haruslah juga dapat memperlihatkan tujuan akhirn yang akan dicapainya.
Saya juga menyadari bahwa bahwa RUTR dan PTM haruslah saling mendukung.
Artinya keduanya harus juga memiliki visi yang sama. Kalau pengembangan RUTR diarahkan ke Barat dan Timur (pemikiran saya) PTM juga haruslah difokuskan pada arah pengembangan tersebut. Sebaliknya, PTM juga harus menjadi pendorongan utama untuk merintis dan menumbuhkembangkan RUTR sehingga berkembang ke arah Barat dan Timur. Ke arah Ta(4) atau Bek(8) haruslah lebih banyak daripada Bo/De(7). Saya juga mengharapkan PTM dapat lebih asertive mempengaruhi rencana pembangunan sarana jalan/rel daripada pasrah dan menerima apa adanya.
Salam (dc) [david chyn di suaratransjakarta]

Tentu akanlah lebih bijak kalau pendapat Pak Dave bisa didasarkan pada hasil survey langsung O/D interview thd pengunjung pusat-pusat perbelanjaan terkait. Saya melihat bahwa tingkat attraction ini pada intinya tergantung dari tipe, stratum, karakteristik, tingkat diferensiasi, lokasi, design & environment dan size-nya. In general, the greater it's size, the higher and the wider its attraction. Sebagai habit baru, pada awalnya banyak warga DKI yang memanfaatkan family week end leisure mereka dengan melakukan window, cafe & food court shopping dari satu mall ke mall yang berbeda setiap minggunya tanpa menjinjing barang belanjaan ketika mereka pulang, dan habit ini mulai menyebar ke hari2 lain di luar weekend.

Menurut pandangan saya, "Realistic & implementable plan" merupakan suatu pushy keyword bagi para perencana agar tidak hanya menggantungkan cita2nya setinggi langit dan terus menerus berwacana di-awang2 tanpa mampu mendaratkannya secara nyata, seperti halnya yang tertuang pada ribuan plans yang saat ini tersebar luas. Konon metro tv bilang bahwa diperlukan keseimbangan antara Yin & Yan, alias Plan & Execution.

Untuk point yang terakhir, saya melihat bahwa PTM juga assertive meng-address peran dari masing2 moda angkutan massal termasuk Busway, Monorel, dan MRT (Subway), begitu pula halnya dengan directive thd pengembangan jalan raya dan pembangunan jalan rel. Peran MRT/Subway sebagai main backbone juga saya lihat cukup clear dalam menggulirkan North-South moverments yang didistribusikan ke/dari sayap barat dan sayap timur oleh begitu banyak jaringan radial busway kor2, kor 3, kor 4, kor 9, kor 11, kor 12, kor 13, kor 15, monorel blue line, Bekasi/loop railway dan BKS-BKB-BKT.

Distribusi North-South movements MRT ini di pusat kota yang bersifat lokal, termasuk di area segitiga emas DKI tampaknya akan dapat di-served oleh Monorel green line dan railway loop line. Peran busway koridor 1 dan MRT juga saya lihat cukup jelas, dimana pada tahun 2014 ketika MRT baru mencapai dukuh atas, north-south movement di sisi utara akan di-served oleh kor 1.

Subject to operational matters, konsep partial short working (Dukuh Atas - Kota) untuk meningkatkan kapasitas kor 1 sisi utara ini tentu nantinya dapat diterapkan, dimana sebagian bus dioperasikan hanya untuk melayani Dukuh Atas - Kota saja, sedangkan sebagian lainnya tetap beroperasi dari/ke blok m - kota. Akan lebih baik lagi apabila kor 1 sejak dini telah disiapkan dengan armada articulated bus guna mengantisipasi signifikan loading yang akan di-fed oleh MRT di dukuh atas.

Dengan begitu banyaknya koridor angkutan massal radial timur-barat dan loop yang akan mem-feeding MRT ditambah diterapkannya TDM/ERP yang akan mem-push pengguna kendaraan pribadi untuk pull beralih ke Angkutan Massal, saya melihat bahwa load penumpang MRT akan menjadi signifikan pada segmen blok m - kota, dengan demikian busway kor 1 tetap harus dioperasikan untuk berperan sebagai fine-tuner yang komplemen terhadap MRT. Saya rasa inilah manfaat utama dari adanya BLUTJ yang akan memiliki peran penting dalam melakukan fine-tuning diatas. Demand Lebak Bulus - Blok M sepenuhnya akan di-cater oleh MRT. Selain untuk menggeliatkan push & pull diatas, TDM/ERP memungkinkan dilakukannya cross subsidy terhadap operasional Busway, MRT dan Monorel seperti yang telah saya kemukakan sebelumnya.

Namun sekali lagi, gambaran PTM yang saya lihat dari kacamata saya diatas adalah apabila MRT dan Monorel nantinya benar2 dapat nyata terimplementasikan. Apabila tidak, maka busway tentu harus dapat berperan sebagai subtitusinya.

Salam - DA
[deddy arief di suaratransjkarta]

No comments:

Post a Comment