Hampir seluruh kawasan permukiman di Jakarta dilanda banjir. Tak terkecuali kompleks hunian menengah ke atas di Kelapa Gading, Jakarta Utara. Warga kompleks elite itu mengungsikan harta bendanya, termasuk anjing kesayangan
Korban Tewas 31 Orang, Pengungsi 216.393 [foto: edy chandra]
JAKARTA - Sudah lima hari ini Jakarta dikepung banjir. Aktivitas warga di ibu kota itu masih belum berjalan normal. Beberapa jalan protokol belum bisa dilalui karena terendam air yang tingginya rata-rata mencapai satu meter. Hal itu memicu kemacetan luar biasa.
Sejak pagi, jalan tol dari arah Tangerang, Bogor, dan Bekasi dipadati kendaraan yang menuju pusat Kota Jakarta. Mereka adalah para pekerja yang mulai masuk kerja. Kemacetan parah terjadi di Jalan Petamburan, Jakarta Pusat. Penutupan Jalan Sudirman dan Jalan Rasuna Said (Kuningan) yang masih tergenang air membuat kendaraan yang akan melewati daerah tersebut beralih ke Petamburan.
Sarana transportasi umum juga masih lumpuh. Misalnya, busway. Di antara tujuh koridor, hanya satu koridor (koridor I) yang beroperasi. Koridor tersebut melayani rute Stasiun Kota-Blok M. Meski harus melewati genangan air di Sudirman, busway koridor I itulah yang satu-satunya beroperasi.
Busway di koridor II-VII tidak berjalan karena halte-halte bus terendam air. Di antaranya, di Jalan Perintis Kemerdekaan dan Rasuna Said. Ada juga halte busway yang dijadikan tempat pengungsian. Misalnya, di koridor III (Kalideres-Harmoni) ada dua halte yang dijadikan tempat pengungsian. Salah satunya di Daan Mogot. "Jumlah pengungsi di satu halte mencapai 300 orang," ujar Wakil Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Udar Pristono kepada wartawan kemarin.
Sarana transportasi kereta api juga masih lumpuh. Kepala Humas Daops I PT Kereta Api Ahmad Sujadi menjelaskan, akibat banjir, pihaknya mengalami kerugian hingga Rp 4 miliar. Kerugian tersebut disebabkan tidak terjualnya karcis dalam empat hari terakhir. "Rata-rata per hari rugi Rp 1 miliar dari jumlah karcis yang tidak terjual," ungkapnya.
Salah satu kereta yang tidak beroperasi adalah KRL Jakarta-Serpong. "Kereta tersebut tidak beroperasi karena Stasiun KA Tanah Abang dan depo kereta tergenang air hingga hari ini (kemarin). Demikian pula, KRL Jakarta-Serpong dan Jakarta-Tangerang belum beroperasi," ujarnya.
Lumpuhnya sarana transportasi dan kemacetan jalan pagi kemarin membuat sebagian pekerja memilih balik kucing, pulang ke rumah masing-masing.
Sejumlah PNS (pegawai negeri sipil) di DKI Jakarta, Tangerang, Bogor, dan Depok memilih membolos karena akses jalan ke kantor sulit. Staf Badan Pengawas Kota Jakarta Pusat Dewi Suwarsih mengatakan, sebagian pegawai yang datang pada pagi hari hanya melakukan absen. Setelah itu, mereka kembali ke rumah masing-masing. "Pagi sih banyak yang datang, tapi pulang lagi setelah absen. Sebagian lagi menelepon karena rumahnya tenggelam dan akses terputus," ujarnya.
Kepala Bidang Kesra Badan Kepegawaian Daerah Zairin mengungkapkan, seharusnya kemarin semua PNS sudah wajib masuk. Jika ada yang tidak masuk dengan alasan masih kebanjiran atau akses yang terputus, itu masuk dalam sesuatu yang tidak terduga. Namun, hal itu masuk dalam penilaian tersendiri terhadap PNS tersebut. "Berdasar aturan, tetap akan kami nilai dan akan dilakukan cross check terhadap PNS tersebut, apakah benar kebanjiran dan aksesnya terputus. Jangan sampai ini menjadi alasan untuk mbolos," katanya.
Pelayanan di RSUD Tarakan juga masih terganggu. Staf Humas RSUD Tarakan Zuraidah mengatakan, terganggunya aktivitas itu akibat sebagian perawat bahkan dokter belum hadir. Di antara sekitar 200 orang perawat, 30 persen belum hadir. "Jelas kami kesulitan karena sebagian perawat belum hadir," ujarnya.
Kondisi perkantoran di Jalan Sudirman dan Thamrin juga masih belum normal. Sebagian karyawan yang berkantor di kawasan tersebut memang sudah masuk kerja. Tetapi, sebagian lagi terpaksa mbolos kerja. Lili Irawati, karyawati sebuah perusahaan sekuritas (Trimegah Securities) yang berada di kawasan Sudirman, mengungkapkan bahwa sebagian rekan kerjanya masih mengurus rumah mereka yang kebanjiran. "Banjir memang surut, tapi banyak yang izin membersihkan rumah mereka yang terkena banjir," jelasnya.
Di Kelapa Gading, Jakarta Utara, genangan air masih tinggi, rata-rata 1-1,5 meter. Aktivitas masyarakat belum berjalan. Pusat perbelanjaan, kantor, dan pusat bisnis masih tergenang. Beberapa kantor meliburkan karyawannya hingga Senin pekan depan.
Sejumlah anggota TNI dan personel Tim SAR masih melakukan evakuasi terhadap warga yang masih bertahan di lantai dua ruko maupun rumah-rumah.
Rumah Menko Polhukam Jadi Dapur Umum
Rumah Menko Polhukam Laksamana (pur) Widodo A.S. di Jl Boulevard Barat Kelapa Gading, Jakarta Utara, dijadikan posko dan dapur umum untuk menyuplai makanan bagi warga sekitar. Rumah itu sedikit tergenang, namun tidak separah sekitarnya.
Ibu-ibu dari persatuan istri prajurit maupun dari relawan hilir-mudik menyiapkan segala sesuatu yang diperlukan untuk membuat nasi bungkus serta mengepak mi instan dan air mineral bagi korban banjir.
Deputi Kominfo Menko Polhukam Irjen Pol Alex Bambang menjelaskan, aktivitas Widodo tidak terganggu meski rumahnya dikepung air.
Di Mabes TNI-AD, KSAD Jenderal Djoko Santoso memerintahkan prajuritnya untuk maksimal membantu evakuasi dan penanganan pengungsi korban banjir. Meski sama-sama menjadi korban, personel TNI wajib menyingsingkan lengan baju membantu korban banjir.
Asrama TNI-AD yang terkena banjir adalah Asrama Zeni AD di Kalibata, Batalyon Kavaleri 9, Kodim Jakarta Pusat seperti Koramil Tanah Abang, Kodim Jakarta Utara, Kodim Jakarta Barat, dan Kodim Tangerang. Ketinggian air di asrama itu bervariasi. "Meski anggota kita juga menjadi korban banjir, mereka harus membantu korban lainnya," kata Jenderal TNI Djoko Santoso di sela-sela acara donor darah di Mabes AD, Jalan Veteran, Jakarta Pusat, kemarin.
Korban Meninggal 31 Orang
Hingga kemarin, terdapat 31 korban meninggal akibat banjir. Berdasar data di Polda Metro Jaya, ada 29 korban meninggal yang tercatat identitasnya. Identitas dua korban lainnya belum diketahui. Sementara itu, Satkorlak DKI Jakarta kemarin baru mendata 23 korban meninggal akibat banjir.
Dalam sehari kemarin, di Jakarta Timur, ada tiga warga Jatinegara meninggal karena tersengat aliran listrik. Dengan demikian, jumlah korban meninggal di Jakarta Timur dalam enam hari ini merupakan yang terbanyak dibandingkan wilayah lain. Jumlahnya mencapai 11 orang.
Meski debit air di beberapa kawasan banjir sudah surut, para pengungsi masih belum bisa pulang ke rumahnya. Mereka masih harus tinggal di tenda-tenda pengungsian yang didirikan seadanya di tempat yang tidak tergenang air. Menurut Ketua RT 13 RW 01 Kampung Melayu Amir Hamzah, meski surut dua meter, ketinggian air luapan Sungai Ciliwung masih sekitar 10 meter. Atap-atap rumah penduduk pun hanya terlihat menyembul sedikit dari permukaan air yang kecoklatan bercampur sampah.
"Tidak mungkin ada yang bisa kembali ke rumah. Meski rumah beberapa warga berlantai dua, saya melarang warga untuk kembali ke rumah mereka," ungkap Amir yang saat itu hanya memakai memakai jaket hitam.
Di Kelurahan Karet, banjir juga masih menggenangi rumah warga. Air yang sebelumnya setinggi leher orang dewasa kini surut sampai sebatas pinggang. Menurut seorang warga Jl Karet, sebagian besar warga masih memilih mengungsi di tempat sanak saudara atau mengungsi di Rumah Susun Kalimati. "Kami masih takut ada banjir kiriman lagi. Meski tidak hujan, siapa tahu ada banjir kiriman lagi dari Bogor," kata pria yang merantau dari Pekalongan ke Jakarta sejak 1992 tersebut.
Data terakhir yang dihimpun dari Crisis Center Satkorlak Penanggulangan Banjir menunjukkan, hingga kemarin, total pengungsi mencapai 216.393 jiwa. Jumlah itu berasal dari 100.316 KK dari lima wilayah di Jakarta. Paling banyak berasal dari wilayah Jakarta Timur, mencapai 64.555 jiwa.
Untuk Proyek Banjir, Gunakan Perpres 36
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memerintahkan Pemprov DKI Jakarta menggunakan Peraturan Presiden (Perpres) 36/2005 untuk membebaskan lahan proyek kanalisasi banjir kanal timur (BKT).
Proyek BKT yang menjadi unggulan Pemprov DKI Jakarta dalam mengatasi banjir memang terhambat gara-gara pembebasan lahan yang belum beres. Proyek yang kembali dibangun pada 2002 itu harus membebaskan lahan milik warga sekitar 75 - 80 persen.
"Harus pakai itu (Perpres 36/2005). Alat kita (membebaskan tanah untuk kepentingan umum) hanya Perpres 36/2005 yang sudah direvisi," kata Menteri Pekerjaan Umum (PU) Djoko Kirmanto usai sidang kabinet terbatas membahas banjir di Jakarta di Kantor Presiden kemarin.
Dalam Perpres 36/2005, presiden dapat mencabut kepemilikan tanah yang akan digunakan untuk proyek kepentingan umum. Pencabutan dapat dilakukan setelah negosiasi gagal mencapai kata sepakat. Selama proses negosiasi, status tanah dibekukan sehingga tidak bisa dipindahtangankan.
Oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN), Perpres 36/2005 telah dicabut dan diganti dengan Perpres 65 Tahun 2006. "Mekanismenya memang sedang diperbaiki BPN. Karena itu, akan kita pakai Perpres 36/2005 yang sudah direvisi," terang Djoko.
Ketika ditanya wartawan, apakah dalam rapat kabinet itu Presiden SBY memerintahkan gubernur DKI Jakarta menggunakan Perpres 36/2005 untuk membebaskan lahan proyek kanalisasi BKT, menteri PU menjawab dengan tegas, "Iya."
Djoko menegaskan, BKT yang akan menjadi muara 13 anak sungai di Jakarta mutlak diperlukan untuk membebaskan ibu kota dari banjir tahunan.
"Memang tidak ada yang bisa menjamin banjir (tidak akan terjadi lagi). Tapi, kalau BKT jadi, banjir lima tahunan tidak akan terjadi," terangnya.
"Kalau BKT selesai, minimal Kelapa Gading yang sekarang menjadi danau itu tidak kebanjiran lagi," tambahnya.
Proyek BKT didanai APBN. Namun, pembebasan tanahnya dilakukan Pemprov DKI Jakarta. Proyek yang sebenarnya dimulai sejak Gubernur Ali Sadikin itu hingga kini memang terkendala pembebasan tanah. Dari rencana 23 kilometer, baru 7,7 kilometer yang dibebaskan dan dibangun.
"Jadi, sekarang baru sepertiga. Padahal, uang kita punya, pemborong juga siap," paparnya.
Untuk mempercepat pembuatan BKT, DPU (Departemen Pekerjaan Umum) sebenarnya telah melakukan pekerjaan secara bertahap sesuai perkembangan pembebasan tanah.
"Kalau pembebasan tanah selesai 2007, akhir 2008 selesai," tegas Djoko.
Anak Sungai Ciliwung Harus Dilebarkan
Selain proyek BKT, Menteri PU menganjurkan Dinas PU Pemprov DKI Jakarta melebarkan anak Sungai Ciliwung, seperti Kali Pesanggrahan dan Kali Krukut.
"Duitnya Pemprov DKI Jakarta itu lebih besar dibanding pemerintah pusat, dibanding Departemen PU," tegasnya.
Dalam paparannya usai sidang kabinet, Djoko menjelaskan, banjir besar di Jakarta akibat curah hujan yang sangat tinggi, pasang purnama, dan rusaknya ekosistem di kawasan Puncak.
"Kenapa banjir semakin tahun semakin besar, itu karena kerusakan di daerah resapan air semakin besar," katanya.
Menurut Djoko, banyak situ (danau penampung air hujan) di Bogor yang ditutup dan tanaman yang ditebang menjadi vila. "Saya amati drainase di tengah kota buntu karena masyarakat tidak disiplin membuang sampah," tegasnya.
Menteri PU memaparkan, fenomena pasang purnama juga menyebabkan curah hujan sangat tinggi.
Untuk mencegah kerusakan lingkungan yang lebih besar, pemerintah juga segera menyelesaikan revisi RUU Tata Ruang. Saat ini RUU tersebut dibahas dengan DPR.
Kalau UU Tata Ruang disahkan, sanksinya sangat berat. Menimbun situ untuk realestat akan mendapat sanksi sangat berat. "Bisa dibongkar, bisa juga dia harus bayar denda. Bukan hanya yang memakai yang bayar denda, yang memberi izin juga akan kena denda. Jadi, kalau saya yang memberi izin, saya juga akan kena denda," ujarnya.
Selain itu, pemerintah akan membuat embung-embung dan menghijaukan daerah resapan, terutama di daerah hulu Sungai Ciliwung dan Cisadane.
"Kalau semua realestat diwajibkan membuat kolam, itu sudah mengurangi banjir. Kalau kota Jakarta bersih, tidak ada sampah, itu juga sudah mengurangi banjir," tegas Djoko.
Waspada Flu Burung Pascabanjir
Pascabanjir, masyarakat dihadapkan pada berbagai serangan penyakit. Sekretaris Jenderal Departemen Kesehatan Safii Ahmad mengatakan, ada beberapa penyakit yang muncul ketika banjir dan pascabanjir. "Penyakit saluran pernapasan atas (ISPA), diare, dan muntaber mulai menyerang pengungsi," beber Safii setelah gagal rapat dengan Komisi IX DPR kemarin.
Penyakit tersebut saat ini tengah melanda sebagian pengungsi yang belum dapat pulang karena rumahnya masih terendam. Selain itu, penyebaran demam berdarah juga akan semakin cepat karena genangan air banjir. "Air tersebut berpotensi menjadi tempat nyamuk bertelur," jelasnya.
Diminta Transmigrasi
Masyarakat yang bermukim di bantaran Sungai Ciliwung ditawari pemerintah untuk transmigrasi. Sebab, keberadaan mereka itu dianggap memberi kontribusi bencana banjir di Jakarta.
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Erman Suparno hari ini akan memaparkan program transmigrasi tersebut kepada Gubernur Sutiyoso di Balai Kota Pemprov DKI Jakarta. Tahun ini ditargetkan seluruh warga di bantaran Sungai Ciliwung sudah bisa dikirim ke daerah-daerah transmigrasi.(noe/tom/ein/fal/nue/rdl/tom/aya/anz/eko/ind) indopos
No comments:
Post a Comment