31.3.08

Dipuji dan dimaki

Kehadiran bus transjakarta hingga kini masih menjadi jawaban atas masalah transportasi massa di Jakarta meski pembangunan koridor yang memakan sebagian badan jalan acap dikritik karena menyebabkan kemacetan lalu lintas di sejumlah lokasi.

Sistem busway di Jakarta ternyata menjadi kajian studi Masyarakat Transportasi Asia Timur yang dipimpin Prof Kyung Soo Chon dari Universitas Nasional Seoul. Sistem busway di Jakarta disebutkan berkelanjutan dan terintegrasi dengan moda transportasi kereta rel listrik (KRL). Sistem bus transjakarta dianggap terpanjang di dunia karena memiliki panjang total 100 kilometer. Realitas ini mengesankan Presiden Masyarakat Transportasi Asia Timur saat berkunjung ke Balaikota, Jumat (28/3).

Prof Primitovo C Cal dari Universitas Filipina bahkan mengatakan, Pemerintah Metro Manila kini melakukan studi banding ke Jakarta karena ingin membangun sistem busway di Manila. Semula Pemerintah Metro Manila ingin membangun sistem transportasi dengan basis rel KRL, tetapi biayanya dianggap terlalu mahal. Busway bisa direalisasikan lebih cepat dan biayanya relatif lebih murah.

Pakar-pakar transportasi Asia itu sempat memuji mantan Gubernur DKI Sutiyoso yang berani mewujudkan busway dalam waktu singkat.

Banyak masalah

Namun, di balik pujian itu, sebetulnya bus transjakarta menyimpan banyak masalah yang belum terselesaikan, bahkan terkesan ruwet. Padahal, dalam APBD 2008, anggaran untuk bus transjakarta mencapai Rp 858 miliar. Saat ini Koridor VIII, IX, dan X dalam tahap penyelesaian sekitar 45 persen. Wakil Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Udar Pristono optimistis pembangunan tiga koridor baru bus transjakarta itu rampung pada akhir Mei atau awal Juni 2008.

Akan tetapi, bagaimana dengan pengadaan bus? Ternyata bus transjakarta yang akan melayani tiga koridor baru ini belum ada. Kondisi itu terungkap dalam rapat kerja Komisi B DPRD DKI Jakarta dengan Badan Layanan Umum (BLU) Transjakarta serta Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Kamis pekan lalu. Gubernur DKI Fauzi Bowo berharap tiga koridor baru itu selesai akhir tahun 2008. Namun, Kepala BLU Transjakarta Drajat Adhyaksa tak bisa memastikan dapat selesai pada waktunya, mengingat pengadaan mesin tiket untuk Koridor VIII-X juga belum ditenderkan dan untuk Koridor IV-VII tendernya malah gagal.

Sekretaris Komisi B Nurmansjah Lubis terperanjat ketika mengetahui kinerja riil BLU Transjakarta. Kondisi itu mengesankan BLU tak punya rencana matang dan tak punya pembanding harga tarif yang diusulkan. BLU juga seakan tak mampu memanfaatkan dana operasional Rp 240 miliar (dari hasil penjualan tiket) untuk pengadaan alat. Padahal, BLU punya kewenangan melakukan itu tanpa lewat tender.

Dari sisi konsep, bus transjakarta mungkin pantas dipuji, tetapi dalam aplikasinya di lapangan masih terjadi masalah yang tambal sulam. (R ADHI KUSUMAPUTRA - KOMPAS)

No comments:

Post a Comment