TEMPO Interaktif, Jakarta: Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi memvonis rekanan pengadaan armada busway, Direktur Utama PT. Armada Usaha Bersama, Budi Susanto lima tahun penjara, denda Rp 200 juta subsidair 6 bulan kurungan. "Terdakwa juga harus membayar uang pengganti senilai Rp 2,1 miliar atau menjalani pidana selama satu tahun," Hakim Ketua, Moerdiono saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tipikor, hari ini
Vonis tersebut sama dengan tuntutan jaksa dalam sidang sebelumnya. Dalam sidang kali ini, terdakwa Budi Susanto dianggap bersalah pada dakwaan primair, yakni Pasal 2 ayat 1 Jo Pasal 18 Undang-undang nomor 31 1999 yang diubah menjadi UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Jo Pasal 64 KUHP.
Menurut Hakim, Budi terbukti melakukan tindak pidana korupsi yang memenuhi beberapa unsurnya, yakni melakukan perbuatan hukum, merugikan keuangan negara, memperkaya diri sendiri atau orang lain.
"Dalam proses pengadaan busway, terdakwa tidak tunduk pada Keputusan Presiden No 18 Tahun 2000 dan Keppres No 80 Tahun 2003 tentang pengadaan barang," ujar Moerdiono.
Seluruh tindakan pengadaan barang, kata dia, dilakukan sebelum penunjukkan rekanan resmi oleh pemerintah DKI Jakarta. Sehingga, azas kesamaan dalam tender sudah dilanggar oleh terdakwa. ''Akibat perbuatan terdakwa, negara dirugikan senilai Rp 10,6 Miliar dalam pengadaan armada busway pada tahun 2003-2004,'' ujar Moerdiono.
Selain itu, dalam pertimbangannya, hakim mengungkapkan bahwa PT AUB sendiri mendapatkan kewajiban untuk melakukan penggantian kerugian negara sebesar Rp 9,6 miliar.
Menanggapi putusan itu, Budi menyatakan banding. Muhammad Assegaf mengatakan putusan hakim tidak klop. Artinya, kata dia, tuntutan jaksa sebelumnya menyatakan bahwa terdakwa menyalahi dakwaan subsidair. "Namun putusannya disebutkan menyalahi dakwaan primair," ujarnya.
Sandy Indra Pratama
No comments:
Post a Comment