Saat ini operasional busway memasuki masa sulit.
Republika | JAKARTA -- Kedatangan busway pada jam sibuk diperlonggar hingga 5 sampai 10 menit. Kendati begitu, Pemprov DKI Jakarta, operator serta pengelola menyepakati busway berjalan optimal mulai hari ini (Kamis, 19/7).
Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Nurrachman, mengatakan pengoperasian busway tidak berpatokan pada jumlah armada. "Tetapi berdasar interval waktu," ujarnya, Rabu (18/7), di Balai Kota.
Sebelumnya, pengelola atau BLU TransJakarta tidak mengeluarkan 95 persen armada ketika jam sibuk. Alasannya, pengeluaran seluruh armada membebani nilai subsidi yang besarannya tidak mencukupi. Sedang sisa lima persen yang dikandangkan merupakan cadangan. [source]
Mulai hari ini, Nurrachman berujar dari terminal ketika jam sibuk pada pukul 06.00-09.00 WIB lalu pukul 16.00-19.00 WIB bus akan melaju setiap lima hingga 10 menit sekali. Saat jam sibuk usai, jarak kedatangan antarbus kemudian bisa lebih dari 10 menit. Namun dia tidak bersedia menjawab pertanyaan mengenai batas waktu bagi interval keberangkatan bus pada jam non-sibuk.
Konsep awal busway mengharuskan waktu kedatangan antarbus tidak melebihi 3,5 menit pada hari kerja terutama jam sibuk. Serta lima menit pada hari libur atau akhir pekan. Ketika itu jumlah bus yang beroperasi juga lebih sedikit atau mencapai 85 persen total armada.
Nurachman menambahkan jarak keberangkatan bus lima hingga 10 menit dihitung dari saat meninggalkan terminal. Dia berharap masyarakat memaklumi bila waktu menunggu di halte lebih lama dari itu. "Bus mungkin datang lebih lama karena tersendat lampu merah atau kemacetan," ujarnya.
Manajer Pengendalian BLU TransJakarta, Rene Nunumete, mengatakan pengelola tidak mungkin serta merta mengeluarkan seluruh armadanya sejak hari ini. "Kami akan mengoperasikan dengan optimal secara bertahap." Rene menambahkan, BLU TransJakarta juga menunggu hasil evaluasi tim tarif yang bekerja hingga dua pekan mendatang sebelum mengeluarkan seluruh armadanya.
Megapolitan
Konsep megapolitan yang gagal dimasukkan dalam revisi UU Ibu Kota Negara berdampak pada akan kemudahan masyarakat menggunakan transportasi massal bertarif murah. Pengguna transportasi massal seperti busway tidak cuma penduduk Jakarta. Sebagian besar diantaranya justru warga Depok, Tangerang, dan Bekasi.
Sekretaris Daerah DKI Jakarta, Ritola Tasmaya, mengatakan pembangunan transportasi massal yang menjangkau sampai penduduk di pingiran kota sebenarnya merupakan salah satu tujuan megapolitan. Tanpa kerja sama dalam koridor megapolitan, masyarakat menengah ke bawah yang umumnya hidup di pinggir Jakarta akan selalu terbebani dari segi transportasi.
Ritola menambahkan, saat ini operasional busway memasuki masa sulit. "Kritis," katanya. Alasannya perkembangan busway dari segi pertambahan koridor dan penumpang belum diimbangi dengan manajemen yang terintegrasi. " Akan lebih mudah memang bila megapolitan itu jadi."
Sehingga, pembahasan masalah transportasi dengan daerah lain pun menjadi tidak sulit. Sekarang setiap daerah memiliki pola pengaturan transportasi masing-masing. Padahal pola yang komprehensif diharap sanggup meringankan beban masyarakat.
Gubernur DKI Jakarta, Sutiyoso, tidak habis pikir mengapa megapolitan tidak dimasukkan dalam UU Ibu Kota. "Saya tidak mengerti kenapa kita berpikir kolot," ucapnya. Dia merasa tidak ada pihak yang dirugikan dengan megapolitan. Kepala daerah di kawasan Bodetabekpunjur juga sudah menyetujui konsep itu.
Fakta Angka
10 Menit - Jadwal kedatangan busway pada jam sibuk.[ind]
No comments:
Post a Comment