Direktur Trans Batavia : Tarif Busway Pastilah Tarif Politis
Kamis, 11 Agustus 2005 | 17:04 WIB
TEMPO Interaktif - Gubernur DKI, Sutiyoso, mengancam akan mengganti PT. Trans Batavia, konsorsium pengadaan dan pengelolaan busway koridor 2 (Pulogadung-Harmoni) dan koridor 3 (Kalideres-Harmoni) jika terbukti memiliki masalah. "Kami akan cek dulu, kalau memang betul, ganti saja dengan konsorsium yang lain," ancam Sutiyoso di Balaikota, Kamis (11/8).
Sutiyoso minta busway koridor 2 dan 3 dapat beroperasi akhir tahun ini dan konsorsium agar segera melaporkan jika memiliki hambatan. Sutiyoso bahkan berniat membuat surat kepada Menteri Perdagangan agar dapat membebaskan bea masuk busway sebesar 37,5 persen sehingga harga busway dan kompensasi konsorsium bisa lebih murah.
"Ketidakmampuan beroperasi tahun ini belum keputusan final," ujar Sutiyoso.
Menurut Direktur Trans Batavia, Aziz Rismaya Mahfud, konsorsium masih terganjal masalah pemilihan merk busway, tunggakan utang anggota konsorsium, belum keluarnya pinjaman bank dan kompensasi konsorsium atas pengadaan dan operasionalisasi busway.
Masalah itu saling tumpang tindih. Menurut Aziz, bank tidak mau mengeluarkan pinjaman uang selama belum ditentukan kompensasi konsorsium yaitu tarif (Rp/kilometer), sementara konsorsium tidak bisa menentukan merk bus jika belum keluar pinjaman bank.
Menurut Sekretaris Daerah Provinsi DKI, Ritola Tasmaya, Pemprov DKI belum bisa menentukan kompensasi konsorsium selama belum ditentukan merk bus. Kompensasi ditentukan oleh perhitungan harga busway, harga CNG dan biaya operasional konsorsium. Trans sendiri telah mengajukan angka Rp 18.500 per kilometer jika bea masuk 37,5 persen) atau Rp 16.000 jika bea masuk 5 persen. Namun belum mendapat persetujuan Badan Pengelolaan Trans Jakarta.
Aziz menambahkan, Pemprov seharusnya mengantisipasi besaran angka kompensasi yang lebih tinggi dari kompensasi busway koridor 1 (Blok M-Kota) yang hanya Rp 6.400. Menurut Aziz, hal itu karena koridor 2 dan 3 berbahan bakar gas sementara koridor 1 berbahan bakar diesel. "Sasis mesin CNG lebih mahal," katanya. Pemprov, seharusnya memberikan subsidi pada konsorsium. "Karena tarif yang dikenakan pada busway pastilah tarif politis bukan tarif realistis," kata Aziz.
Mengenai masalah merk busway, konsorsium lebih memilih merk Daewoo dari Korea Selatan yang cuma seharga US$ 77 ribu atau Rp 1,6 miliar dibanding merk Sania yang seharga US$ 90 ribu. Sutiyoso sendiri mengakui Pemprov tidak bisa melarang jika konsorsium memilih Daewoo meski Pemprov tetap menentukan kriteria. "Kami tidak menentukan merk dan harga busway, hanya kriteria dan spesifikasinya saja," ujar Sutiyoso. Namun, Sutiyoso akan menilai kelayakan harga busway yang diajukan dengan spesifikasi busway itu.
Mengenai masalah tunggakan utang anggota konsorsium ; PT. Mayasari Bakti dan PT. Metromini yang dicairkan PT. Bank DKI pada November-Desember 1999 masing-masing Rp 22,7 miliar (pokok saja) dan Rp 16 miliar (utang dan bunga) menurut Aziz , pengusaha akan berusaha mengatasi masalah utangnya. "Jangan dikaitkan manajemen perusahaan dengan busway," ujar Aziz. Menurut Sutiyoso, agar masalah utang yang hingga kini belum terselesaikan itu harus ditagih sampai habis. [Badriah-TNR]
No comments:
Post a Comment